Wednesday 13 March 2019

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPOSPADIA


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
HIPOSPADIA








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kelainan konginetal pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting,karena selain berfungsi sebagai pengeluaran urine juga berfungsi sebagai alat seksual yang pada kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Salah satu kelainan konginetalterbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu hipospadia. Hipospadia adalahsuatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo(below) dan spaden (opening). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatandefisiensi uretra. Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucksdan tunika dartos. Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch,1992).
Selain berpengaruh terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah pengaruhterhadap psikologis dan sosial anak.Penyebab dari hiposapadia ini sangat multifaktorial antara lain disebabkan olehgangguan dan ketidakseimbangan hormone, genetika dan lingkungan. Ganguankeseimbangan hormon yang dimaksud adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Sedangkan dari faktor genetika , dapat terjadi karenagagalnya sintesis androgen sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Dan untuk faktor lingkunagn adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapatmengakibatkan mutasi.Di Amerika Serikat, hipospadia diperkirakan terjadi sekali dalam kehidupan dari350 bayi laki-laki yang dilahirkan . Angka kejadian ini sangat berbeda tergantung darietnik dan geogafis. Di Kolumbia 1 dari 225 kelahiran bayi laki-laki.
Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia seperti di daerah Atlantameningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun1993. Banyak penulis melaporkan angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karenaIndonesia belum mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapaangka kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yangmenderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan repair hipospadia.
Penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur  pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadilurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga pancarankencing arahnya kedepan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karenakurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yanglahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya di bawah maka di bilang anak itu perempuan. Oleh karena itu kita sebagai seorang tenanga medis harus menberikaninformasi yang adekuat kepada para orang tua tentang penyakit ini. Para orang tuahendaknya menghindari faktor- faktor yang dapat menyebabkan yang dapat menyebabkanhipospadia dan mendeteksi secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapatdilakukan penanganan yang tepat.

B.       Tujuan
1.      Untuk menjelaskan dan memahami tentang pengertian hipospadia.
2.      Untuk menjelaskan dan memahami tentang etiologi hipospadia.
3.      Untuk menjelaskan dan memahami tentang patofisiologi hipospadia.
4.      Untuk menjelaskan dan memahami tentang tanda dan gejala hipospadia.
5.      Untuk menjelaskan dan memahami tentang penatalksanaan hipospadia.
6.      Untuk menjelaskan dan memahami tentang prognosa hipospadia.
7.      Untuk menjelaskan dan memahami bedah definitive dan bedah korektif

BAB II
 TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Hipospadia
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah prokimal ujung penis. Hipospadia merupakan salah satu dari kelainan congenital paling sering pada genitalia laki laki, terjadi pada satu dalam 350 kelahiran laki-laki, dapat dikaitkan dengan kelainan kongenital lain seperti anomali ginjal, undesensus testikulorum dan genetik seperti sindroma klinefelter.
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus terletak dipermukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal pada ujung gland penis. (Duccket, 1986, Mc Aninch, 1992)
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis padakehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggaldisuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum,1991 : 257).
Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluandan anus ). (Davis Hull, 1994 ).d.Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externaterletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yangnormal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).

B.     Embriologi
Pada embrio berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan ditengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm. Di bagian kaudal ektoderm dan endoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana dibagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang disebut genital fold. Selama minggu ke 7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio laki-laki. Bila wanita akan menjadi clitoris.
Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak terbentuk. Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu sepasang lipatan yang disebut genital fold akan membentuk sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenitalia maka akan timbul hipospadia. Selama periode ini juga, terbentuk genital swelling di bagian lateral kiri dan kanan. Hipospadia yang terberat yaitu jenis penoskrotal, skrotal dan perineal, terjadi karena kegagalan fold dan genital swelling untuk bersatu di tengah-tengah.
Gambar 1.1 Embriologi genitalia eksterna

C.    Anatomi
Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora cavernosa yang dibungkus oleh tunika albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian tengahnya. Urethra melintasi penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada alur diantara kedua korpora kavernosa. Uretra muncul pada ujung distal dari glans penis yang terbentuk konus. Fascia spermatika atau tunika dartos, adalah suatu lapisan longgar penis yang terletak pada fascia tersebut. Di bawah tunika dartos terdapat fascia Bucks yang mengelilingi korpora cavernosa dan kemudian memisah untuk menutupi korpus spongiosum secara terpisah. Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam fascia Bucks pada diantara kedua korpora kavernosa.
  
Gambar 1.2 Struktur anatomi genitalia pria


D.    Etiopatogenesis
Hipospadia terjadi karena gangguan perkembangan urethra anterior yang tidak sempurna sehingga urethra terletak dimana saja sepanjang batang penis sampai perineum. Semakin proksimal muara meatus maka semakin besar kemungkinan ventral penis memendek dan melengkung karena adanya chordae. Sampai saat ini masih dianggap karena kekurangan androgen atau kelebihan estrogen pada proses maskulinisasi masa embrional. Devine, mengatakan bahwa deformitas yang terjadi pada penderita hipospadia disebabkan oleh Involusi sel-sel intertitial pada testis yang sedang tumbuh yang disertai dengan berhentinya produksi androgen dan akibatnya terjadi maskulanisasi yang tak sempurna organ genetalia eksterna. Ada banyak faktor penyebab hipospadia dan banyak teori yang menyatakan tentang penyebab hipospadia antara lain:
a.       Faktor genetik.
12% berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila mempunyai riwayat keluarga yang menderita hipospadia. 50% berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila bapaknya menderita hipospadia.
b.      Faktor etnik dan geografis.
Di Amerika Serikat angka kejadian hipospadia pada kaukasoid lebih tinggi dari pada orang Afrika, Amerika yaitu 1,3.
c.       Faktor hormonal
Faktor hormon androgen/estrogen sangat berpengaruh terhadap kejadian hipospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa embrional. Sharpe dan Kebaek (1993) mengemukakan hipotesis tentang pengaruh estrogen terhadap kejadian hipospadia bahwa estrogen sangat berperan dalam pembentukan genital eksterna laki-laki saat embrional. Androgen dihasilkan oleh testis dan placenta karena terjadi defisiensi androgen akan menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone (DHT) yang dipengaruhi oleh 5-α-reduktase, ini berperan dalam pem-bentukan penis sehingga bila terjadi defisiensi androgen akan menyebab-kan kegagalan pembentukan bumbung urethra yang disebut hipospadia.
d.      Faktor pencemaran limbah industri
Limbah industri berperan sebagai “Endocrin discrupting chemicals” baik bersifat eksogenik maupun anti androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan, peptisida organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.



Beberapa kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia, yaitu:
a.       Kegagalan tunas sel-sel ektoderm yang berasal dari ujung glans untuk tumbuh ke dalam massa glans bergabung dengan sel-sel entoderm sepanjang uretra penis. Hal ini mengakibatkan terjadinya osteum uretra eksternum terletak di glans atau korona glandis di permukaan ventral.
b.      Kegagalan bersatunya lipatan genital untuk menutupi alur uretra-uretra groove ke dalam uretra penis yang mengakibatkan osteum uretra eksternum terletak di batang penis. Begitu pula kegagalan bumbung genital bersatu dengan sempurna mengakibatkan osteum uretra ekternum bermuara di penoskrotal atau perineal.
Paulozzi dkk, 1997 dalam Metropolitan Congenital Defects Program (MCDP) membagi hipospadia atas 3 derajat, yaitu :
1.         Derajat I: OUE letak pada permukaan ventral glans penis dan korona glandis.
2.         Derajat II: OUE terletak pada permukaan ventral korpus penis
3.         Derajat III: OUE terletak pada permukaan ventral skrotum atau perineum.
Biasanya derajat II dan derajat III diikuti oleh melengkungnya penis ke ventral yang disebut Chordee. Chordee ini disebabkan terlalu pendeknya kulit pada permukaan ventral penis. Hipospadia derajat ini akan mengganggu aliran normal urin dan fungsi reproduksi, oleh karena itu perlu dilakukan terapi dengan tindakan operasi.

E.     Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir. Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
Diagnosis bisa juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya. Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.

F.     Klasifikasi
Barcat (1973) berdasarkan letak ostium uretra eksterna maka hipospadia dibagi 8 type yaitu:
Gambar 1.3 Klasifikasi hipospadia
G.    Penatalaksanaan
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain:
1.      Chordectomy
Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
Gambar 1.3 Chordectomi
2.      Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Gambar 1.4 Uretroplasty
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat oleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
Teknik pembedahan yang digunakan untuk tiap tipe hipospadia adalah berbeda, antara lain:
1.      Kelainan tipe granular dengan teknik-Meatal Advencement glanplasty (MAGPI)
2.      Kelainan tipe distal penile dengan teknik Flip Flap.
3.      Kelainan type penile, peno scrotal dan scrotal dengan teknik Preputial Island Flap.
4.      Kelainan tipe perineal dengan teknik Tubed Free Graft.

Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi yang sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua tahap. Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan repair hipospadia agar tujuan operasi bisa tercapai yaitu usia, tipe hipospadia, besarnya penis, dan ada tidaknya chordee. Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan sampai usia belum sekolah karena mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan operasi dan kelainannya itu sendiri sehingga tahapan repair hipospadia sudah tercapai sebelum anak sekolah.
Gambar 1.5 Hipospadia post urethroplasty
Sebelum dilakukan urethroplasty semua jaringan yang menyebabkan terjadinya chordee harus dibuang. Setelah itu pengujian ereksi artifical dilakukan jika chordee tetap ada meskipun telah dilakukan usaha tersebut, maka dilakukan reseksi lebih lanjut atas lapisan tersebut. Diversi urine untuk reparasi hipospadia distal dilakukan dengan kateter foley ukuran kecil no. 8. Selama 3 sampai 4 hari. hipospadia penile, uretrostomy periental lebih disukai sedangkan hipospadia skrotal dan perineal bisa didiversi dengan drainase suprapubik.
1)      Teknik hipospadia bagian distal
Reparasi hipospadia jenis ini dilakukan jika v-flap dari jaringan glans mencapai uretra normal setelah koreksi chordee. Dibuat uretra dari flap kulit. Flap ini akan membentuk sisi ventral dan lateral uretra dan dijahit pada flap yang berbentuk v pada jaringan glans, yang mana akan melengkapi bagian atas dan bagian sisi uretra yang baru. Beberapa jahitan ditempatkan di balik v-flap granular dipasangkan pada irisan permukaan dorsal uretra untuk membuka meatus aslinya. Sayap lateral dari jaringan glans ini di bawah kearah ventral dan didekatkan pada garis tengah. Permukaan ventral penis di tutup dengan suatu preputium. Ujung dari flap ini biasanya berlebih dan harus dipotong. Di sini sebaiknya memper-gunakan satu flap untuk membentuk permukaan di bagian belakang garis tengah.
Desain granular flap berbentuk Z dapat juga dilakukan untuk memperoleh meatus yang baik secara kosmetik dan fungsional pemotongan berbentuk 2 dilaksanakan pada ujung glans dalam posisi tengah keatas. Rasio dimensi dari Z terhadap dimensi glans adalah 1:3, Dua flap ini ditempatkan secara horisontal pada posisi yang berlawanan. Setelah melepaskan chordee, sebuah flap dua sisi dipakai untuk membentuk uretra baru dan untuk menutup permukaan ventral penis, Permukaan bagian dalam dari preputium dipersiapkan untuk perpanjangan uretra. Untuk mentransposisikan uretra baru, satu saluran dibentuk diatas tinika albuginia sampai pada glans. Meatus uretra eksternus dibawa menuju glans melalui saluran ini. Bagian distal dari uretra dipotong pada bagian anterior dan posterior dengan arah vertikal kedua flap triangular dimasukkan ke dalam fisura dan dijahit dengan menggunakan benang 6-0 poliglatin. Setelah kedua flap dimasukkan dan dijahit selanjutnya anastomosis uretra pada glans bisa diselesaikan.
2)      Teknik hipospadia bagian proksimal
Bila flap granular tidak bisa mencapai uretra yang ada, maka suatu graft kulit dapat dipakai untuk memperpanjang uretra. Selanjutnya uretra normal dikalibrasi untuk menentukan ukurannya (biasanya 12 French anak umur 2 tahun). Segmen kulit yang sesuai diambil dari ujung distal preputium. Graft selanjutnya dijahit dengan permukaan kasar menghadap keluar, di atas kateter pipa atau tube ini dibuat dimana pada ujung proksimalnya harus sesuai dengan celah meatus uretra yang lama dan flap granular dengan jahitan tak terputus benang kromic gut 6-0. Sayap lateral dari jaringan granular selajutnya dimobilisasi ke arah distal untuk menutup saluran uretra dan untuk membentuk glans kembali di atas uretra yang baru yang akan bertemu pada ujung glans.

BAB III
CONTOH  DAN PEMBAHASAN KASUS

IDENTITAS
Nama                           : An. Ibnu
Umur                           : 4,5 Tahun
Jenis Kelamin              : Laki-laki
Alamat                                    : Kuningan
Agama                         : Islam
Suku bangsa                : Sunda
Tanggal MRS              : 19 November 2013


ANAMNESIS
Keluhan utama                         : Keluar air kencing dibawah batang kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang    :
Sejak lahir, Orang tua Os mengakui bahwa ia tidak pernah memperhatikan kemaluan Os. ± 2 tahun SMRS, orang tua Os melihat Os kencing tidak seperti laki-laki normal, Os kencing nya jongkok seperti wanita. Orang tua Os melihat air kencing Os keluar tidak diujung melainkan dibawah batang kemaluan nya.  Orang tua Os mengaku batang kemaluan Os juga kelihatan bengkok kebawah dan menutupi lubang kencing Os sehingga BAK Os merembes dan tidak bisa diarahkan. Orang tua Os mengeluhkan kemaluan Os agak sedikit rata dengan bagian sekitar nya seperti tertanam.
Orang tua Os mengaku, Os tidak pernah menangis atau tidak merasakan nyeri pada saat kencing.
Orang tua Os menceritakan pada saat hamil, orang tua Os sering kontrol ke bidan setempat, dan orang tua makan dengan teratur. Orang tua Os mengaku melahirkan Os secara normal.


Riwayat Keluarga :
            Orang tua Os mengaku bahwa keluarganya tidak ada yang mengalami keluhan seperti Os baik itu dari bapak dan kakek Os.

Pemeriksaan fisik:
·        Keadaan umum           : Tampak Sakit
·        Kesadaran                   : Compos Mentis
·        Vital sign
BB                   : 8,5 Kg
Nadi                : 86 x/menit
RR                   : 26 x/menit
Suhu                : 36,2 oC
Status generalis
Kepala
Mata                : Tidak anemis, tidak ikterik.
Telinga            : Tidak ada secret, tidak ada darah, tidak bau.
Hidung            : Tidak ada secret, tidak bau.
Bibir                : Mukosa tidak sianotik.
Leher               : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax             Inspeksi simetris, jejas (-)
                        Palpasi fremitus +/+
                        Perkusi sonor +/+
                        Auskultasi  vesicular +/+, Ronchi -/-, Whezing -/-
Abdomen
            Inspeksi           : Flat
            Auskultasi       : Bising Usus (+) Normal
            Palpasi             : Soepel, Nyeri tekan (-)
            Perkusi            : Timpani
Extremitas
            Akral hangat (+) di keempat extremitas.
            Oedem (-) dikeempat extremitas.
·         Status Lokalis
-          Region genital à MUE terletak di ventral penis, 1/3 distal penis.
Diagnosa
 Hipospadia

Planning terapy
Urethroplasty


BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum.Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
Gejalanya adalah:
  1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada  di bawah atau di dasar penis
  2. Penis melengkung ke bawah
  3. Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan   pada kulit depan penis
  4. Jika berkemih, anak harus duduk.


DAFTAR PUSTAKA


http://www.medicastore.com
Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). MosbyMcCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions classification (NIC). Mosby

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya saya telah dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah di Akper Abulyatama Banda Aceh. Pada makalah ini saya akan membahas mengenai Asuhan Keperawatan Pada Penderita Hipospadia, yang saya susun dari berbagai sumber dan saya rangkum dalam makalah ini.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik berupa ide-ide maupun yang terlibat langsung dalam pembuatan makalah ini. Saya juga berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi semua untuk dijadikan penunjang dalam mata kuliah Fisika Kesehatan.Demikianlah yang dapat saya sampaikan, apabila ada kesalahan atau kekurangan saya mohon maaf. Kritik dan saran masih sangat terbuka supaya makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih baik lagi untuk berikutnya. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.



Banda Aceh,   Mei 2017


Penulis

                                                                                                                      ,                                                                                                                                       



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI                                                                                                   ....... ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang.................................................................................... 1
B.     Tujuan................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.    Pengertian Hipospadia........................................................................ 3
B.     Embriologi.......................................................................................... 3
C.     Anatomi.............................................................................................. 5
D.    Etiopatogenesis................................................................................... 5
E.     Diagnosis............................................................................................ 7
F.      Klasifikasi........................................................................................... 8
G.    Penatalaksanaan.................................................................................. 9

BAB III CONTOH  DAN PEMBAHASAN KASUS....................................... 14

BAB III PENUTUP............................................................................................. 17
3.1  Kesimpulan......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 18


No comments:

Post a Comment