Tuesday 19 October 2021

MAKALAH BAYI TABUNG

 

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.     Latar Belakang Masalah.......................................................................

B.     Rumusan Masalah.................................................................................

C.     Tujuan Penulisan...................................................................................

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3

A.    Pengertian Bayi Tabung...................................................................... 3

B.     Proses Bayi Tabung............................................................................ 4

C.     Teknik yang dilakukan dalam proses Bayi Tabung............................ 6

D.    Tujuan pelaksanaan teknik IVF – ET............................................... 10

E.     Masalah – Masalah Yang Muncul Dalam Penerapan Teknik

IVF-ET............................................................................................. 13

F.      Pandangan Etis Terhadap IVF – ET................................................. 15

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 16

A.  Kesimpulan....................................................................................... 16

B.  Saran................................................................................................. 16

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Masalah

Beberapa tahun terakhir perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang sungguh sangat mengagumkan. Berbagai macam penelitian dan penemuan baru memunculkan sebuah kemajuan yang luar biasa. Sama halnya dengan kemajuan dibidang bioteknologi. Perkembangan-perkembangan bioteknologi bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, salah satunya dalam bidang reproduksi. Masyarakat secara umum mengetahui bahwa untuk menghasilkan keturunan diperlukan terjadinya fertilisasi internal atau bertemunya sel sperma dan sel telur didalam tubuh betina (induknya). Belakangan telah berkembang fertilisasi yang dilakukan secara eksternal atau bertemunya sel telur dan sel sperma diluar tubuh betina (induknya).

Fertilisasi atau pembuahan adalah proses bertemunya kedua sel gamet (jantan dan betina) atau lebih tepatnya peleburan dua sel gamet dapat berupa nucleus atau sel bernukeleus untuk kemudian membentuk zigot. Pada dasarnya melibatkan plasmogami (penggabungan sitoplasma) dan kariogami (penyatuan bahan nucleus). Setelah terjadi pembuahan zigot tumbuh berkembang menjadi embrio.

Saat ini program bayi tabung menjadi salah satu masalah yang cukup serius. Hal ini terjadi karena keinginan pasangan suami – istri yang tidak bisa memiliki keturunan secara alamiah untuk memiliki anak tanpa melakukan adopsi atau juga menolong  pasangan suami – istri yang memiliki penyakit atau kelainan yang  menyebabkan kemungkinan untuk tidak memperoleh keturunan.

Metode bayi tabung diterapkan pertama kalinya pada tanggal 26 Juli 1978 lewat kelahiran seorang bayi asal Inggris bernama louise Brown, di RS Distrik Oldham, Manchester. Proses metode bayi tabung dilakukan oleh DR. Patrick Steptoe ini dilakukan tujuh bulan sebelum Louise lahir, tepatnya bulan November 1977, dengan cara memasukan embrio ke rahim Lesley Brown.

Sejak saat itu, teknologi reproduksi yang dikenal dengan istilah In Vitro Fertilization ( IVF ) ini menjadi awal perkembangan teknologi kedokteran yang berkaitan dengan pembuahan buatan. Di Indonesia, IVF pertama kali diterapkan di RS Anak – Ibu (RSAB) Harapan Kita, Jakarta pada 1987. Teknik yang kini disebut IVF konvensional itu berhasil melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho Karyanto, pada 2 Mei 1988.

 

B.     Rumusan Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan bayi tabung?

b.      Berapakah macam-macam bayi tabung menurut islam?

c.       Bagaimana pandangan hukum islam tentang bayi tabung?

d.      Bagaimana pandangan undang-undang tentang bayi tabung?

 

C.    Tujuan Penulisan

a.       Untuk mengetahui pengertian bayi tabung.

b.      Untuk mengetahui macam-macam bayi tabung.

c.       Untuk mengetahui pandangan hukum islam tentang bayi tabung.

d.      Untuk mengetahui pandangan undang-undang tentang bayi tabung.

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Bayi Tabung

Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.

Bayi tabung adalah suatu istilah teknis. Istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di dalam tabung, melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur yang mengalami kesulitan di bidang ”pembuahan“ sel telur wanita oleh sel sperma pria. Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur wanita dengan alat yang disebut “laparoscop” yang ditemuan dr. Patrick C. Steptoe dari Inggris. Sel telur itu kemudian diletakkan dalam suatu mangkuk kecil dari kaca dan dipertemukan dengan sperma dari suami wanita tadi. Setelah terjadi pembuahan di dalam mangkuk kaca tersebut kemudian hasil pembuahan itu dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa kehamilan dan melahirkan anak seperti biasa.

Istilah bayi tabung (test tube baby) dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan “In Vitro Fertilization and Embryo Transfer” (IVF-ET) atau dalam khazanah hokum Islam dikenal dengan “Thifl al-Anabib” atau “Athfal al-Anbubah”. Sedangkan dengan inseminiasi buatan (artificial insemination) dalam hokum Islam dikenal dengan sebutan “At-Talqih al- Shinai”.

Secara teknis, kedua istilah ini memiliki perbedaan yang signifikan, meskipun memiliki tujuan yang hampir sama yakni untuk menangani masalah infertilitas atau kemandulan. Bayi tabung merupakan teknik pembuahan (fertilisasi) antara sperma suami dan sel telur istri yang masing-masing diambil kemudian disatukan di luar kandunga (in vitro) – sebagai lawan “di dalam kandungan” (in vivo).

Pengertian Inseminasi buatan atau bayi tabung atau pembuahan In Vitro Fertilization (IVF)  adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba fallopi.  Pembuahan sel telur (ovum) yang dilakukan di luar tubuh calon ibu. Awalnya tekhnik reproduksi ini ditunjukkan untuk pasangan infertile, yang mengalami kerusakan saluran telur. Namun saat ini indikasinya telah diperluas, antara lain jika calon ibu mempunyai lender mulut rahim yang abnormal, mutu calon ayah kurang baik, adanya antibody pada atau terhadap sperma, tidak kunjung hamil walaupun endometriosis telah diobati, serta pada gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya maka program bayi tabung ini biasa dilakukan.

Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi. Jika terdapat gangguan pada saluran tuba, maka proses ini tidak akan berlangsung sebagaimana mestinya. Proses yang berlangsung di laboratorium ini dilaksanakan sampai menghasilkan suatu embrio yang akan ditempatkan pada rahim ibu. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku (cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan.

 

B.     Proses Bayi Tabung

Menurut sejumlah ahli, inseminasi buatan atau bayi tabung secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:

1.      Pembuahan di dalam rahim. Bagian pertama ini dilakukan dengan dua cara:

a)      Cara pertama : Sel sperma laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri sehingga sel sperma tersebut akan bertemu dengan sel telur istri kemudian terjadi pembuahan yang akan menyebabkan kehamilan. Cara seperti ini dibolehkan oleh Syari'ah, karena tidak terjadi pencampuran nasab dan ini seperti kehamilan dari hubungan seks antara suami dan istri.

b)      Cara kedua : Sperma seorang laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada rahim istri orang lain, atau wanita lain, sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Cara seperti ini hukum haram, karena akan terjadi percampuran nasab. Kasus ini serupa dengan adanya seorang laki-laki yang berzina dengan wanita lain yang menyebabkan wanita tersebut hamil.

2.      Pembuahan di luar rahim. Bagian kedua ini dilakukan dengan lima cara :

a.       Cara pertama : Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istrinya yang memiliki sel telur tersebut Hasil pembuahan tadi akan berkembang di dalam rahim istri tersebut, sebagaimana orang yang hamil kemudian melahirkan ana yang dikandungnya. Bayi tabung dengan proses seperti di atas hukumnya boleh, karena tidak ada percampuran nasab. (Dar al Ifta' al Misriyah, Fatawa Islamiyah : 9/ 3213-3228).

b.      Cara kedua : Sel sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim istri laki-laki tadi. Bayi tabung dengan cara seperti ini jelas diharamkan dalam Islam, karena akan menyebabkan tercampurnya nasab.

b)      Cara ketiga : Sel sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita yang sudah berkeluarga. Ini biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak, tetapi rahimnya masih bia berfungsi. Bayi tabung dengan proses seperti ini jelas dilarang dalam Islam.

c)      Cara keempat : Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim seorang wanita lain. Ini jelas hukumnya haram. Sebagian orang menamakannya " Menyewa Rahim ".

d)     Cara kelima : Sperma suami dan sel telur istrinya yang pertama diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istri kedua dari laki-laki pemilik sperma tersebut. Walaupun istrinya pertama yang mempunyai sel telur telah rela dengan hal tersebut, tetap saja bayi tabung dengan proses semacam ini haram.

 

C.    Teknik yang dilakukan dalam proses Bayi Tabung

Infertilisasi  atau  yang biasa sering disebut “kemandulan” merupakan suatu kondisi dimana pasangan suami istri (pasutri) tidak mampu untuk mendapatkan keturunan setelah 1 (satu) tahun pernikahan dengan hubungan seksual yang teratur, baik, serta tanpa upaya mencegah kehamilan. Secara umum, banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya infertilitas pada pasutri.  Infertilitas pada  laki-laki  biasanya disebabkan oleh rendahnya jumlah sel sperma yang terdapat dalam semen (sekresi cairan yang berisi sel-sel sperma yang dihasilkan selama ejakulasi) dan kualitas sel sperma yang di bawah standar.

Berdasarkan  jumlah dan kualitas sel sperma yang terkandung dalam satu mililiter semen, infertilitas pada laki-laki dapat dikelompokkan menjadi: oligozoospermia (sel sperma hanya ada beberapa ratus sel saja),  kriptozoospermia (sel sperma hanya dapat dijumpai beberapa puluh atau kurang), asthenospermia (sel sperma tidak memiliki kemampuan bergerak secara leluasa untuk “mencari” sel telur), sel sperma yang ada memiliki kelainan pada ekor namun kondisi kepala sperma (pembawa gen) masih baik, dan azoospermia (tidak terdapatnya sperma yang matang).

Infertilitas pada perempuan dapat disebabkan oleh tersumbatnya saluran Fallopi akibat infeksi berulang pada alat kelamin dalam, ovulasi,  yang tidak normal endometriosis dan kerusakan lapisan tuba Fallopi (Corabian, 1997).

Keadaan lain yang menimbulkan infertilitas adalah kecenderungan pasutri untuk menunda kehamilan sampai perempuan berusia 30 tahun. Secara umum, perempuan mencapai puncak kesuburan pada usia 18 atau 19 tahun, dan mulai menurun secara perlahan pada usia 35 tahun, bahkan menurun secara tajam pada usia 49 tahun dan pada akhirnya terjadi menopaus. Menopause bahkan dapat berlangsung lebih awal, yaitu pada 40 tahun. Pada pria,  umur 50 tahun, fertilitasnya tidak jauh berbeda dengan ketika berusia 25 atau 30 tahun.

  1. Assisted Reproductive Technology (ART)

Gambar 1. Prosedur ART

Sumber : Microsoft® Encarta® Reference Library 2003. © 1993-2002 Microsoft Corporation.

 

Infertilitas dapat diatasi dengan cara konvensional, misalnya: induksi ovulasi dengan terapi hormon, inseminasi buatan dan operasi. Namun, jika upaya tersebut tidak berhasil mengatasi infertilitas yang terjadi, pasutri dapat mencoba sistem ART. Assisted Reproductive Technology (ART) merupakan istilah untuk sejumlah prosedur medis yang digunakan dalam menyatukan sel telur dan sel sperma sehingga dapat membantu pasutri yang infertil dalam memperoleh keturunan.

Berdasarkan teknik yang digunakan, ART dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) metode, yaitu In Vitro Fertilization (IVF), Zygote IntraFallopian Transfer (ZIFT), Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI) dan Gamete IntraFallopian Transfer (GIFT). Pada IVF, ZIFT dan ICSI persatuan antara sel telur dan sel sperma diinduksi secara buatan pada laboratorium sebelum ditransplantasikan kembali ke dalam sistem reproduksi pasien, sedangkan pada GIFT campuran sel telur dan sel sperma yang belum mengalami fertilisasi dimasukkan ke dalam saluran Fallopi pasien, sehingga fertilisasi terjadi secara alami.

Dari keempat metode ART tersebut, IVF merupakan metode yang paling banyak diaplikasikan untuk membantu pasutri yang infertil. IVF digunakan untuk mengatasi masalah kemandulan yang terutama disebabkan oleh kerusakan maupun tersumbatnya saluran Fallopi karena penyakit, endometriosis atau sterilisasi. Sebelum IVF dilaksanakan, pasutri harus diajak berkonsultasi dengan sungguh-sungguh untuk mengambil keputusan tersebut, mengingat pertimbangan tingkat keberhasilan, faktor finansial (biaya) dan tekanan emosional yang besar, serta alternatif  lain yang mungkin dapat digunakan untuk menggantikan teknik IVF.

  1. Teknik Fertilisasi In Vitro Dan Transplantasi Embrio

Gambar 3. Teknik Fertilisasi In Vitro dan Transplantasi Embrio

Sumber : http://www.justeves.com/ipl/ivf_et.shtml

 

 

Secara teknis, IVF dibagi menjadi 4 (empat) tahap berikut:

a)      Tahap pertama, yaitu tahap induksi ovulasi.

Pada tahap ini dilakukan stimulasi pertumbuhan sel telur sebanyak mungkin yang dilakukan dengan pemberian Follicle Stimulating Hormone (FSH). Saat ini, FSH telah dimurnikan dan diperbanyak dengan teknologi  rekombinasi DNA, misalnya nama dagang Gonal-f®, sehingga dapat digunakan  untuk membantu stimulasi pertumbuhan sel telur pada perempuan yang kekurangan hormon FSH. Setelah dihasilkan cukup banyak sel telur, diberikan hormon human Chorion Gonadotropin (hCG)  untuk menstimulasi pelepasan sel telur yang matang. Seperti halnya FSH, hCG  juga telah diproduksi dengan teknologi  rekombinasi DNA, misalnya Ovidrel® yang dapat diinjeksikan langsung  ke jaringan di bawah kulit. Jika tidak terdapat sel telur yang matang, maturasi satu atau lebih sel telur dapat dilakukan dengan menggunakan metode OS (Ovarian Stimulation).

b)      Tahap kedua, yaitu tahap pengambilan sel telur.

Pada tahap ini, hasil pematangan sel telur dari ovarium diamati, misalnya dengan menggunakan metode laparoskopi atau metode vaginal ultrasonik. Sel telur yang telah matang akan diambil dari ovarium dengan menggunakan jarum yang runcing, kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium pertumbuhan.

c)      Tahap ketiga, yaitu fertilisasi sel telur.

Pada tahap ini, sel sperma  motil yang telah diperoleh dari metode swim-u (Henkel dan Schill, 2003) dimasukkan ke dalam cawan Petri yang telah berisi sel telur, kemudian disimpan di dalam  inkubator. Pemeriksaan  gamet dilakukan pada interval waktu antara fertilisasi dan maturasi. Setelah terjadi fertilisasi, embrio dibiarkan di dalam inkubator selama 3 – 5 hari.

 

 

d)     Tahap keempat, yaitu transfer embrio.

Tahap ini merupakan tahap akhir, berupa pengembalian embrio hasil fertilisasi yang telah mencapai tahap blastula. Embrio ditransplantasikan ke dalam  rahim melalui kateter Teflon  tanpa pembiusan. Dengan cara ini pasien dapat kembali ke rumah segera setelah transfer embrio. Untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan, maka beberapa embrio ditransplantasikan ke dalam rahim (Corabian, 1997).

Dalam aplikasinya, teknik IVF perlu mempertimbangkan tingkat kesuksesan. Definisi tingkat kesuksesan dalam IVF adalah jumlah kehamilan yang diperoleh setelah aplikasi IVF dibagi dengan jumlah aplikasi IVF yang telah dilakukan untuk mendapatkan kehamilan. Ada beberapa variasi dalam perhitungan ini. Jumlah kehamilan yang diperoleh setelah aplikasi IVF dapat dihitung yang menghasilkan kelahiran hidup saja,  maupun jumlah keseluruhan termasuk kelahiran mati. Sedangkan jumlah aplikasi IVF yang telah dilakukan biasanya ditentukan berdasarkan siklus IVF-ET termasuk teknik IVF itu sendiri sampai pemindahan embrio ke dalam rahim.

Secara statistik, teknik IVF-ET dapat meningkatkan angka kehamilan pada pasien yang mengalami masalah infertilitas penyumbatan saluran Fallopi secara signifikan jika dibandingkan dengan teknik perawatan konvensional yang lainnya. Kehamilan spontan yang terjadi pada pasien dengan penyumbatan saluran Fallopi memiliki tingkat kelahiran hidup 1,4%, sedangkan dengan teknik IVF sekitar 8% - 12% per siklus perawatan (Corabian, 1997).

 

D.    Tujuan pelaksanaan teknik IVF – ET

Secara mendasar, teknik IVF dikembangkan untuk menolong pasutri yang mengalami infertilitas agar dapat memperoleh keturunan. Namun pada perkembangannya, teknik IVF memungkinkan manusia untuk memanipulasi sifat-sifat genetik bahkan menentukan jenis kelamin keturunannya.

Sejauh teknik IVF dilaksanakan hanya untuk menolong pasutri yang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan dalam masalah reproduksinya, teknik ini dapat diterima secara etis. Dengan memperoleh keturunan, sisi kemanusiaan pasutri yang bersangkutan akan meningkat dan teknik tersebut sama sekali tidak mengurangi nilai kemanusiaan anak yang akan dilahirkan karena proses yang terjadi di luar tubuh hanyalah pembuahan sel telur oleh sel sperma, sedangkan proses selanjutnya terjadi di dalam tubuh ibu seperti halnya kehamilan normal.

1.      Sumber sel telur dan sel sperma serta tempat transplantasi embrio

Teknik IVF memungkinkan bahwa sumber sel telur dan sel sperma tidak hanya berasal dari pasutri yang bersangkutan, melainkan dapat berasal dari donor sel telur dan donor sel sperma. Demikian pula dengan tempat transplantasi embrio. Jika rahim pasien tidak memungkinkan untuk pertumbuhan embrio, maka embrio dapat ditransplantasikan ke rahim perempuan lain (surrogate mother). Hal ini menimbulkan masalah etis.

Dipandang dari sisi etis, menurut kelompok kami, teknik IVF yang dilakukan dengan sel telur dan sel sperma dari pasutri itu sendiri dapat diterima secara etis, terlebih jika embrio yang dihasilkan ditransplantasikan kembali ke dalam rahim pemilik sel telur itu sendiri.

Donor sel telur, donor sel sperma atau gabungan keduanya dapat menghasilkan individu baru yang tidak jelas garis keturunanya, dan jika donor gamet tersebut diperoleh dari bank sperma maupun pihak-pihak lain yang tidak jelas asal usulnya secara etis sulit untuk diterima. Demikian pula  transplantasi embrio ke rahim perempuan lain yang menimbulkan banyak kesulitan, terutama tentang hak kepemilikan anak.

2.      Jumlah embrio tansplantasi dan aborsi.

Untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan, maka jumlah embrio yang ditransplantasikan biasanya lebih dari satu. Kebanyakan prosedur IVF yang telah dilaksanakan, mentransplantasikan 4 embrio ke dalam rahim. Jika dari keempatnya berhasil berkembang lebih dari satu, maka akan memicu terjadinya kehamilan kembar. Hal ini akan menimbulkan masalah, antara lain kondisi kesehatan ibu yang bersangkutan maupun janin yang dikandungnya. Biasanya untuk meningkatkan peluang tumbuh embrio terbaik, dokter melakukan aborsi terhadap embrio lain.

Menurut kelompok kami, pengguguran embrio yang dilakukan sebelum 14 hari sejak terjadinya fertilisasi masih dianggap etis. Hal itu sesuai dengan pernyataan dari ESHRE Task Force on Ethics and Law dalam jurnal The moral status of the pre-implantation embrio, bahwa pengguguran tersebut dapat diterima secara umum, karena pada umur tersebut belum terjadi diferensiasi jaringan embrio. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hadiwardoyo (1989), bahwa embrio yang berumur kurang dari 14 hari belum memiliki otak dan jantung. Dengan demikian, aborsi pada embrio yang berumur kurang dari 14 hari tidak akan mengurangi hak hidup seseorang.

3.      Kriopreservasi, donasi dan penelitian embrio pra-implantasi

Pertimbangan untuk melaksanakan pembekuan embrio pra-implantasi bukan sepenuhnya berasal dari seorang peneliti saja, akan tetapi harus mendapat persetujuan dari pasutri pemikik embrio. Pembekuan embrio yang belum ditransplantasikan, dilakukan dengan tujuan untuk mengawetkan embrio yang dianggap memiliki kondisi baik setelah melewati hasil evaluasi genetik yang digunakan sebagai cadangan.    Masalah etis yang muncul adalah apakah embrio cadangan tersebut akan dibekukan dan disimpan begitu saja?

Embrio yang telah dikriopreservasi tersebut dapat didonasikan kepada pasutri lain atau digunakan sebagai bahan penelitian. Dilihat dari sudut etis, seperti yang telah dijelaskan di muka sangatlah sulit jika embrio yang merupakan calon manusia tersebut didonasikan kepada pasutri lain, sekalipun keduanya masih memiliki hubungan saudara. Hal ini juga didasarkan pada alasan bahwa embrio manusia bukan merupakan barang yang dapat dengan mudah diberikan kepada orang lain.

Menurut kelompok  kami, secara etis penelitian terhadap embrio masih mungkin untuk dilaksanakan, sejauh  mendapat persetujuan dari pasutri pemilik embrio dan embrio mempunyai umur tidak lebih dari 14 hari setelah fertilisasi (tanpa memperhitungkan lamanya waktu pembekuan). Meskipun embrio merupakan calon manusia, namun seperti halnya aborsi yang dibahas sebelumnya, pengguguran embrio yang belum mengalami diferensiasi jaringan, dan belum memiliki otak serta jantung tidak mengurangi hak hidup dan nilai kemanusiaan. Penelitian terhadap embrio ini akan memberikan sumbangan yang sangat berguna bagi pengembangan teknik IVF, sehingga dapat meningkatkan peluang keberhasilannya.

 

E.     Masalah – Masalah Yang Muncul Dalam Penerapan Teknik IVF-ET

Masalah utama dalam kehamilan yang berasal dari teknik IVF adalah peningkatan kemungkinan kehamilan kembar yang disebabkan oleh penggunaan hormon yang merangsang ovarium, serta transplantasi lebih dari satu embrio yang dimaksudkan untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan. Tingkat kehamilan kembar berkisar antara 17,3% - 38%. Angka tersebut lebih besar secara signifikan jika dibandingkan dengan tingkat kehamilan kembar yang terjadi pada kehamilan spontan yaitu sebesar 1% (Corabian, 1997).

Menurut Koivurova, dkk. (2002), kehamilan kembar merupakan faktor risiko penting yang memicu kelahiran prematur, kelahiran dengan berat badan yang rendah, dan masa kehamilan yang singkat. Bayi yang lahir dengan kondisi tersebut memerlukan perawatan medis intensif yang lebih lama jika dibandingkan dengan bayi dari proses kehamilan spontan. Selain peningkatan angka kehamilan kembar, teknik IVF juga berakibat pada kelahiran dengan penyakit tertentu (misalnya infeksi kelahiran, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, gangguan pernapasan, pertumbuhan paru-paru yang tidak normal, dan pendarahan pada otak), serta kelahiran bayi dengan kelainan organ tubuh bawaan.

Di Finlandia, teknik IVF dipantau melalui metode MBR (Medical Birth Register), yang dikelola oleh STAKES, suatu badan yang bergerak dalam bidang pengembangan kesejahteraan dan kesehatan nasional, sejak tahun 1987. MBR mendata angka kelahiran bayi yang berhasil dilahirkan dengan bantuan teknik IVF. Dari hasil penelitian Gissler, dkk. (2004), diperoleh data bahwa kelahiran prematur sebesar 17%, insiden kelahiran dengan berat badan rendah sebesar 19% dan kelahiran dengan masa kehamilan yang singkat sebesar 6,9%, masing-masing untuk kehamilan tunggal. Selain kelahiran hidup, Gissler, dkk. (2004)  juga mengemukakan bahwa teknik IVF juga membawa risiko kematian janin pada sekitar masa kelahiran (perinatal mortality), yaitu sebesar 12 kasus dalam 1000 kehamilan tunggal. Sedangkan untuk kehamilan kembar, persentase kasus kelahiran prematur sebesar 49%, dan insiden kelahiran dengan berat badan rendah sebesar 46%. Tingginya angka ini antara lain disebabkan karena terjadinya kasus kembar tiga (triplet), kembar empat (quadruplet), dan seterusnya.

Kelainan organ tubuh bawaan yang tercatat oleh MBR dalam penelitian Gissler, dkk. (2004) adalah sebesar 422 kasus dalam 10.000 kelahiran. Angka tersebut lebih besar secara signifikan jika dibandingkan dengan tingkat cacat organ tubuh bawaan pada populasi secara umum yaitu sebesar 288 kasus dalam 10.000 kelahiran. Cacat bawaan yang mungkin terjadi misalnya trisomi 21, bibir sumbing, dan kerusakan sel-sel saraf.

Dari hasil penelitiannya, Koivurova, dkk. (2002) menyimpulkan bahwa risiko kelahiran prematur pada kehamilan dengan teknik IVF hampir enam kali lipat lebih besar daripada yang terjadi pada populasi secara umum, kelahiran dengan berat badan rendah hampir sepuluh kali lipat lebih tinggi, dan kelahiran dengan penyakit tertentu lebih dari dua kali lipat dari kondisi yang terjadi pada populasi secara umum. Dengan demikian, jumlah embrio yang ditransplantasikan kembali ke dalam rahim harus dibatasi agar risiko terjadinya kehamilan kembar pun dapat dikurangi.

Teknik standar IVF dapat dimodifikasi dalam bentuk kriopreservasi, yang memungkinkan kelebihan embrio dapat disimpan dalam suhu yang rendah dan dipindahkan pada siklus IVF berikutnya, sehingga dapat dilakukan lebih dari satu kali transfer embrio dari proses stimulasi ovarium yang sama. Kriopreservasi ini dimaksudkan untuk meminimalisasi risiko pembelahan ganda yang dapat memicu kehamilan kembar jika digunakan lebih dari empat embrio (Dulioust, dkk. 1999).

Dari hasil penelitian, kriopreservasi tidak memicu kelainan mayor maupun penyakit pada embrio yang dibekukan, bahkan ketika embrio tersebut ditransplantasikan kembali ke dalam rahim, dilahirkan dan menjadi dewasa. Hal ini dikemukakan pula oleh ESHRE (European Society of Human Reproduction and Embriology) 2001, suatu lembaga yang bergerak di bidang yang berhubungan dengan reproduksi manusia dan embriologi, bahwa tidak ada bukti-bukti konkrit yang menunjukkan bahwa kriopreservasi merupakan prosedur yang membahayakan untuk masa depan embrio tersebut. 

 

F.     Pandangan Etis Terhadap IVF – ET

Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang biologi yang berkembang sangat cepat ternyata menimbulkan berbagai tanggapan di kalangan masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang setuju namun ada sebagian pula yang menentang hal itu. Kesan pro dan kontra merupakan tanggapan dari munculnya teknologi-teknologi baru. Berbagai perkembangan teknologi inilah yang mengakibatkan banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.

Masalah etis suatu perkembangan teknologi merupakan dampak dari perkembangan teknologi itu sendiri. Pertanyaan mengenai etis atau tidaknya suatu masalah akan muncul pada saat kita dihadapkan pada situasi-situasi khusus. Dalam bidang bioteknologi tidak ada batasan-batasan yang jelas mengenai etis atau tidaknya suatu masalah. Dua golongan pendapat ini tidak bisa hanya dijawab dengan jawaban singkat, bahwa salah satu dari keduanya adalah benar. Bisa saja golongan pro dapat dianggap etis dan golongan kontra dianggap tidak etis, demikian pula sebaliknya, tergantung dipandang dari sudut pandang apa?.  Memang kedua pilihan tersebut di atas tidak ada yang sempurna, masing-masing pasti memiliki kelebihan dan kekuranggan. Dalam menyikapi masalah tesebut kita perlu membuat rumusan-rumusan atau batasan-batasan tentang posisi etis atau tidaknya. Batasan etis ini diharapkan membantu memudahkan dalam pengambilan keputusan.

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovariumdan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.

Inseminasi buatan atau bayi tabung secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu : pembuahan di dalam rahim dan pembuahan di luar rahim.

Teknik bayi tabung dan inseminasi buatan yang dibenarkan menurut moral dan hukum islam adalah teknik yang tidak melibatkan pihak ketiga serta perbuatan itu dilakukan karena adanya hajat dan tidak untuk main-main atau percobaan. Sedangkan teknik bayi tabung atau inseminasi buatan yang melibatkan pihak ketiga hukumnya haram.

Mengenai status anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau ovum menurut hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi UU Perkawinan pasal 42 No.1/1974 : ” Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah ” maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah. Tetapi inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor tidak di izinkan karena tidak sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1.

 

B.     Saran

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan bahwa dalam melakukan bayi tabung dapat sesuai prosedur yang telah ditentukan. Dan juga dapat menaati aturan yang telah ada. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. 


DAFTAR PUSTAKA

 

Corabian, P. 1997. In vitro fertilization and embrio transfer as a treatment for infertility - Technology Assessment Report. Alberta Heritage Foundation for Medical Research.

Dulioust, E. Busnel, M. C., Carlier, M., Roubertoux, P., Auroux, M., 1999.  Embrio cryopreservation and development: facts, questions and responsibility. Human Reproduction. 14, 1141-1145.

ESHRE Task Force on Ethics and Law. 2001. The moral status of the pre-implantation embrio. Human Reproduction. 16, 1046-1048.

Gissler, M., Klemetti, R., Sevón, T., and Hemminki, E., 2004. Monitoring of IVF birth outcomes in Finland: a data quality study. BMC Medical Informatics and Decision Making. 4, 3.

Hadiwardoyo, A. P. 1989. Etika Medis. Kanisius. Yogyakarta.

Henkel, R. R. and Schill, W. B., 2003. Sperm preparation for ART.Reprod Biol Endocrinol. 1, 108.

http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/330/hukum-inseminasi-buatan-bayi-tabung/  Diakses : 15-05-2015 : 10.31

https://keperawatanreligionirinegemasari.wordpress.com/ Diakses : 15-05-2015 : 10.30

https://syavy.wordpress.com/2013/06/10/bayi-tabung-menurut-hukum-islam/

https://syavy.wordpress.com/2013/06/10/bayi-tabung-menurut-hukum-islam/ Diakses : 15-05-2015 : 10.40

Koivurova, S., Hartikainen, A. L., Gissler, M., Hemminki, E., Sovio, U., Järvelin, M. R., 2002. Neonatal outcome and congenital malformations in children born after in-vitro fertilization. Human Reproduction. 17, 1391-1398.

Paladin, 1971. Human Reproduction from the Science Journal.  Granada. London.

No comments:

Post a Comment