Saturday 13 November 2021

LAPORAN PRAKTEK LAPANG TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN SAWI PAGODA (Brassica narinosa) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DFT (NUTRIENT FLOW TECHNIQUE)

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

1.1  Latar Belakang........................................................................................... 1

1.2  Tujuan Praktek Lapang.............................................................................. 3

1.3  Manfaat Praktek Lapang............................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4

2.1  Sistematika Tanaman Sawi Pagoda............................................................. 4

2.2  Morfologi Tanaman Sawi........................................................................... 4

2.3  Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Pagoda...................................................... 5

2.4  Budidaya Sawi Pagoda Dengan Hidroponik Sistem DFT............................ 6

2.5  Hidroponik Sistem NFT (Nutrient Film Technique).................................... 7

2.6  Pupuk Nutrisi AB Mix................................................................................ 8

BAB III METODE PELAKSANAAN.................................................................. 10

3.1  Tempat dan Waktu..................................................................................... 10

3.2  Alat dan Bahan........................................................................................... 10

3.3  Pelaksanaan................................................................................................ 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 15

4.1  Hasil Pengamatan....................................................................................... 15

BAB V PENUTUP................................................................................................ 18

5.1  Kesimpulan................................................................................................ 18

5.2  Saran.......................................................................................................... 18

LAMPIRAN.......................................................................................................... 20


 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Tanaman sawi pagoda (Brassica narinosa) memiliki daun berwarna hijau pekat, banyak mengandung vitamin, mineral, dan serat. Sesuai dengan pendapat Balitbangtan, (2018) bahwa sayuran berwarna mengandung zat-zat penting didalamnya yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan pemenuhan nilai gizi bila dikonsumsi. Lebih lanjut menurut Wikipedia, (2020) bahwa tanaman ini berasal dari tiongkok yang lebih dikenal dengan nama lain ta ke chai, memiliki bentuk daun oval dengan warna yang indah dan unik.

Sawi pagoda bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya layak untuk dikembangkan atau diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen serta adanya peluang pasar. Kelayakan pengembangan budidaya sawi antara lain ditunjukkan oleh adanya keunggulan komparatif kondisi wilayah tropis Indonesia yang sangat cocok untuk komoditas tersebut, disamping itu, umur panen sawi relatif pendek yakni 40-50 hari setelah tanam dan hasilnya memberikan keuntungan yang memadai (Rahman et al., 2008). Selain itu, aspek teknis, ekonomi dan sosial juga sangat mendukung pengusahaan sayur di negeri kita. Ditinjau aspek teknis, budidaya sawi tidak terlalu sulit (Haryanto et al., 2006).

Salah satu faktor penting dalam budidaya yang menunjang keberhasilan hidup tanaman adalah masalah pemupukan. Masalah umum dalam pemupukan adalah rendahnya efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman. Efisiensi pemupukan N dan K tergolong rendah, berkisar antara 30-40%. Efisiensi pemupukan P oleh tanaman juga rendah, berkisar 15-20% (Suwandi, 2009). Tanaman tidak cukup hanya mengandalkan unsur hara dari dalam tanah saja. Oleh karena itu, tanaman perlu diberi unsur hara tambahan dari luar, yaitu berupa pupuk (Prihmantoro, 2001). Upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dapat ditempuh melalui prinsip tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu aplikasi, dan berimbang sesuai kebutuhan tanaman (Syafruddin et al., 2009).

Untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman sayuran membutuhkan hara esensial selain radiasi surya, air, dan CO2. Unsur hara esensial adalah nutrisi yang berperan penting sebagai sumber unsur hara bagi tanaman. Ketersediaan masing-masing unsur tersebut di dalam tanah berbeda antar tanaman (Suwandi, 2009).

Nutrisi AB mix dikenal dalam budidaya hidroponik. Penamaan ini diambil dari dua jenis nutrisi yang digunakan. Tujuannya untuk memudahkan dalam mengingat nama nutrisi.

Nutrisi A mewakili unsur makro hara dan nutrisi B mewakili unsur mikro hara. Beberapa unsur makro hara yang dimaksud mengandung N (nitrogen), P (fosfor), K (kalium, Mg (magnesium), dan lain sebagainya. Sementara contoh nutrisi unsur mikro hara antara lain: Fe (besi), Cu (tembaga), Cl (khlor), dan lainnya.

Menurut jenisnya, nutrisi AB mix, terdiri dari dua bentuk: cairan dan butiran. Mana yang mesti kita pilih? Sebenarnya, membeli nutrisi dalam bentuk butiran lebih menguntungkan bagi pembudidaya karena harganya lebih murah dibandingkan dengan nutrisi dalam bentuk cairan.

1.2  Tujuan Praktek Lapang

Adapun tujuan dari praktek lapang ini yaitu untuk mengetahui respon pertumbuhan dan hasil Sawi Pagoda dengan cara sistem hidroponik DFT.

 

 

1.3  Manfaat Praktek Lapang

Adapun manfaat dari praktek lapang ini yaitu dapat mengetahui respon pertumbuhan dan hasil Sawi Pagoda dengan cara sistem hidroponik DFT.

 


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1. Sistematika Tanaman Sawi Pagoda

Secara Taksonomi sawi pagoda dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom                     : Plantae

Divisio                         : Angiosperms

Sub division                : Eudicots

Kelas                           : Rosids

Sub kelas                     : Brassicales

Family                         : Brassicaceae

Genus                          : Brassica

Speciesnya                  : Brassica narinosa L.

 

2.2. Morfologi Tanaman Sawi

Tanaman pagoda memiliki sistem perakaran tunggang yang menguatkan tumbuhnya tanaman dan memiliki cabang-cabang akar yang berbentuk bulat panjang dan menyebar keseluruh arah hingga kedalaman kurang lebih 30 – 50 cm. Akar sawi pagoda berfungsi sebagai penghisap air dan zat makanan dari dalam tanah. Sawi pagoda berbatang pendek dan beruas-ruas sehingga batangnya tidak terlihat jelas yang memiliki fungsi sebagai pembentuk dan penopang daun serta batang berwarna hijau muda.

Sawi pagoda memiliki struktur bunga yang tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang dan bercabang banyak. Pada tiap kuntum bunga Sawi pagoda memiliki empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua, memiliki daun berbentuk flat rosette yang dekat dengan tanah, berwarna hijau tua, lunak serta daun berbentuk seperti sendok. Biji sawi pagoda berbentul bulat kecil-kecil berwarna coklat kehitaman, memiliki permukaan licin, mengkilap dan keras.

 

2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Pagoda

2.3.1.      Tanah

Tanah yang cocok untuk budidaya sawi pagoda adalah tanah liat, berpasir, cukup lembab, gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya antara pH 6 sampai 7. Dan membutuhkan hawa yang sejuk sehingga dapat tumbuh di dataran tinggi pada suhu 10°C sampai 25°C dan tumbuh optimal pada suhu 18°C dengan ketinggian tempat mulai 500 mdpl hingga 1.200 mdpl.

2.3.2.      Iklim

Kelembaban yang dibutuhkan untuk budidaya adalah 80% sampai 90%. Tanaman sawi-sawian adalah tanaman yang tolerir terhadap hujan dengan kebutuhan curah hujan 1000 sampai 1500 mm/tahun. Pada musim kemarau sawi pagoda dapat ditanam dengan menjaga tingkat kelembaban yaitu tanaman disiram secara teratur. Sawi pagoda tidak suka dengan air yang mengenang dan sawi pagoda sangat suka dengan penyinaran yang utuh untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannnya.

 

2.4. Budidaya Sawi Pagoda Dengan Sistem Hidroponik

Hidroponik berasal dari kata Hydro (air) dan Ponics (pengerjaaan), sehingga hidroponik bisa diartikan bercocok tanam dengan media tanam air. Pada awalnya orang mulai menggunakan air sebagai media tanam mencontoh tanaman air seperti kangkung, sehingga kita mengenal tanaman hias yang ditanam dalam vas bunga atau botol berisi air. Sejarah hidroponik dimulai pada 3 abad yang lalu, pada tahun 1669 di Inggris sudah dilakukan pengujian tanaman hidroponik dalam laboratorium.

Kemajuan yang sangat berpengaruh terjadi pada tahun 1936, Dr. W.F. Gericke di California (AS) berhasil menumbuhkan tomat setinggi 3 m dan berbuah lebat dalam bak berisi air mineral. Pada tahun 1950 Jepang secara besar-besaran menyebarkan cara bercocok tanam hidroponik untuk mensuplai sayuran bagi tentara pendudukan Amerika Serikat. Dari sini hidroponik terus menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia hidroponik mulai dikembangkan pada sekitar tahun 1980.

Hidroponik adalah metode penanaman tanaman tanpa menggunakan media tumbuh dari tanah. Secara harafiah hidroponik berarti penanaman dalam air yang mengandung campuran hara. Dalam praktiknya sekarang ini, hidroponik tidak terlepas dari penggunaan media tumbuh lain yang bukan tanah sebagai penopang pertumbuhan tanaman.

 

 

Menurut Raffar (1993), sistem hidroponik merupakan cara produksi tanaman yang sangat efektif. Sistem ini dikembangkan berdasarkan alasan bahwa jika tanaman diberi kondisi pertumbuhan yang optimal, maka potensi maksimum untuk berproduksi dapat tercapai. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan sistem perakaran tanaman, di mana pertumbuhan perakaran tanaman yang optimum akan menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat tinggi. Pada sistem hidroponik, larutan nutrisi yang diberikan mengandung komposisi garam-garam organik yang berimbang untuk menumbuhkan perakaran dengan kondisi lingkungan perakaran yang ideal.

Hidroponik, menurut Savage (1985), berdasarkan sistem irigasisnya dikelompokkan menjadi: (1) Sistem terbuka dimana larutan hara tidak digunakan kembali, misalnya pada hidroponik dengan penggunaan irigasi tetes drip irrigation atau trickle irrigation, (2) Sistem tertutup, dimana larutan hara dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi. Sedangkan berdasarkan penggunaan media atau substrat dapat dikelompokkan menjadi (1) Substrate Sistem dan (2) Bare Root Sistem.

 

2.5. Hidroponik Sistem DFT (Nutrient Film Technique)

Deep Flow Technique atau biasa disebut DFT adalah system hidroponik yang meletakkan akar tanaman pada lapisan air pada kedalaman air berkisar 4-6 cm, dan merupakan system yang mudah dipasang dilahan sempit, luas, maupun lahan vertical. Sistem DFT membutuhkan tenaga listrik untuk mensirkulasikan air kedalam talang-talang dengan menggunakan popmpa air dan untuk menghemat listrik dapat menggunakan timer untuk mengatur waktu hidup dan mati pompa.

System DFT mempunyai kelebihan salah satunya pada saat aliran arus listik padam maka larutan nutrisi tetap tersedia hal ini karena system ini diatur kedalam nutrisinya sampai 6 cm. Adapun keunggulan lainnya contoh pemakaian listrik lebih hemat dan tanaman tidak mudah kering/mati.

Selain mempunyai kelebihan pasti ada kelemahannya contohnya apabila seluruh akar terendam akan mengakibatkan busuk karena area akar tidak mendapatkan suplay oksigen yang cukup, oksigen bagi tanaman lebih sedikit, biaya lebih mahal, jika listrik mati biasanya tando air akan luber sehingga nutrisi menjadi terbuang, kemungkinan bias dijadikan sarang nyamuk apabila tidak melakukan pengecekan / pembersihan pipa secara rutin, dan jika pemasangan tidak sesuai / tidak sempurna memungkinkan akan adanya kebocoran pada sambungan PVC.

Prinsip dasar system DFT sangat mudah yaitu mensirkulasi larutan nutrisi tanaman secara terus menerus selama 24 jam pada rangkaian aliran tertutup, Dalam system DFT ada 2 bagian yaitu bagian media tanaman dan bagian tandon nutrisi serta alirannya. Biasanya jenis tanaman yang menggunakan system DFT adalah sayur-sayuran, contoh brokoli, bayam, kangkong, tomat, bawang, sawi, bak choy, kalian, kadang juga stowberry, dan lain-lain.

 

2.6. Nutrisi Tanaman

Budidaya sayuran daun secara hidroponik umumnya menggunakan larutan hara berupa larutan hidroponik standar (AB mix), (Nugraha & Susila, 2015). Ramadiani dan Susila (2014) menyimpulkan bahwa pupuk majemuk NPK 15:15:15 dengan konsentrasi N yang disetarakan dengan larutan hara AB mix dapat digunakan pada budidaya kangkung, caisin, dan kailan secara hidroponik. Kebutuhan hara berdasar suplai dari luar, larutan nutrisi yang diberikan terdiri atas garam-garam makro dan mikro yang dibuat dalam larutan stok A dan B. Larutan nutrisi stok A terdiri atas unsur N, P, K, Ca, dan Fe, sedangkan stok B terdiri atas unsur Mg, S, B, Mn, Cu, Na, Mo, dan Zn. Selain itu, nutrisi yang terdiri dari unsur hara makro dan mikro merupakan hara yang mutlak diperlukan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman (Karsono dkk., 2002).

Laju pertumbuhan tanaman diatur oleh adanya faktor yang berada dalam jumlah minimum dan besar kecilnya laju pertumbuhan ditentukan oleh peningkatan dan penurunan faktor yang berada dalam jumlah minimun tersebut, contoh apabila N, P dan K dicukupi maka untuk mencapai hasil yang tinggi belerang dan sulfur menjadi faktor pembatas (Agustina, 2004) Nutrisi AB mix adalah nutrisi yang digunakan dibagi menjadi dua stok yaitu stok A dan stok B. Stok A berisi senyawa yang kalsium hidroksisda di Ca, sedangkan Stok B berisi senyawa yang mengandung sulfat dan fosfat. Pembagian tersebut dimaksudkan agar dalam kondisi pekat tidak terjadi endapan, karena Ca jika bertemu dengan sulfat atau fosfat dalam keadaan pekat menjadi kalsium sulfat atau kalsium fosfat dan membentuk endapan (Sutiyoso, 2004).

Menurut Kusumawardhani dan Widodo (2003), larutan nutrisi untuk budidaya hidroponik dapat diramu sendiri dari berbagai bahan kimia, namun memerlukan ketelitian dan keterampilan yang tinggi. Biaya yang harus dikeluarkan relatif besar bila hanya digunakan dalam skala kecil. Bahan kimia untuk meramu nutrisi yang tersedia di pasaran biasanya dalam kemasan besar atau paket minimal tertentu, sehingga bagi petani dan masyarakat umum, budidaya dengan sistem hidroponik masih dinilai mahal. Penggunaan pupuk majemuk NPK, pupuk majemuk lengkap, serta pupuk organik cair sebagai nutrisi hidroponik diduga dapat dilakukan dengan catatan mengandung nutrisi yang cukup dan sesuai kebutuhan tanaman.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE PELAKSANAAN

 

3.1. Tempat dan Waktu

Adapun tempat pelaksanaan praktek lapang ini pada lahan Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Meuraxa, Gampong Asoe Nanggroe, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh dimulai sejak tanggal 14 November 2020 – 22 Januari 2021.

 

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1.      Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktek lapang ini yaitu Pompa Aquarium 103, rak penanaman, gergaji kecil,

3.2.2.      Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah Air bersih, nutrisi AB mix, rockwool, net pot, wadah persemaian, ember, dan benih sawi pagoda. 

 

3.3.Pelaksanaan

3.3.1.      Penyemaian Benih

Ada beberapa tahap yang dilakukan sebelum benih yang disemai, tahapan ini dilakukan agar benih yang kita tanam akan tumbuh baik dan subur. Tahapan penyemaian tersebut antaranya :

-          Potong Rockwool terlebih dahulu dengan ukuran netpot yang di pakai

-          Lembabkan Rockwool yg sudah di potong potong tadi

-          Setelah itu di lobangkan Rockwool

-          Isi 1 atau 2 benih kedalam Rockwool

-          Penyiraman bibit setelah usia 1 minggu baru menggunakan air nutrisi.

-          Pemindahan bibit tanaman dari persemaian dilakukan selama satu minggu dipersemaian atau sampai akar keluar satu atau dua dari polikap.

-          Cahaya yang baik untuk penanaman tanaman selama di plot berkisar

antara 50 sampai 70 %.

 

3.3.2.      Perawatan Penyemaian

Perawatan persemaian meliputi penyiraman, penjarangan bibit, serta pencegahan hama dan penyakit. Bibit di persemaian harus mendapatkan air yang cukup dan teratur untuk pertumbuhannya, sehingga persemaian perlu dijaga agar tidak kering dan tidak terlalu basah. Caranya disemprot dengan semprotan air yang halus (gunakan alat spray), dilakukan 1 - 2 kali sehari (pagi dan sore) tergantung kondisinya.

 Jika kondisi media tanamnya lembab, penyemprotan air cukup sekali sehari, bahkan cukup 2 hari sekali. Kelebihan penyiraman cenderung lebih berdampak negatif dibandingkan kekurangan penyiraman.

 

3.3.3        Persiapan Pemindahan Ke Netpot

Sebelum tanaman sayuran dipindahkan kedalam netpot yang tersedia, ada beberapa hal yang harus dilakukan agar tanaman yang dipindahkan akan tumbuh dengan baik dan subur, persiapan yang harus dilakukan :

-          Pastikan sistem DFT berfungsi dengan baik dan tidak bocor.

-          Pastikan pengairan tidak tersumbat.

-          Jika tersumbat, gunakan benda keras untuk membuka jalan air.

-          Pastikan palong air bersih dan tidak berlumut.

-          Pastikan bak penampung air tidak belumut.

-          Pastikan air di bak DFT sudah terisi.

-          Pastikan tanaman yang  dipindahkan kedalam plot tanaman sehat.

 

3.3.4        Cara Penanaman

-          Tanaman yang sudah terisi memiliki akar lebih dari 1 dibawah polikap atau sudah keluar sekitar 1 cm, diletakkan kedalam lubang yang ada palong.

-          Akar yang sudah keluar gunanya untuk menyerap air.

-          Peletakkan polikap dalam palong harus menyentuh lantai palong agar tanaman bisa mendapatkan air yang mengalir dibawah palong.

-          Selain untuk akar tanaman dapat mendapatkan air, tujuan peletakkan polikap sampai kedasar palong, agar media tanam mendapatkan air, sehingga media senantiasa lembab.

-          Penanaman yang paling bagus dilakukan pada sore hari.

 

3.3.5        Cara Perawatan Tanaman Dalam Plot

Setelah tanaman ditanam kedalam aplong, ada beberapa hal yang harus dilakukan agar tanaman yang ditanam bisa berhasil sampai panen.

Setiap hari, aliran air harus dilihat agar tidak tersumbat, jika tersumbat lakukan perbaikan dengan menusukkan benda keras kedalam lobang aliran air. Pastikan air nutrisi dalam bak senantiasa penuh. Jika air sudah berkurang sampai batas minimal, segera isi kembali air sampai penuh, baru diberikan nutrisi. Jangan sampai bak kering karena bisa menyebabkan aerator rusak. Jika tanaman yang mati, segera diambil karena bisa menularkan penyakit, dan segera disulam agar tanaman tumbuh serentak.

3.3.6        Panen Sayuran Sawi Pagoda

Panen dilakukan pada usia 60 - 80 hari setelah tanam kedalam palong, panen dilakukan pada pagi dan sore hari, untuk menghindari berkurangnya bobot tanaman perbatangnya. Pemanenan dilakukan dengan memotong batang yang paling bawah, dengan menggunakan gunting biasa dan gunting stek, gunting harus steril, ini berguna agar bekas luka tidak mudah busuk, gunakan keranjang buah untuk memudahkan pemanenan agar tanaman tidak rusak.

Pisahkan tanaman yang rusak dan yang bagus,sortir daun bawah yang terlihat kuning setelah dilakukan sortir, tanaman ditimbang untuk mencari berat yang dibutuhkan pasar kemudian masukkan kedalam plastik putih ukuran 5 kg baru dilakukan peking dengan stepler.

3.3.7        Pengamatan

1.      Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan 1 minggu setelah dipindahkan dari persemaian ke plot, dengan interval 1 minggu sekali. Pengukuran dengan menggunakan meteran dimulai dari pangkal tanaman sampai kehelai daun yang tertinggi. Data yang diperoleh dianalisis dan ditampilkan dalam bentuk tabel.

 

 

2.      Jumlah Daun (helai)

Untuk pengamatan jumlah helai daun dihitung secara keseluruhan pada tanaman sampel mulai 1 minggu setelah penanaman dengan interval waktu satu minggu sekali sebanyak satu kali pengamatan. Daun yang dihitung adalah daun yang telah terbentuk atau membuka sempurna pada saat pengamatan. Data yang diperoleh dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk tabel.

3.      Lebar Daun

Untuk pengamatan jumlah helai daun dihitung secara keseluruhan pada tanaman sampel mulai 2 minggu setelah penanaman dengan interval waktu satuminggu sekali sebanyak satu kali pengamatan.Daun yang dihitung adalah daun yang telah terbentuk atau membuka sempurna pada saat pengamatan. Data yeng diperoleh dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk tabel.

4.      Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi dilakukan sebelum pemindahan tanaman, dimana isi dari bak air sebanyak 50 liter, dengan jarak setiap plot tanaman 20 cm, jarak palang air 10 cm.

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

4.1. Hasil Pengamatan

4.1.1.      Tinggi Tanaman Sawi pagoda

Pengaplikasian menggunakan pupuk nutrisi AB mix dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman pada tanaman sawi pagoda dengan sistem hidoponik DFT, berikut tabel data pertumbuhan tinggi tanaman sawi pagoda.

Tabel 1. Tinggi Tanaman Sawi Pagoda pada umur 14, 21, 28, 35, dan 45 Hari Setelah Tanam (HST) menggunakan nutrisi AB mix tanpa pupuk tambahan.

 

Tinggi Tanaman Sawi Pagoda

 

T1

T2

T3

T4

T5

M1

6 cm

8 cm

7 cm

7 cm

6 cm

M2

7 cm

8,9 cm

8,2 cm

8,5 cm

7,6 cm

M3

8,9 cm

10,8 cm

10,7 cm

10,2 cm

8,5 cm

M4

9,3 cm

11,6 cm

11,5 cm

11.3 cm

10 cm

M5

12 cm

12,5 cm

12,1 cm

13,3 cm

11,8 cm

 

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman pada setiap umur menunjukkan perbedaaan, namun secara umum tanaman tertinggi dijumpai pada tanaman T4, perubahan tinggi tanaman setelah 2 minggu diukur pertama pada umur 14 hari.

 

 

 

 

4.2.2.      Jumlah Daun Tanaman Sawi Pagoda

Pengaplikasian menggunakan pupuk nutrisi AB mix dapat meningkatkan pertumbuhan jumlah daun pada tanaman sawi pagoda, berikut tabel data pertumbuhan jumlah daun tanaman sawi pagoda.

Tabel 2. Jumlah Daun Tanaman Sawi Pagoda pada umur 14, 21, 28, 35, dan 45 Hari Setelah Tanam (HST), menggunakan nutirsi AB mix tanpa pupuk tambahan.

 

Jumlah Daun Tanaman Sawi Pagoda

T1

T2

T3

T4

T5

M1

9 Daun

8   Daun

7 Daun

9 Daun

8 Daun

M2

10 Daun

10 Daun

9 Daun

10 Daun

9 Daun

M3

14 Daun

13 Daun

15 Daun

14 Daun

17 Daun

M4

16 Daun

15 Daun

18 Daun

17 Daun

19 Daun

M5

19 Daun

21 Daun

10 Daun

22 Daun

23 Daun

 

Dari kelima tanaman sawi pagoda yang diamati dapat dilihat pertumbuhan jumlah daun tanaman sawi pagoda dari setiap minggu semakin meningkat. Dari lima (5) tanaman, jumlah daun tanaman terbanyak ditunjukkan pada tanaman T5 sebanyak 23 daun.

 

4.4.3        Lebar Daun Tanaman sawi Pagoda

Pengaplikasian menggunakan pupuk nutrisi AB mix dapat meningkatkan pertumbuhan jumlah daun pada tanaman sawi pagoda, berikut tabel data pertumbuhan jumlah daun tanaman sawi pagoda.

 

Tabel 3. Lebar daun tanaman sawi pagoda pada umur 14, 21, 28, 35, dan 45 Hari Setelah Tanam (HST), menggunakan nutirsi AB mix tanpa pupuk tambahan.

Lebar Daun Tanaman Sawi Pagoda

 

T1

T2

T3

T4

T5

M1

2 cm

2 cm

2 cm

2 cm

2,1 cm

M2

2,3 cm

2,5 cm

2,5 cm

2,3 cm

2,5 cm

M3

3 cm

2,7 cm

2,9 cm

2,6 cm

3,1 cm

M4

3,5 cm

3,6 cm

3,4 cm

3 cm

3,5 cm

M5

4 cm

4,2 cm

3,6 cm

3,5 cm

3,8 cm

 

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata lebar daun tanaman pada setiap umur menunjukkan perbedaaan, namun secara umum lebar daun tanaman dijumpai pada tanaman T2, perubahan lebar daun tanaman setelah 2 minggu diukur pertama pada umur 14 hari.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

5.1  Kesimpulan

Pemberian larutan nutrisi Abmix dapat memberikan hasil yang baik terhadap respon dan pertumbuhan pada tanaman sawi pagoda untuk pertumbuhan tinggi, jumlah daun dan lebar daun. Faktor yang berpengaruh terhadap kualitas yang dihasilkan diantaranya adalah unsur hara. Tanaman membutuhkan 16 unsur hara/nutrisi untuk pertumbuhan yang berasal dari udara, air, dan pupuk atau nutrisi.

Tercukupinya kebutuhan hara tanaman akan menghasilkan produk dengan kualitas dan nilai ekonomis yang tinggi. Fitter et al. (1994) menambahkan rendahnya ketersediaan unsur hara akan memperlambat pertumbuhan tanaman. Masing-masing unsur hara mempunyai fungsi dan proses fisiologis tanaman, seperti nitrogen yang mempunyai peranan sangat besar dalam pertumbuhan tanaman. 

 

5.2  Saran

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas, disarankan menggunakan nutrisi AB mix agar mendapatkan hasil yang baik dalam pertumbuhan tanaman sawi pagoda tersebut.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonim, 2019. Cara Budidaya Sawi Pagoda Secara Hidroponik Dengan Sistem DFT https://www.faunadanflora.com/cara-menanam-sawi-pagoda-secara-hidroponik-dengan-sistem-DFT,

Azizah, K., 2020. Cara Bercocok Tanam Hidroponik Mudah Untuk Pemula.

https://www.merdeka.com/trending/cara-bercocok-tanam-hidroponik-mudah-untuk-pemula-kln.html

Bayu WN, 2017. Cara Mudah Menanam Pagoda Sistem DFT

di http://hidroponikpedia.com/cara-mudah-menanam-pagoda-sistem-DFT/

Bayu WN, 2018. 5 macam Sistem Hidroponik. http://hidroponikpedia.com/5-macam-sistem hidroponik/

Halim, J. 2017. 6 Teknik Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hamli, F., Iskandar M.L., dan Ramal Y. 2015. Respon pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.) secara hidroponik terhadap komposisi media tanam dan konsentrasi pupuk organik cair. E.J. Agroekotekbis 3 (3): 290 – 296.

Mutiarawati, L, 2016.Sawipagodahttps://luthfiyyahmutiarawati.wordpress.com     Warman., Syawaluddin dan Imelda S.H. 2016. Pengaruh perbandingan jenis larutan hidroponik dan m e d i a t a n a m t e r h a d a p p e rt u m b u h a n s e rt a h a s i l p r o d u k s i t a n a m a n s a w i (Brassica juncea. L) drif irrigation system. J. Agrohita, 1 (1): 28 – 53. /2016/10/31/sawi-pagoda/ 

Margiyanto, 2010. Budidaya Tanaman Sawi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment