Sunday 5 December 2021

Makalah EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONETER

 

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1            Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2  Rumusan Masalah.......................................................................................... 1

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2

2.1  Pengertian Kebijakan Moneter....................................................................... 2

2.2    Pengertian Efektifitas Kebijakan Moneter................................................... 2

2.3    Intsrumen Kebijakan Moneter....................................................................... 3

2.4  Indikator Kebijakan Moneter......................................................................... 5

2.5  Tolak Ukur Stabilitas Moneter....................................................................... 6

2.6  Teori Efektifitas Kebijakan Moneter.............................................................. 9

2.7    Perdebatan Tentang: Rules Vs Discretion..................................................... 9

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 10

3.1      Kesimpulan.............................................................................................. 10

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 11


BAB I PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Kebijaksanaan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan ekonomi tetapi kebijakan moneterlah yang merupakan faktor yang dapat dikontrol oleh pemerintah sehingga dengan demikian dapat dipakai untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi. Apabila pemerintah memandang bahwa tujuan pembangunan ekonomi tidak seperti yang diharapkan, misalnya adanya pengangguran yang tinggi, inflasi atau defisit dalam neraca pembayaran maka perlu adanya tindakan stabilisasi untuk menghilangkan/mengurangi pengangguran,menekan inflasi dan defisit. Maka perlu adanya “indikator” Untuk mengetahui apakah tindakan kebijakan instrumen moneter yang dilakukan pemerintah sudah tepat sasaran atau belum. Indiktor sebenarnya merupakan pemilihan variabel-variabel moneter yang secara konsisten memberikan informasi tentang pengaruh kebijaksnaan moneter terhadap perekonomian.

 

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa Saja Intsrumen Kebijakan Moneter ?

2.      Apa Indikator dari implementasi kebijakan moneter

3.      Apa saja tolak ukur stabilitas moneter

4.      Apa perbedaan rules dan discretion


BAB II PEMBAHASAN

 

2.1  Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui bank sentral dalam rangka mencapai kestabilan moneter

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

 

2.2    Pengertian Efektifitas Kebijakan Moneter

Yang dimaksud dengan efektifitas kebijakan moneter adalah, sejauh mana kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah (apapun bentuknya), memberi dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam arti :

a)        dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi

b)       dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

c)        dapat meningkatkan kesempatan kerja

d)       dapat meningkatkan penerimaan devisa negara

e)        serta memberi pengaruh pada kebijakan makro lainnya

2.3    Intsrumen Kebijakan Moneter

 

1.      Open Market Operation (Pembelian Dan Penjualan   Surat Berharga Oleh Bank Sentrral)

Yang termasuk operasi pasar terbuka (open market operation) adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government securities).

·         Jika ingin mengurangi jumlah yang beredar, maka pemerintah menjual surat-surat berharga (open market selling). Dengan demikian uang primer yang beredar dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar berkurang.

·         Sebaliknya jika perekonomian mengalami kelesuan karena kurangnya jumlah uang beredar dan tingkat harga sangat rendah, maka bank Sentral atau Bank Indonesia dapat melakukan pembelian surat-surat berharga, sehingga akan menambah jumlah uang beredar di masyarakat dan tingkat harga akan kembali naik.

Rumus

 

Proceeds    =                     Nilai nominal x 360                      

 

360 + (tk.diskonto x jmlh hari jatuh tempo)

 

=                     Nilai nominal                         

 

1 + Tk. Diskonto x jml hari jatuh tempo

 

360

 

 

2.      Kebijakan Diskonto (Discount Policy)\

Kebijakan diskonto merupakan instrumen yang digunakan melalui peningkatan atau penurunan tingkat suku bunga.

·         Jika uang beredar terlampau banyak melebih permintaan yang mengakibatkan inflasi, maka Bank Sentral dapat menaikkan tingkat suku bunga.

à Dengan naiknya tingkat suku tersebut, maka jumlah uang beredar akan berkurang dan tingkat harga akan turun.

·         Sebaliknya, penurunan tingkat suku bunga dapat dilakukan jika jumlah uang beredar dalam perekonomian kurang dibanding permintaan sehingga terjadi deflasi.

à Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih rendah maka keinginan bak-bank umum untuk meminjam uang dari bank senteal menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar bertambah.

à Dengan turunnya tingkat suku bunga, maka masyarakat akan mengurangi simpanannya di bank dan akan lebih baik melakukan investasi yang lebih menguntungkan sehingga jumlah uang beredar bertambah yang dapat mendorong naiknya tingkat harga.

3.      GIRO WAJIB MINIMUM (GWM)

Pada dasarnya Giro Wajib Minimum adalah sejumlah minimum dana yang harus selalu tersedia pada saldo giro setiap bank pada rekening Bank Sentral. Keharusan menyediakan saldo minimum disebut juga dengan likuiditas wajib minimum (statutory reserve requirement).

 

·         Dalam keadaan inflasi, Bank Sentral dapat meningkatkan GWM bank, sehingga kemampuan bank untuk menyalur dana di masyarkat rendah dan jumlah uang beredar berkurang yang kemudian tingkat harga akan turun

.

·         Sebaliknya jika terjadi deflasi, maka Bank Sentral menurunkan GWM agar bank dapat meningkatkan kemampuannya menyalurkan dana ke masyarakat sehingga jumlah uang beredar bertambah dan tingkat harga akan naik.

Untuk pertama kalinya sejak Paket Kebijakan Oktober 1988 (Pakto 1988) Bank Indonesia menggunakan GWM untuk mengerem pertumbuhan besaran-besaran moneter yang masih tinggi yaitu dengan menetapkan GWM sebesar 3% pada

Februari 1996 (ketentuan likuditas sebelumnya menurut Paktor 1988 sebesar 2%). Sejak April 1997 GWM ditingkatkan lagi menjadi 5%.

4.      PERSUASI MORAL

Instrumen ini digunakan oleh Bank Sentral dengan meminta atau menghimbau bank-bank untuk selalu mempertimbangkan kondisi makroekonomi maupun mikroekonomi masing-masing bank dalam menyusun rencana ekspansi kredit yang realistis.

Kebijakan persuasi moral pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong perbankan agar senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit, namun tetap memberikan kebebasan bagi perbankan untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan mekanisme pasar.

 

2.4  Indikator Kebijakan Moneter

 

Indikator adalah variabel-variabel ekonomi yang memberikan informasi tentang gerakan atau perubahan dalam sektor rill apakah sudah bergerak ke arah sasaran yang diinginkan atau belum.

Ada dua pilihan variabel yang dapat digunakan, yaitu tingkat suku bunga (interest rate) dan jumlah uang beredar (monetary aggregate). Baik suku bunga maupun jmlah uang beredar, selain sebagai indikator juga berfungsi sebagai „sasaran antara‟ yang ingin dikontrol oleh bank sentral dalam rangka mencapai target akhir yang telah ditetapkan.

1.      Pilihan suku bunga.

Kebijakan moneter akan mempengaruhi suku bunga sedemikian rupa sehingga tetap stabil, sedangkan jumlah uang beredar akan bergejolak naik dan turun demi mempertahankan suku bunga tetap pada tingkat yang diinginkan. Bergejolaknya jumlah uang beredar dapat mengakibatkan terganggunya kestabilan harga.

2.      Pilihan uang beredar.

Pilihan uang beredar sebagai indikator akan memberikan dampak positif yaitu tingkat harga stabil karena apabila jumlah uang beredar bergejolak, bank sentral akan melakukan tindakan kontraksi atau ekspansi moneter sehingga jumlah uang beredar akan relatif konstan pada suatu jumlah yang ditetapkan. Namun, kebijakan ini akan mengakibatkan suku bunga bergejolak karena gejolak permintaan akan uang tidak diimbangi oleh penawaran akan uang.

2.5  Tolak Ukur Stabilitas Moneter

 

Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk mengukur atau sebagian acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menialai kebijakan moneter adalah:

1.      Jumlah Uang Beredar (JUB)

2.      Laju inflasi yang cukup rendah terkendali.

3.      Suku bunga pada tingkat yang wajar.

4.      Nilai tukar rupiah yang realistis.

5.      Ekspetasi/harapan masyarakat terhadap moneter.

Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan langsung oleh masyarakat, sementara itu indikator nomor 2 sampai dengan 5, relatif dapat terlihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara ringkas dari keempat indikator tersebut.

1.      Laju Inflasi

Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbulkan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal inflasi) akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpaan kekayaannya dalam bentuk perbankan. Dampak selanjutnya adalah, bunga riil yang menurun jika dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan memicu larinya dana masyarakat ke luar negeri, karena dirasakan masyarakat lebih menguntungkan menyimpan dananya diluar negeri.

Kedua dampak inflasi diatas akan menyebabkan Perbankan kekurangan dana yang berasal dari masyarakat, dan ini berarti kemampuan Bank dalam menyediakan dana untuk investasi juga turut berkurang, akibatnya laju pertumbuhan ekonomi dan produksi juga akan melambat.

Selain itu, inflasi yang tinggi juga akan memicu ketidakpastian dalam banyak aktifitas ekonomi masyarakat, khususnya dalam hal perencanaan dan operasional perusahaan, termasuk dalam perbankan.

2.      Suku Bunga

Selain yang telah sering dijelaskan sebelunya, bahwa dari sisi masyarakat tingginya suku bunga memang akan menambah keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di Bank, namun disisi lain, tingginya suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha yang mengambil kredit bagi pengembangan usahanya. Akibatnya dana yang sudah terlanjur masuk ke perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat terrsalurkan dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, kemana dana masyarakat itu akan di salurkan? Apabila masalah ini tidak segera mendapat jalan keluar, maka perbankan terancam akan mendapatkan masalah likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang seharusnya di peroleh.

 

Dengan penjelasan yang sedikit berbeda, rendahnya tingkat bunga memang akan mendorong banyak pelaku dunia usaha untuk mengambil dana di perbankan, namun karena rendahnya tingkat bunga tersebut, apalagi bila dibandingkan dengan tingkat bunga di luar negeri, masyarakat akan lebih tertarik menyimpan dananya di perbankan luar negeri, sehingga perbankan dalam negeri akan kekurangan dana yang sedah dibutuhkan oleh dunia usaha. Lebih jauh lagi adalah terhambatnya investasi yang terjadi di sektor industri karena kesulitan mendapat dana, sehingga produksi akan melambat.

3.      Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar yang stabil akan lebih memberi iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat di jadikan saat yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan produk ekspornya. Dengan kejadian ini tentunya akan menguntungkan dunia perbankan.

Penyesuaian nilai yukar yang terlalu cepat akan sangat merugikan karena hal ini dapat mendorong bergeraknya aliran dana masyarakat ke luar negeri. Dengan demikian anatara nilai tukar dan indikator kebijakan moneter lainnya memiliki hubungan yang sangat erat, khususnya bagi kebijaka pemerintah yang sedang di tempuh untuk menstabilkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

4.      Ekspektasi/harapan Masyarakat

Meskipun lebih sulit untuk di ukur, namun ekspetasi masyarakat mulai mendapat perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya terjadi melalui ekspektasi masyarakat terhadap tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar.

Ekspektasi masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi akan mendorong semakin tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk dalam negeri yang akan ekspor.

Sementara itu, ekspektasi masyarakat yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah. Sehingga dapat memicu dana masyarakat ke luar negeri. Apabila hal ini terjadi, maka seperti telah dijelaskan di awal, maka perbankan akan kesulitan dalam menghimpun dana masyarakat yang sangat diperlukan untuk keperluan investasi dunia usaha.

 

 

 

Dengan keempat penjelasan indikator moneter tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa stabilitas dan pertumbuhan ekonommi Indonesia, sangatlah di pengaruhi oleh keempat indikator tersebut, sehingga kebijakan moneter yang di tempuh pemerintah akan hal itu, harus membrikan hasil yang baik, dalam arti terkendali, wajar, dan realistis.

 

2.6  Teori Efektifitas Kebijakan Moneter

1.      Teori Natural Rate Hypothesis, yang percaya bahwa kebijakan hanya akan efektif dan memberi dampak dalam jangka pendek saja, namun tidak akan efektif untuk jangka panjang

2.      Teori Rational Expectation Hypothesis, yang percaya bahwa baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, kebijakan moneter tidak akan efektif.

 

2.7    Perdebatan Tentang: Rules Vs Discretion

Perdebatan tersebut bermula dari perbedaan cara pandang diantara aliran Klasik mengenai penetuan inflasi (melalui teori Kuantitas Uang yaitu: MV=PT) dan aliran Keynesians mengenai penetuan output melalui model IS=LM. Kedua aliran ini berbeda dalam hal harga atau inflasi.

Aliran Klasik: Menganggap bahwa perkembangan harga sangat fleksibel dan inflasi terjadi hanya karena bertambahnya JUB: untuk alasan itu, maka kebijakan moneter harus dilaksanakan secara ketat mengikuti aturan (rule) yang secara konsisten diikuti.

Aliran Keynesians: menganggap bahwa perkebangan harga sangat kaku dan inflasi terjadi bukan karena bertambahnya jumlah uang yang melebihi jumlah barang, tapi lebih disebabkan karena adanya ketidak seimbangan antara permintaan dan penawaran. Untuk alasan itu, kebijakan moneter diarahkan untuk menjamin keseeimbangan antara sisi permintaan dan penawaran, oleh karena itu kebijakan moneter harus dilakukan secara bijaksana (discreation) sesuai dengan perkembangan yang ada.


BAB III PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

 

   Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro

   Terdapat 3 instrumen kebijakan moneter yang dijadikan sebagai alat untuk mengendalikan ekonomi moneter yakni : Operasi Pasar Terbuka, Kebijakan Diskonto, Giro Wajib Minimun, dan Persuasi Moral

   Bagi aliran klasoik bahwa kebijakan moneter harus dilaksanakan secara ketat mengikuti aturan (rule) yang secara konsisten diikuti. Sedangkan bagi aliran Keynesians kebijakan moneter seharusnya diarahkan untuk menjamin keseeimbangan antara sisi permintaan dan penawaran, oleh karena itu kebijakan moneter harus dilakukan secara bijaksana (discreation) sesuai dengan perkembangan yang ada.


DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

Abdullah, Mulkhan. KEBIJAKAN_MONETER.2015. https://www.academia.edu/19823224/MAKALAH_KEBIJAKAN_MONET ER?fbclid=IwAR1I7_2upBlhe2ybb6Z9o8SbRuK1dPZMEa0t9bNb81WJs8k n_jRcxpjbFRg. Diakses pada 10 Deseember 2018

Firmansyah, Ichwan S. Kebijakan Moneter.2016. https://aeyogy.wordpress.com/tag/indikator-kebijakan-moneter/. Diakses pada 10 Deseember 2018

Halim, Muh. Abdul. “Teori Ekonomika”.Jelajah Nusa: Tanggrerang

Nopirin.1988.”Ekonomi Moneter”.BPFE: Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment