Tuesday 9 November 2021

ASUHAN KEPERAWATAN POLIO DAN TETANUS

 

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN POLIO

 

 

A.    Latar Belakang Masalah

Polio (kependekan dari poliomyelitis) adalah penyakit yang dapat merusak sistem saraf  dan menyebabkan  paralysis.  Polio  adalah penyakit  yang sangat menular yang disebabkan oleh virus. Polio dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam. Virus ini memasuki tubuh melalui mulut dan berkembang biak dalam usus. Gejala awal adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan pada leher dan nyeri pada anggota badan. Satu dari 200 infeksi menyebabkan kelumpuhan ireversibel (biasanya di kaki). Di antara mereka yang lumpuh, 5% sampai 10% meninggal ketika otot pernapasan mereka lumpuh.

Di  Indonesia  banyak dijumpai  penyakit  polio terlebih pada  anak-anak hal ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang. Disamping asupan gizi juga dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan dari orang tua, apalagi dengan kondisi di negeri ini yang masih banyak dijumpai keluarga kurang mampu sehingga kebutuhan   gizi   anaknya   kurang mendapat perhatian.

Peran serta pemerintah disini sangat diharapkan untuk membantu dalam menangi masalah gizi buruk yang masih banyak ditemui khususnya di daerah terpencil atau yang jauh dari fasilitas pemerintah, sehingga sulit terjangkau oleh masyarakat pinggiran. Kalau hal ini tidak mendapat perhatian, maka akan lebih banyak lagi anak-anak Indonesia yang menderita penyakit polio.

 

B.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1.    Apa etiologi terjadinya Polio ?

2.    Ada berapa jenis Polio ?

3.    Bagaimana patofisiologi dari Polio ?

4.    Apa saja manifestasi klinis bagi penderita Polio ?

5.    Pemeriksaan apa saja yang dapat menunjang bagi penentuan diagnosa medis Polio ?

6.    Bagaimana tindakan penatalaksanaan medis pada penderita Polio ?

7.    Bagaimana proses Asuhan Keperawatan pada penderita Polio ?

 

C.      Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :

1.    Untuk mengetahui etiologi terjadinya Polio

2.    Untuk mengetahui jenis-jenis Polio

3.    Untuk mengetahui patofisiologi dari Polio

4.    Untuk mengetahui manifestasi klinis bagi penderita Polio

5.    Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang bagi penentuan diagnosa medis Polio

6.    Untuk mengetahui tindakan penatalaksanaan medis pada penderita Polio

7.    Untuk mengetahui proses Asuhan Keperawatan pada penderita Polio

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.   Konsep Medik

          I.     Definisi

Polio, singkatan dari poliomyelitis, adalah  penyakit  yang   dapat  merusak sistem saraf dan menyebabkan paralysis. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 2 tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai panas, muntah dan sakit otot. Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda tersebut,   namun   sering   kali   sebagian   tubuh   menjadi   lemah   dan   lumpuh (paralisis).Kelumpuhan ini paling sering terjadi pada salah satu atau kedua kaki. Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh ini menjadi kecil dan tidak tumbuh secepat anggota gerak yang lain.

Polio (Poliomielitis) adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus polio dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta atropi otot.

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).

 

        II.     Klasifikasi Polio

1.    Polio non-paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung. Otot terasa lembek jika disentuh.

2.    Polio Paralisis 

Kurang dari 1% orang yang terinfeksi  virus  polio berkembang menjadi polio paralisis atau menderita kelumpuhan. Polio paralisis dimulai dengan demam.  Lima sampai tujuh hari berikutnya akan muncul gejala dan tanda-tanda lain, seperti : sakit kepala, kram otot leher dan punggung, sembelit/konstipasi, sensitif terhadap rasa raba.

Polio   paralisis   dikelompokkan   sesuai   dengan   lokasi   terinfeksinya,   yaitu :

a.     Polio Spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk   anterior   yang mengontrol   pergerakan pada   batang  tubuh   dan  otot tungkai. Meskipun   strain   ini   dapat   menyebabkan   kelumpuhan   permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding ususdan diangkut ke seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan motorneuron yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum d iv aksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf   pusat   dan   menyebar   sepanjang   serabut   saraf. Seiring   dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan motorneuron. Motorneuron tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang   berhubungan   dengannya   tidak   akan   bereaksi   terhadap   perintah   dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada  kaki   menyebabkan   tungkai menjadi lemas. Kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada dada dan perut, disebut quadriplegia. Anak-anak dibawah umur 5 tahun biasanya akan menderita kelumpuhan 1 tungkai, sedangkan jika terkena orang dewasa, lebih sering kelumpuhan terjadi pada kedua lengan dan tungkai.

b.    Polio Bulbar

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung  motorneuron  yang mengatur pernapasan   dan   saraf  otak,  yang   mengirim   sinyal   ke   berbagai  otot   yang mengontrol   pergerakan   bola mata;  saraf   trigeminal   dan  saraf  muka  yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang  mengatur   pendengaran;   saraf  glossofaringeal   yang   membantu   proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.  Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf otak yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke paru-paru. Penderita juga dapat   meninggal   karena   kerusakan   pada   fungsi   penelanan;   korban   dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan  trakeostomi   untuk   menyedot   cairan   yang   disekresikan  sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru besi’ (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau   tekanan   udara   dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa   keluar  masuk  paru-paru.Infeksi yang jauh  lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.Tingkat kematian karena polio bulbar.

 

      III.     Etiologi

Agen pembawa penyakit polio adalah sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus dan menyebar ke sistem saraf yang dibawa melalui aliran darah.

 

      IV.     Patofisiologi polio

Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala.

Daerah yang biasanya terkena polio ialah :

1.    Medula spinalis terutama kornu anterior

2.    Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio

3.    retikularis yang mengandung pusat vital

4.    Sereblum terutama inti-inti virmis

5.    Otak  tengah “midbrain” terutama masa  kelabu substansia nigra dan  kadang-

6.    kadang nucleus rubra

7.    Talamus dan hipotalamus

8.    Palidum, dan

9.    Korteks serebri, hanya daerah motoric

Terjadinya wabah polio biasanya adalah akibat :

1.       Sanitasi yang jelek

2.       Padatnya jumlah penduduk

3.       Tingginya pencemaran lingkungan oleh tinja

4.       Pengadaan air bersih yang kurang

Penularan polio dapat melalui beberapa cara, yaitu :

1.    Inhalasi

2.    Makanan dan Minuman

3.    Bermacam serangga seperti lipas dan lalat.

Penyebaran dipercepat bila ada wabah atau pada saat yang bersamaan dilakukan pula tindakan bedah seperti tonsilektomi ,ekstraksi gigi dan penyuntikan. Walaupun penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang harus segera dilaporkan, Namun data epidemiologi yang   sukar di dapat. Dalam salah satu symposium imunisasi di jakarta (1979) dilaporkan bahwa :

1.    Jumlah anak berumur 0-4 tahun yang tripel negative  makin bertambah (10%)

2.    Insiden polio berkisar 3,5-8/100.000 penduduk.

3.    Paralytic rate pada golongan 0-14tahun dan setiap tahun bertambah dengan 9.000 kasus. Namun, 10 tahun terakhir terjadi penurunan drastic penyakit ini akibat gencarnya program imunisasi diseluruh dunia maupun Indonesia.

Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik, disebabkan oleh komplikasi berupa kegagalan nafas, sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan adanya kematian. Walaupun kebanyakan poliomyelitis tidak jelas/inapparent (90-95%) ; hanya 5-10% yang memberikan gejala poliomyelitis.

 

        V.     Manifestasi Klinis Polio

Polio terbagi menjadi empat bagian yaitu :

1.    Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.

2.    Poliomielitis abortif : Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.

3.    Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari   kadang-kadang   diikuti   penyembuhan   sementara   untuk   kemudian   remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.

4.    Poliomielitis paralitik : Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus.  

Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :

§ Bentuk spinal : Gejala kelemahan/paralisys atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diagfragma, thorax dan terbanyak ekstremitas.

§ Bentul bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernafasan dan sirkulasi.

§ Bentuk bulbospinal : didapatkan gejala canpuran anatar bentuk spinal dan bentuk bulbar.

§ Kadang ansepalitik : Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.

Berikut fase-fase infeksi virus tersebut :

tadium akut

1.    Stadium Akut

Yaitu fase sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu. Ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat. Kadang disertai sakit kepala dan muntah-muntah. Kelumpuhan terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di bagian tulang belakang (medula spinalis) lantaran invasi virus. Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan gangguan bentuk tubuh (deformitas) yang menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada tungkai kaki (78,6%), sedangkan 41,4% pada lengan.Kelumpuhan ini berlangsung bertahap sampai sekitar 2 bulan sejak awal sakit.

2.    stadium subakut

Yaitu fase 2 minggu sampai 2 bulan. Ditandai dengan menghilangnya demam dalam waktu 24 jam. Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Terjadi kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi saja.

 

3.    stadium convalescent

Yaitu fase pada 2 bulan sampai dengan 2 tahun. Ditandai dengan pulihnya kekuatan   otot   yang sebelumnya  lemah. Sekitar  50-70 persen fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya setelah 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi pemulihan kekuatan otot.

4.    stadium kronik

Yaitu   lebih   dari   2   tahun.   Kelumpuhan   otot  yang   terjadi   sudah bersifat permanen.

 

      VI.     Penatalaksanaan Medis

Begitu penyakit mulai  timbul, kelumpuhan sering kali tidak tertangani lagi karena ketidakadaan obat yang dapat menyembuhkannya. Antibiotika yang biasanya digunakan untuk membunuh virus juga tidak mampu berbuat banyak. Rasa sakit dapat diatasi dengan memberikan aspirin atau acetaminophen, dan mengompres dengan air hangat pada otot-otot yang sakit.

1.    Poliomielitis abortif

-  Diberikan analgetk dan sedative

-  Diet adekuat

-  Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya dicegah aktivitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neuskeletal secara teliti.

2.    Poliomielitis non paraliti

-  Sama seperti abortif

-  Selain diberikan analgetika dan sedative dapat di kombinasikan dengan kompres hangat selama kurang lebih 15-30 menit setiap, 2-4 jam.

3.       Poliomielitis paralitik

-  Perawatan dirumah sakit

-  Istirahat total

-  Selama fase akut kebersihan mulut dijaga

-  Fisioteraf

-  Akupuntur

-  Interferon

Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.  Poliomielitis abortif diatasidengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi.Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu   perlu   pemgawasan   yang  teliti   karena   setiap  saat   dapat   terjadi   paralysis pernapasan. Fase akut : Analgetik untuk rasa nyeri otot. Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada  sudut   yang sesuai  terhadap  tungkai..Pada poliomielitis   tipe   bulbar  kadang- kadang reflek menelan tergaggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi.

Sesudah  fase   akut   :  Kontraktur.  Atropi,   dan   attoni   otot   dikurangi   denga fisioterafy. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.

 

 

B.    Asuhan keperawatan

I. Pengkajian

a.    Identitas Pasien

Nama Pasien : 

No. RM : 

Tempat Tanggal Lahir : 

Umur : 

Agama : 

Status Perkawinan : 

Pendidikan : 

Alamat :

Pekerjaan :

Jenis Kelamin : 

Suku : 

Diagnosa Medis : 

Tanggal Masuk RS : 

Tanggal Pengkajian :

b.    Penanggung Jawab

Nama : 

Tempat Tanggal Lahir : 

Umur : 

Agama : 

Alamat : 

Pekerjaan :

Jenis Kelamin : 

Hubungan dengan Pasien: 

No. Telepon :

c.     Riwayat kesehatan

Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas

d.    Pemeriksaan fisik

-  Nyeri kepala

-  Paralisis

-  Refleks tendon berkurang

-  Kaku kuduk

-  Brudzinky

 

MENDETEKSI LUMPUH LAYUH

§  Bayi

1.    Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemas dan lutut menyentuh tempat tidur.

2.    Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.

3.    Pegang   bayi  pada ketiak  dan   ayunkan.  Bayi normal  akan   menunjukkan gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.

§  Anak-anak

1.    Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak.

2.    Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami kelumpuhan tidak bisa melakukannya. Mintalah   anak   meloncat   pada   satu   kaki.   Anak   yang   lumpuh   tak   bisa melakukannya.

3.    Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun kembali.

4.    Anak   yang   mengalami   kelumpuhan   akan   mencoba   berdiri   dengan berpegangan merambat pada tungkainya.

5.    Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.

e.    Pemeriksaan Fisik (B6)

1.    B1 (breath) : RR normal, Tidak ada penggunaan otot bantupernafasan Suhu (38,9 °C)

2.    B2 (blood) : normal

3.    B3(brain) : gelisah (rewel) dan pusing

4.    B4 (bladder) : normal

5.    B5 (bowel) : mual muntah, anoreksia, konstipasi

6.    B6 (bone) :  letargi atau kelemahan, tungkai  kanan/kiri lumpuh, pasien tidak mampu berdiri dan berjalan

f.     Pemeriksaan Laboratorium

1.     Viral Isolation

Polio virus dapat  di   deteksi secara biakan  jaringan,   dari  bahan yang di peroleh pada tenggorokan satu minggu sebelum dan sesudah paralisis dan tinja pada minggu ke 2-6 bahkan 12 minggu setelah gejala klinis.

2.     Uji Serologi

Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita, jika pada darah  ditemukan  zat   antibodi  polio   maka   diagnosis   orang   tersebut terkena polio benar. Pemeriksaan pada fase akut dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin M (IgM) apabila terkena polio akan didapatkan hasil yang positif.

3.    Cerebrospinal Fluid (CSF)

Cerebrospinal Fluid pada infeksi poliovirus terdapat peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3  terutama sel limfosit, dan terjadi kenaikan kadar protein sebanyak 40-50 mg/100 ml (Paul, 2004).

Pemeriksaan Radiologis

g.    Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut. Pada anak yang sedang tumbuh, di dapati tulang yang pendek, osteoporosis dengan korteks yang tipis dan rongga medulla yang relative lebar, selain itu terdapat penipisan epifise, subluksasio dan dislokasi dari sendi.

 

II.  Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada Asuhan Keperawatan  Polio adalah sebagai berikut :

1.    Ketidakefektifan pola napas

2.    Hambatan mobilitas fisik

3.    Nyeri Akut

4.    Risiko infeksi

5.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

6.    Gangguan citra tubuh

7.    Ansietas

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A.   Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dalam makalah asuhan keperawatan Polio ini, Tim Penulis dapat menarik beberapa kesimpulan bahwa :

1.    Polio (Poliomielitis) adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus polio dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta atropi otot.

2.    Polio terbagi menjadi 2, yaitu polio paralisis dan polio non-paralisis. Polio paralisis terbagi lagi menjadi 2, yaitu polio paralisis spinal dan polio paralisis bulbar.

3.    Agen pembawa penyakit polio adalah sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus dan menyebar ke sistem saraf yang dibawa melalui aliran darah.

4.    Penularan polio dapat melalui beberapa cara, yaitu inhalasi, makanan dan minuman, dan bermacam serangga seperti lipas dan lalat.

5.    Manifestasi  klinis dari polio  dapat  ditinjau   berdasarkan   klasifikasi  pada masing-masing polio

B.    Saran

Melalui kesimpulan diatas, adapun saran yang diajukkan oleh Tim Penulis adalah Perawat atau calon perawat harus mengetahui secara detil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien Penderita Polio mengingat pemberian tindakan keperawatan pada pasien harus dilakukan dengan tepat Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik pada pasien penderita Polio sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai dengan baik Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari Penyakit Polio dan ruang lingkupnya sehingga dalam  proses memberikan asuhan keperawatan pada pada Penderita Polio dapat terlaksana dengan baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Budiansyah, Teungku. 2013. Ask The Master UKDI. Tangerang : BINARUPA AKSARA Publisher

Ganong, W.F. 2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22.Jakarta : EGC

Sudoyo W., dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu penyakit dalam. Jakarta : internapublishing

PAPDI. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Www. Google.Com /Asuhan Keperawatan Polio.2014

Www. Infokes.Com/Program Studi Keperawatan. 2014

No comments:

Post a Comment