Friday 29 October 2021

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang.................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................. 1

C. Tujuan................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 2

A. Definisi Perawatan Paliatif............................................................................... 2

B. Prinsip Perawatan Paliatif................................................................................. 2

C. Definisi Gagal Ginjal Kronik............................................................................ 2

D. Etiologi Gagal Ginjal Kronik............................................................................ 4

E. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik..................................................................... 4

F. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis............................................................. 6

G. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................... 7

H. Penatalaksanaan Medis..................................................................................... 8

I. Terapi Gagal Ginjal Kronis................................................................................. 10

BAB III PENUTUP............................................................................................................ 15

A. Kesimpulan....................................................................................................... 15

B. Saran.................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 16

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Perawatan paliatif tidak hanya untuk pasien kanker dan terminal kondisi penyakit kronik progresif lainnya seperti gagal jantung, penyakit paru obstruktif menahun, gagal ginjal kronik, juga termasuk dalam kondisi paliatif ( WHO ). Definisi paliatif dari WHO perawatan paliatif sebagai pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga melalui pengkajian yang menyeluruh. Tindakan untuk perawatan palliatif yang telah dilakukan adalah dengan identifikasi awal, pengkajian serta pengobatan dan rasa nyeri dan masalah lainnya seperti fisik, psikososial dan spiritual. Gagal Ginjal Kronik/GGK merupakan kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan metabolisme dalam darah, dan pada stadium akhir terjadi penurunan Glomerulus Filtrasi Rate (GFR)  < 15 ml/min/1,73 m2. Kondisi inilah yang menyebabkan pasien bergantung pada hemodialisa sepanjang hidupnya, dan digolongkan pada kondisi paliatif. Penderita gagal ginjal kronik secara global ada lebih dari 500 juta orang dan sekitar 1,5 juta orang harus menjalani terapi hemodialisa. Di Indonesia pada tahun 2018 penyakit gagal ginjal kronik naik dari 2 permil menjadi 3,8 permil dan 2% diantaranya yang menjalani terapi hemodialisis.

B.  RUMUSAN PEMBAHASAN

1.      Definisi perawatan paliatif

2.      Prinsip – prinsip perawatan paliatif

3.      Konsep gagal ginjal kronik

4.      Perawatan paliatif pada pasien gagal ginjal kronik

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1.      Mengetahui definisi perawatan paliatif

2.      Mengetahui apa saja prinsip perawatan paliatif

3.      Mengetahui konsep gagal ginjal kronik

4.      Mengetahui bagaimana penerapan perawatan paliatif pada pasien gagal ginjal kronik

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    DEFINISI PERAWATAN PALIATIF

Perawatan Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Perawatan paliatif untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit, namun bukan berupaya penyembuhan. Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian, pengobatan nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga masalah psikologis dan spiritual lainnya.

 

B.     PRINSIP PERAWATAN PALIATIF

Dalam melakukan perawatan paliatif ada beberapa prinsip harus diterapkan :

1.      Menghilangkan nyeri dan gejala-gejala yang menyiksa lain

2.      Menghargai kehidupan dan menghormati kematian sebagai suatu proses normal

3.      Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian

4.      Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya dari pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung

5.      Memberi sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap aktif sampai kematiannya

6.      Memberi sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit pasien dan sewaktu masa perkabungan

 

C.    DEFINISI GAGAL GINJAL KRONIK

Menurut World Health Organization (WHO) penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada beban penyakit dunia dengan angka kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun. Hasil penelitian Global Burden Of Disease penyakit gagal ginjal kronis merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia. Gagal ginjal kronis stadium End Stage Renal Disease (ESRD) yaitu kerusakan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat peningkatan pada kadar uremia. Gagal ginjal kronis merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat biasanya berlangsung beberapa tahun   ( smeltzer and bare ).

 

Data dari World Health Organization (WHO), penderita gagal ginjal kronik secara global ada lebih dari 500 juta orang dan sekitar 1,5 juta orang harus menjalani terapi hemodialisa. Di Amerika Serikat sebanyak 200.000 orang hampir setiap tahunnya menjalani hemodialisa juga di Asia Tenggara pada tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien gagal ginjal kronik akan terus meningkat lebih dari 380.000.000 orang penderita gagal ginjal kronik. Di Indonesia pada tahun 2018 penyakit gagal ginjal kronik naik dari 2 permil menjadi 3,8 permil dan 2% diantaranya yang menjalani terapi hemodialisis.

 

Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga bulan dengan LFG kurang dari 60ml/menit/1,73. Gagal ginjal kronik merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara medadak dan cepat (hitungan jam – minggu). Penyakit gagal ginjal tahap akhir tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal ginjal tidak dapat merespon sesuai dengan perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari. Retensi natrium dan air dapat meningkatkan beban sirkulasi berlebihan, terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.

 

Tingkatan kerusakan ginjal seseorang dapat dikatakan memiliki penyakit gagal ginjal kronik apabila penurunan fungsi ginjal yang anda alami terjadi selama kurang lebih 3 bulan secara berturut turut. Penurunan fungsi ginjal ini juga memiliki beberapa tingkatan sebelum mencapai stadium akhir. Tingkatan ini diukur dari penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau bisa juga disebut Glomerular Filtration Rate (GFR) dengan tingkatan sebagai berikut :

1.      Stadium 1 mengalami kerusakan pada ginjal dengan GFR yang normal atau di atas ≥ 90 ml/min/ 1.73 m²

2.      Stadium 2 mengalami kerusakan pada ginjal dengan penurunan GFR yang ringan 60-89 ml/min/ 1.73 m²

3.      Stadium 3 terjadi penurunan pada GFR yang sedang 30-59 ml/min/ 1.73 m²

4.      Stadium 4 terjadi penurunan pada GFr yang parah 15-29 ml/min/ 1.73 m²

5.      Stadium akhir anda mengalami gagal ginjal kronis apabila GFR anda kurang dari <15 ml/min/ 1.73 m²

 

D.    ETIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi apapun sebabnya respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal.

1.      Penyakit dari ginjal

a.       Penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis

b.      Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis

c.       Batu ginjal : nefrolitiasis

d.      Kista di ginjal : polcystis kidney

e.       Sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur

f.       Trauma langsung pada ginjal

g.      Keganasan pada ginjal

 

2.      Penyakit umum di luar ginjal

a.       Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi

b.      Dyslipidemia

c.       Infeksi di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis

d.      Preeklamsi

e.       Obat-obatan

f.       Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

 

E.     PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron termasuk glomerulus dan tubulus diduga utuh sedangkan yang lain rusak. Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.

Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak poliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu.            ( Barbara C Long ).  Fungsi renal menurun produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis ( Brunner & Suddarth ).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:

a.       Stadium 1 ( Penurunan Cadangan Ginjal )

Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik. Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar bun normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut. Seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang diteliti.

b.      Stadium 2 ( Insufisiensi Ginjal )

Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufiesiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan berfungsi rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar bun baru mulai meningkat di atas batas normal. Peningkatan konsentrasi bun ini berbeda-beda tergantung dari kadar protein dan diet. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia stress akibat infeksi gagal jantung akibat dehidrasi. Pada stadium ini juga muncul gejala nokturia dan poliuria.

c.       Stadium 3 ( Gagal Ginjal Stadium Akhir / Uremia )

Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. Disebut stadium gagal ginjal akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap GFR yang sedikit megalami penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit tubuh.

 

F.     MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :

a.       Gangguan pada system gastrointestinal anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal gaunidin serta sembabnya mukosa

b.      Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia

c.       Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui

d.      Gangguan sistem hematologi dan kulit anemia karena kekurangan produksi eritropoetin

e.       Kulit pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan urokrom

f.       Gatal-gatal akibat toksis uremik

g.      Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah)

h.      Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang)

i.        Klien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan

j.        Klien merasa semutan dan seperti terbakar terutama ditelapak kaki

k.      Ensefalopati metabolik:

l.        Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang

m.    Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proximal

n.      Sistem kardiovaskular

o.      Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam

p.      Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat penimbunan cairan

q.      Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit, dan klasifikasi metastatik

 

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.      Laboratorium

a.       Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

b.      Ureum dan kreatini : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran cerna, demam,  bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.

c.       Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.

d.      Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis

e.       Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin d3 pada ggk.

f.       Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.

g.      Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

h.      Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).

i.        Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak disebabkan peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

j.        Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan ph yang menurun, be yang menurun, hco3 yang menurun, pco2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.

2.      Radiology

Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

3.      IIntra Vena Pielografi (IVP)

Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.

4.      USG

Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

5.      EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)

 

H.    PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan diidentifikasi dan ditangani. Komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :

1.      Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan masukkan diet berlebih.

2.      Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.

3.      Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-angiostensin-aldosteron.

4.      Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah marah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, kehilangan darah selama hemodialisis.

5.      Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

6.      Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-angiostensin-aldosteron.

Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif, eritropoetin, suplemen besi, agens pengikat fosfat, dan suplemen kalsium. Pasien juga perlu mendapat penanganan dialysis yang adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah uremik dalam darah. Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif, meliputi pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi. Dan penatalaksanaan pengganti diantaranya dialysis (hemodialisis, peritoneal dialysis) transplantasi ginjal. Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut :

1.      Dialisis

Dialisis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia,menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi sevara bebas, menghilangkan kecenderungan pendaraha dan membantu menyembuhkan luka.

2.      Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.

3.      Koreksi anemia

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, missal pada adanya insufisiensi koroner.

4.      Koreksi asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis

5.      Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

6.      Transplantasi ginjal

Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

 

I.       TERAPI GAGAL GINJAL KRONIK

Penatalaksanaan terapi pada penderita GGK dapat dilakukan dengan 2 tipe terapi yaitu terapi konservatif dan terapi yang dilukakan dengan cara pengganti ginjal dialisis atau transplantasi ginjal atau bisa dengan keduanya. Terapi konservatif dilakukan dengan tujuan menghambat perkembangan kerusakan pada fungsi ginjal, menjaga keseimbangan tubuh pasien, dan mengurangi setiap efek samping pada pasien yang bersifat reversible, biasanya terapi ini dilakukan untuk mencegah terjadinya hal buruk yang timbul secara progresif pada ginjal.

1.      Farmakologis

a.       Kontrol tekanan darah     

                                     I.            Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.

                                  II.            Penghambat kalsium, Diuretik

b.      Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%

c.       Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl

d.      Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol

e.       Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l

f.       Koreksi hiperkalemia

g.      Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin

h.      Terapi ginjal pengganti

 

2.      Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. Terapi konservatif dapat berupa :

a.       Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

b.      Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

c.       Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

d.      Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

 

3.      Terapi simtomatik

a.       Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

 

b.      Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

c.       Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

d.      Kelainan kulit

e.       Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

f.       Kelainan neuromuskular

g.      Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

h.      Hipertensi

i.        Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

j.        Kelainan sistem kardiovaskular

k.      Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.

 

4.      Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

a.       Hemodialisis

Pasien dengan GGK perlu dilakukan terapi hemodialisa yaitu suatu teknologi untuk pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti natrium, kalium, urea, kreatinin dan zat toksik lainnya. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal, namun dapat memperpanjang hidup terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Hemodialisis akan mencegah kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien GGK harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (3x seminggu selama 3-4 jam per kali terapi) atau sebelum melakukan operasi pencangkokan ginjal.

b.      Dialysis Peritoneal (DP)

Metode yang dikenal dengan Peritoneal Dialysis (PD) yaitu metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan QQ pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneumke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.

Ada dua macam PD yaitu Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan Automated Peritoneal Dialysis (APD). APD relatif masih jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia. CAPD dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi penderita. Sebab, mereka dapat menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak batasan untuk mengkonsumsi makanan. CAPD dipasang permanen di tubuh penderita, tepatnya di bagian perut. Sebuah catheter (kateter) dipasang di bagian perutnya dan disediakan sebuah kantong untuk menjamin kesterilannya. Pola kerja cuci darahnya kateter disambungkan dengan titanium adapter yang akan mengalirkan cairan dextrose. Cairan inilah yang berfungsi untuk menarik racun dari dalam tubuh. Proses pengaliran cairan ini hanya membutuhkan waktu10 menit. Dalam sehari dilakukan sebanyak 3-4 kali. Jaraknya sekitar 4 sampai 6 jam dari satu pencucian dengan pencucian berikutnya.

c.       Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

1.      Cangkok ginjal (kidney transplant)

2.      Kualitas hidup normal kembali

3.      Masa hidup (survival rate) lebih lama

4.      Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

5.      Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

d.      Psychological intervention

Pada perawatan paliatif ini dapat menggunakan intervensi dengan psychologis berupa relaksasi spiritual. Dalam intervensi dengan setting kelomok ini diharapakan tercipta peer group support sesama penderita yang akan meningkatkan motivasi mereka dalam beradaptasi terhadap penyakitnya (menerima), sehingga mampu membangun mekanisme koping yang efektif dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Psychological intervention yang dilakukan melalui relaksasi spiritual dan variabel dependen adalah motivasi dan kualitas hidup.mengalami peningkatan kualitas hidup setelah diberikan psychological.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    KESIMPULAN 

Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) Menjadi penyebab Infeksi misalnya pielonefritis kronis, penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan penambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolic, nefropati toksik dan nefropati obstruktif.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik akan tetapi mempunyai beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek samping obat-obatan imunosupresi dan rejeksi kronis yang belum bisa diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal ialah menghasilkan rehabilitas paling baik dibandingkan dialysis.

Dari hasil penelitian bahwa terapi psychological intervention dapat meningkatkan motivasi dan kualitas hidup pasien GGK dalam beradaptasi terhadap penyakitnya dan menjalankan terapi hemodialisa. Pasien dengan hemodialisa mengalami gangguan fisik, gangguan fisiologis dan gangguan sosial. Walaupun demikian pasien dapat lebih menerima kondisi, dengan adanya dukungan dari keluarga dan pihak rumah sakit yang memberikan perawatan.

B.     SARAN

Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon perawat sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit gagal ginjal kronis menjadi bekalan dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini. Bagi perawat di unit Hemodialisa untuk menerapkan intervensi tersebut sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas hidup pasien GGK dan bagi penelitian selanjutnya di harapkan dapat dilakukan pengukuran indikator penilaian kualitas hidup tidak hanya menggunakan kuesioner akan tetapi juga menggunakan wawancara agar didapatkan hasil pengukuran yang komprehensif.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Smeltzer, Suzanne C Dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

Potter Dan Ferry. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Vol 1. Jakarta : EGC

Smeltzer, C. Suzanne, Dkk, 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakrta : EGC.

Astutu, Ri., & Cut, H. 2017. Skala Pruritus Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.

Riskesdas. 2018. Potret Kesehatan Indonesia. Diunduh Dari Http://Sehatnegeriku.Kemkes.Go.Id/Baca/Rilis-Media/20181102/0328464/Potret-Sehat-Indonesia-Riskesdas-2018/

Rachmawati, N., Wahyuni, D., & Indriansari, A. 2019.  Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Asupan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis 1. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 6.

 

 

No comments:

Post a Comment