Wednesday 11 November 2020

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.E DENGAN APPENDIKTOMI DI RUANG IBS

 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.E DENGAN APPENDIKTOMI  DI RUANG IBS

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda (Price, Sylvia Anderson, 2006).

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan  merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).

Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C., 2001).

Apendisitis akut adalah akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera. Menurut data yang diperoleh dari Ruang Cendana I Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta diperoleh data bahwa dari bulan Agustus 2009 sampai dengan Januari 2010, menunjukkan jumlah pasien yang dirawat 429 kasus. 86 diantaranya adalah kasus apendiksitis. Dari perbandingan diatas terdapat 20,05 % kasus apendiks yang ada di ruang Cendana I dan menempati urutan kelima setelah DHF.

Peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks) ini, apabila hal ini tidak mendapatkan tindakan, dapat mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah dan terjadi perforasi atau menginfeksi organ abdomen lainnya (peritonitis) yang dapat menyebabkan kematian akibat syok sepsis.

Peran perawat dalam memberi askep pada klien post appendictomy yaitu melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif meliputi pemberian pendidikan kesehatan tentang penyakit apendisitis, upaya preventif yaitu mencegah infeksi pada luka post op dengan cara perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian pengobatan dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi perawatan luka di rumah dan menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah diberikan.

Teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian pengobatan dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi perawatan luka di rumah dan menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah diberikan.

Berdasarkan hal hal tersebut, maka kelompok tertarik untuk mempelajari lebih lanjut kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. E  dengan Appendiktomi di Ruang IBS Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.

B.     Tujuan

1.      Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan secara komperhensif pada pasien Ny. E  dengan Appendiktomi di Ruang IBS Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

2.      Tujuan Khusus

a.       Mahasiswa mampu untuk menjelaskan Konsep dasar, Definisi, Etiologi, Manifestasi klinis, Patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan penalaksanaan Appendiktomi.

b.      Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian pada Ny. E  dengan Appendiktomi.

c.       Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengobservasi serta merumuskan masalah keperawatan pada Ny. E  dengan Appendiktomi.

d.      Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan yang mencakup intervensi pada Ny. E  dengan Appendiktomi.

e.       Mahasiswa mampu menjelaskan atau melaksaanan tindakan keperawatan pada Ny. E  dengan Appendiktomi.

f.       Mahasiswa mampu menjelaskan evaluasi pada Ny. E  dengan Appendiktomi.

 


BAB II

PEMBAHASAN

  1. Definisi

Apendiksitis adalah ujung seperti jari-jari kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci) melekat pada sekum tepat dibawah katup eleosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Brunner and suddarth, 2002).

Apendiksitis merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia tersebut (Arif Muttaqin, Kumala Sari, 2009).

Apendiksitis merupakan inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di bagian inferior sekum. Penyebab paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses, yang akhirnya merusak suplai darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi. Komplikasi utama berhubungan dengan apendisitis adalah peritonitis, yang dapat terjadi bila apendiks ruptur (Ester, Monica, 2002).

Appendectomy adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat dilakukan oleh pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan endoskopi, namun karena adanya perlengketan multipel, posisi retriperitoneal dari apendiks, atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan (tradisional) (Marilynn E Doenges 2002).

  1. Etiologi

Apendiksitis merupakan infeksi bakteri. Faktor pencetusnya yaitu sumbatan pada lumen disebabkan oleh fekalit, hipertrofi limfoid, barium kering, biji atau cacing usus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. (Syamsuhidayat, et.al, 2002)

  1.  Manifestasi Klinis

Pada kasus apendiksitis akut klasik, gejala awal adalah nyeri atau rasa tidak enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umunya berlangsung lebih dari satu atau dua hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai oleh anoreksia, mual, dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan di sekitar titik Mc Burney. Kemudian, dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukositosis sedang (Price, Sylvia Anderson, 2006).

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnta infeksi dan lokasi appendiks. Bila apendisitis melingkar di belakang sekum, nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung appendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.

Gambaran klinik apendisitis:

a.       Tanda awal

Nyeri mulai di episgastrium atau regiomilikus disertai mual dan anoreksia.

b.      Nyeri rangsang peritonium tidak langsung

Nyeri rangsang peritonium tidak langsung meliputi nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing), nyeri tekanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg), nyeri tekanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam berjalan, batuk, atau mengedan. (Brunner dan Suddarth, 2002)

  1. Patofisiologis

Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis. (Syamsuhidayat, et.al, 2002)

  1. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Peforasi secara umum terjadi 24 jam setelah nyeri (gejala-gejalanya termasuk demam, penampilan toksik dan nyeri berlanjut). (Syamsuhidayat, et.al, 2002)

  1. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1.    Jumlah leukosit lebih tinggi dari 10.000 /mm3, normalnya 5.000-10.000/mm3

2.    Jumlah netrofil lebih tinggi dari 75%

3.    Pemeriksaan urin rutin, urinalisis normal, tetapi eritrosit atau lekosit mungkin ada.

4.    Pemeriksaan photo sinar x tidak tampak kelainan yang spesifik (Doengoes, 1999).

  1. Penatalaksanaan

Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendiksitis telah ditegakkan, antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa di tegakan .

Apendektomi dilakukan sesegara mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dengan anastesi umum spinal dengan insisi abdomen bawah dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.

1.         Pra Operatif

a.     Observasi

Dalam 8 – 12 jam setelah kaluhan tanda dan gejala apendiksitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu di lakukan. Pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan, laksatif tidak di berikan. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah di ulang secara periodik, foto thoraks dan abdomen dilakukan untuk mencari kemungkinan ada penyulit lain.

b.    Infus intravena di gunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal  adekuat dan  menggantikan cairan yang telah hilang.

c.     Terapi Antibiotik dapat di berikan untuk mencegah infeksi

2.         Pasca Operasi

Perlu dilakukan obsevasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syock, hipertermi, atau gangguan pernafasan. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen. Pasien di katakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Pasien dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan  sampai fungsi usus kembali normal.

Berikan minum mulai dari 15 ml/jam selama 4 - 5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.  Keesokan hari nya di berikan makanan saring, dan hari berikutnya di berikan makanan  lunak. Satu hari pasca operasi di anjurakan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari berikutnya pasien boleh berdiri dan duduk di luar kamar. Pada hari  ke 5 atau 7 jahitan dapat di buka di angkat dan pasien diperbolehkan pulang.

  1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Doengoes, 1999 dasar data pengkajian pasien (pra operasi) adalah :

1.       Aktivitas atau istirahat

Gejala    :    Malaise

2.       Sirkulasi

Tanda    :    Takikardia

3.       Eliminasi

Gejala    :    Konstipasi pada awitan awal

Diare (kadang-kadang)

Tanda    :    Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus

4.       Makanan / cairan

Gejala    :    Anoreksia, mual / muntah

5.       Nyeri kenyamanan

Gejala    :    Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney.

Mc. Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan),

meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba di duga perforasi atau infark pada appendiks) keluhan berbagai rasa nyeri atau gejala tidak jelas (sehubungan dengan lokasi appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter).

Tanda    :    Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang

dengan lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah

karena posisi ekstensi kaki kanan atau posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri di duga inflamasi peritoneal.

6.       Keamanan

Tanda    :    Demam (biasanya rendah)

7.       Pernafasan

Tanda    :    Takipnea, pernafasan dangkal

  1. Diagnosa Keperawatan

1.       Infeksi, resiko tinggi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi atau ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses.

2.       Kekurangan volume cairan, berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi.

3.       Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah.

4.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan perjalanan penyakit.

  1. Intervensi dan Rasionalisasi

Diagnosa I

1.       Intervensi : Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen

Rasional : Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis

2.       Intervensi : Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik

Rasional : Menurunkan resiko penyebaran penyakit atau bakteri

3.       Intervensi : Lihat insisi dan balutan

Rasional : Memberikan deteksi dini terjadi nya proses infeksi dan pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya

Diagnosa II

1.    Intervensi : Awasi tekanan darah dan nadi

Rasional : Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intra vaskuler

2.    Intervensi : Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler

Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

3.    Intervensi : Awasi masukan dan haluaran; catat warna urin atau konsentrasi, berat jenis

Rasional : Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis di duga dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan

Diagnosa III

1.      Intervensi : Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik beratnya (skala 0-10)

Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan

2.      Intervensi : Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler

Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilang-kan tegangan abdomen

3.      Intervensi : Dorong ambulasi dini

Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen

Diagnosa IV

1.      Intervensi : Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi

Rasional : Memberikan inflamasi pada pasien untuk merencanakan rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah

2.      Intervensi : Dorong aktivitas sesuai tolerasi dengan periode istirahat periodik

Rasional : Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat

3.      Intervensi : Anjurkan menggunakan laksatif atau pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema

Rasional : Membantu kembali ke fungsi usus semula

  1. Pelaksanaan Keperawatan

Merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam rencana keperawatan klien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan klien. Kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan perawatan kesehatan keluarga ( Doenges, 2002; hal. 105 )

Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan kepeerawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada pasien. Pendekatan yang digunakan adalah independen, dependen dan interdependen.

1.      Secara mandiri (independen)

Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi rekasi karena adanya stressor (penyakit), misalnya :

a.         Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

b.         Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus.

c.         Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.

d.        Menciptakan lingkungan terapeutik.

2.      Saling ketergantungan /kolaborasi (interdependen)

Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesame tim perawatan atau kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analisis kesehatan, dll.

3.      Rujukan / ketergantungan

Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis, psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dsb. Pada penatalaksanaannya tindakan keperawatan dilakukan secara :

a.       Langsung : ditangani sendiri oleh perawat

b.      Delegasi : diserahkan kepada orang lain/perawat lain yang dapat dipercaya.

Apabila tujuan, hasil dan intervensi telah diidentifikasi, perawat siap untuk melakukan aktivitas pencatatan pada rencana perawatan klien. Dalam mengaplikasikan rencana kedalam tindakan dan penggunaan biaya secara efektif serta pemberian perawatan tersebut. Dalam menentukan prioritas saat ini, perawat meninjau ulang sumber – sumber sambil berkonsultasi dan mempertimbangkan keinginan klien.

  1. Evaluasi Keperawatan

Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan. Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Langkah dari evaluasi proses keperawatan adalah mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan.

Sejalan dengan yang telah dievaluasi pada tujuan, penyesuaian terhadap rencana asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan terpenuhi dengan baik, perawat menghentikan rencana asuhan tersebut dan mendokumentasikan analisa masalah teratasi. Tujuan yang tidak terpenuhi dan tujuan yang sebagian terpenuhi mengharuskan perawat untuk melanjutkan rencana atau memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

Tujuan dari evaluasi antara lain:

1.        Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.

2.        Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikaUntuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.Mendapatkan umpan balik.

3.        Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.

4.        Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif atau tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan.

5.        Untuk memutuskan hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang perawat harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan konsep model teori keperawatan.

Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain: mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan, mengukur pencapaian tujuan, mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan, dan melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.

Adapun evaluasi keperawatan yang dapat dicapai pada klien post appendiktomi adalah :

  1. Tidak terjadi infeksi dan menunjukkan proses penyembuhan luka yang optimal.
  2. Mempertahankan keseimbangan cairan.
  3. Nyeri dapat berkurang/hilang.
  4. Menyatakan pemahaman, proses penyakit, pengobatan, dan  potensi komplikasi.

 

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1.        Identitas

Nama                                : Ny. E

Umur                                : 34 Tahun

No. RM                            : 1-23-72-99

Cara Datang                     : Melalui Ruang Rawat Inap

Tanggal Masuk                 : 25 Mei 2020

Tanggal Pengkajian          : 02 Juni 2020 

Dx Medis                         : Appendiksitis

 

2.        Pre opratif care

Pada pukul 10.30 WIB klien Ny. E dibawa dari ruang perawatan dengan mengunakan brankar, identitas klien sebagai berikut :

Identitas

1.      Nama Pasien   : Ny. E

2.      Umur               : 34 Tahun

3.      Suku/Bangsa   : Aceh/Indonesia

4.      Agama             : Islam

5.      Pendidikan      : Strata I

6.      Pekerjaan         : PNS

7.      Alamat                        : Banda Aceh

8.      Sumber Biaya  : BPJS

 

3.        Keluhan utama

Klien mengatakan nyeri disekitar bagian perut, nyeri dirasakan terus-menerus dan ada rasa mual dan muntah

 

4.        Riwayat penyakit

Pada tanggal 27 Mei 2020 klien mengatakan nyeri berat di perut sebelah kanan bawah. Kemudian klien mengatakan susah mrnggerakkan kaki sebelah kanan dan susah berjalan. Klien juga mengatakan ada rasa mual dan muntah. Klien sebelumnya sudah pernah mendapat perawatan di Rumah Sakit Harapan Bunda pada tanggal 25 Mei 2020. Kemudian klien dirujuk ke RSUDZA untuk dilakukan appendiktomi.

 

5.        Keadaan psikologis

Klien tampak cemas dan selalu berdoa. Klien mengatakan rasa cemas jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Klien berharap operasinya akan berjalan lancar dan cepat. Klien juga berharap cepat sembuh dan dapat bekerja lagi.

 

6.        Informed concent

Informed concent ditanda tangani oleh keluarga klien pada tanggal 27 Mei 2020 :

Nama                                : Ny. S

Tempat tanggal lahir        : Banda Aceh, 14 April 1978

Alamat                             : Banda Aceh

Pekerjaan                         : Wiraswasta

 

7.        Pemeriksaan fisik

Keadaan umum                : Sedang

Tingkat kesadaran            : compos mentis

GCS                                 : E        : 4

                                         : V       : 6

                                         : M       : 5

Nilai normal GCS            : 15

Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, abdomen datar, klien terpasang infuse R/L 20 tetes per menit pada tangan sebelah tangan kanan

Palpasi : Pada daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign).

Status lokalis

a)    Mc.burney :

(1) Nyeri tekan (+)

(2) Nyeri lepas (+) → rangsang peritoneum

(3) Nyeri ketok (+)

b)   Defens muskuler (+) →m.rektus abdominis

c)    Rovsing Sign (+) → pada penekanan perut bagian kontra Mc Burney (kiri) terasa nyeri di Mc Burney karena tekanan tersebut merangsang peristaltik usus dan juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakan peritoneum sekitar appendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.

d)   Psoas sign (+) → m psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik Mc Burney (pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritoneum sekitar appendicitis yang juga meradang.

e)    Obturator sign (+) → fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila nyeri berarti kontak dengan m obturator internus, artinya appendiks di pelvis.

f)    Peritonitis umum (perforasi) :

(1) Nyeri di seluruh abdomen

(2) Pekak hati hilang

(3) Bising usus hilang

g)   Rectal touche : nyeri tekan pada jam 9 – 12

 

8.        Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan hematologi

Hb                                    : 14,9 gr%

Leukosit               : 7500 mm3

Eritrosit                : 5,0 jt/mm3

Trombosit             : 340.000 mm3

PCV                     : 43 V%

Pemeriksaan Urine          

Eritrosit                : 0-2   /Lp

Leukosit               : 4-5   /Lp

Epitel                    : 5-10 /Lp

Gula darah acak   : 107 mg/dl

Rontgen               : Tidak ada kelainan

 

9.        Persiapan Klien

a.    Klien dipakaikan baju OK

b.    Bulu pubis dan di sekitar yang akan dilakukan

c.    Puasa (mulai dari jam 1 malam)

d.   Lavemen

e.    Hasil Pemeriksaan EKG

f.     Hasil Pemeriksaan laboratorium

g.    Hasil Foto torak

h.    Persediaan darah (1 kolf)

 

10.    Persiapan Instrumen dan Kamar Operasi

Klem pean lurus               : 2 buah

Klem pean bengkok         : 2 buah

Calpel no 4                       : 1 buah

Calpel no 2                       : 1 buah

Gunting benang               : 1 buah

Gunting jaringan              : 1 buah

Duk klem                         : 1 buah

Klem koher                      : 7 buah

Lengan back sedang        : 4 buah

Pinset anatomis                : 2 buah

Pinset sirugis                    : 2 buah

Bab cock                          : 2 buah

Clem alles             : 2 buah

Mickrolitz                         : 3 buah

Kanul suction                   : 1 buah

Pisau operasi no 2            : 1 buah

Peripare                            : 1 buah

Needle holder                  : 1 buah

Kom kecil                         : 1 buah

Bengkok                           : 1 buah

Selang suction                  : 1 buah

Gaun Operasi

Duck Besar                      : 2 buah

Puck sedang                     : 4 buah

Jas operasi                        : 4 buah

Hand scone                      : 4 buah

Alat Penunjang

Diatmi congulation          : 1 buah

Oksimeter                         : 1 buah

Suction pump surgery      : 1 buah

Monitor                            : 1 buah

Lampu operasi                  : 1 buah

Meja instrument               : 2 buah

Benang 

Cromic                             : 1

Plain                                 : 1, 2/0

Silk                                   : 1, 2/0, 3/0

Polypropylene                  : 3/0

Bahan Medis Habis Pakai

Mess no 24, kassa (6 bungkus)

jarum

alkohol 70 %(200 ml)

betadin (500ml)

hibiscrub (200 ml)

hypafik (30 cm)

sarung tangan 7,5 (4 bh)

benang cromic 2/0

benang plain 3/0

benang side 2/0

 

11.    Pelaksana operasi

Jenis anastesi        : Anastesi Spinal

Obat anastesi        : Bupivacaine Spinal 5mg

 

12.    Persiapan di ruang penerimaan

Pukul 10:30 WIB : Klien berada di ruang transit untuk menunggu dilakukannya   tindakan operasi oleh team operasi. Klien memakai baju operasi yang telah disiapkan oleh perawat.

Pukul 10:31 WIB : Klien dibaringkan di brankar oleh perawat

Pukul 10:32 WIB : Perawat melakukan pengkajian pre operatif kepada klien

Pukul 10:35 WIB : Team operasi melakukan persiapan alat-alat untuk operasi

Pukul 10:37 WIB : Team operasi melakukan persiapan kamar operasi

Pukul 10:39 WIB : Team operasi melakukan persiapan personel untuk melakukan   tindakan Operasi

 

13.    Intra operasi

Pukul 10:40 WIB : Klien di naikkan ke meja operasi oleh perawat sirkulasi

Pukul 10:45 WIB : Perawat anastesi menyiapkan obat,posisi klien untuk dilakukan 

tindakan anastesi

Pukul 10:45 WIB : Perawat anastesi melakukan injeksi lumbal (Bupivacaine Spinal  5mg)

Pukul 10:46 WIB : Perawat anastesi melakukan injeksi IV bolus (Onasetron 8mg)

Pukul 10:47 WIB : Operator dan asisten operasi mencuci tangan dengan

menggunakan antiseptic hybrid scrub dengan teknik steris lalu dibilas dengan alcohol 96%(scrubbing)

Pukul 10:48 WIB : Operator dan asisten operasi memakai jas operasi(gowning), selanjutnya memakai sarung tangan steril(gloving)

Pukul 10:49 WIB : Asisten operator mendesinfeksi daerah insisi dengan bethadine (iodium providone)10%. Dimana tubuh klien ditutup dengan kain steril yang dimulai dari kaki, bagian kepala samping kanan dan kiri, untuk membentuk batas tegas operasi atau daerah insisi.

Pukul 10:50 WIB : Operator melakukan insisi, mulai dari bagian kulit kutis, sub kutis, fasia, otot selanjutnya peritoneum. Selanjutnya usus di eksplorasi sehingga appendik dapat dikeluarkan lalu dijepit dengan klem pean lurus selanjutnya diikat pada bagian pangkal appendik dengan benang silk 3/0. Selanjutnya appendik dipotong, bagian appendik yang telah dipotong lalu dijahit dengan benang silk 2/0. Setelah itu usus dimasukkan kembali ke dalam rongga peritoneum lalu dijahit dengan benang cromic1, otot:plain 1, fasia:silk 2/0, subkutis:plain 2/0 dan kutis :silk 3/0,1. Selanjutnya insisi di bersihkan dan ditutup oleh kasa steril yang sudah diberi bethadine10% lalu diplester. Operator dan asisten melepas jas operasi, mencuci tangan . Perawat instrument mencuci alat-alat dan membersihkan kamar operasi.

Pukul 11:20 WIB : Klien selesai operasi selanjutnya dipindahkan ke RR (Recovery Room)

14.    Post operatif care

Klien dipindahkan ke ruang Recovery Room pukul 11:20 WIB dengan kesadaran compos mentis, klien terpasang infuse R/L dengan 20 tetes. Hasil TTV yaitu:

a.         Tanda-tanda Vital (post-operasi)pukul 11:25 BBWI

Tekanan Darah          : 117/79 mmHg

Nadi                          : 68 x/menit

Suhu                          : 25,7 C

Pernafasan                :  18x/ menit

Saturasi                     : 98

Tanda-tanda Vital (post-operasi)pukul 11:30 BBWI

Tekanan darah                      : 110/80 mmHg

Suhu                          : 36, 2 C

Nadi                          : 86 x / menit

Pernafasan                : 20 x / menit

b.         Instruksi dokter

Bedrest                     : total

Diit                            : bubur saring

c.         Terapi medis

Remopain                  : 2x1

Cedacilin                   : 2x1

Ranitidine                 : 2x1

Ketorolax                  : 2x1


 

ANALISA DATA

No.

Data

Etiologi

Problem

1.

Data subyektif :

·     Klien mengatakan lemas untuk bergerak

Data obyektif :

-     Klien tampak lemah

-     Klien terpasang infuse RL

Tindakan operasi

 

Adanya Insisi bedah

 

Aktivitas terbatas

 

Kurang perawatan diri

Deficit perawatan diri

2.

Data subyektif :

·    Klien mengatakan menggigil dan kedinginan

Data obyektif :

-     Klien tampak tremor

-     Klien memakai selimut dari kaki hingga kepala

-     Suhu 36,3°C

Tindakan operasi

 

Pemberian anastesi

 

Pengaruh anastesi

 

Suhu ruangan

 

Perubahan suhu tubuh

Hipotermi

 

 

 

 

 

 

 

 

3.

Data Subyektif

·     Klien mengatakan asupan nutrisi   berkurang tubuhnya  lemah

Data Obyektif

-     Terdapat luka insisi P :5cm

-     Terdapat jahitan di perut

Asupan nutrisi berkurang

 

Daya tahan tubuh menurun

 

Infasi mikro organism

 

Resti infeksi

Resiko tinggi infeksi

 


 

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Post Operasi

1.       Hipotermi berhubungan dengan pengaruh anastesi

2.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pertahanan tubuh,insisi bedah.

3.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

 

RENCANA KEPERAWATAN

No.

Diagnose keperawatan

Tujuan

Kriteria hasil

Intervensi

Rasional

1.

Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan yang dingin

Tujuan

Hipotermi dapat dikurangi

Kriteria Hasil :

·         Klien dapat beristirahat dengan nyaman

-       Monitor TTV

-       Berikan kompres hangat jika perlu

-       Pantau adanya tanda-tanda sianosis dan raba akral

-       Sebagai indicator untuk menetapkan intervensi

-       Bisa menghangatkan suhu tubuh

-       Sianosis dan akral yang dingin merupakan tanda hipotermi

2.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Kriteria Hasil:

Klien tampak bersih

-       Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.

-       Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.

-       Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.

-       Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.

-       Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.

-       Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman.

-       Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene

-       Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan

3.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan,luka insisi bedah, tidak adekuatnya pertahanan tubuh

 

Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi

Dengan kriteria : Tidak ada  tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).

-       Kaji tanda-tanda inflamasi

-       Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada.

-       Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma

-       Anjurkan klien mandi dengan sempurna

-       Sebagai indicator untuk penetapan intervensi

-       Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organism.

-       Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar.

Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan

ruptura apendiks.

-       Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme

 

  

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No.

Diagnosa keperawatan

Implementasi

Evaluasi

1.

Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkugan yang dingin

-       Melakukan Monitor TTV

-       Memantau adanya tanda-tanda sianosis dan raba akral

S : Klien mengatakan masih menggigil, kedinginan

O : Klien tampak tremor,

   Tanda-tanda vital :

TD : 110/80 mmHg

N   : 84x/menit

RR : 20x/menit

S    : 36,3°C

A : Masalah hipotermi belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

2.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

-       Memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya perawatan diri kepada klien dan keluarga

-       Menganjurkan keluarga untuk membantu klien menjaga kebersihan tubuh

S : Klien mengatakan mengerti

O: Klien dan keluarga tampak mengerti

A: Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

3.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan,luka insisi bedah, tidak adekuatnya pertahanan tubuh

-       Menganjurkan klien menjaga kebersihan luka operasi

-       Memberikan pendidikan kesehatan tentang resiko infeksi kepada klien dan keluarga

S : Klien mengatakan mengerti

O : Klien tampak mengerti

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Marilynn E. Dongoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi tiga, Buku Kedokteran  EGC, Jakarta

 

Herdman , H. (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan Definis dan Klasifikasi 2012-2014 . Jakarta : EGC.

           

Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

 

Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.

 

Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

 

Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

 


 

 

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A.      PENGKAJIAN, DIAGNOSA DAN INTERVENSI

1.      Identitas

Nama                          : Ny. E

Umur                          : 34 Tahun

No. RM                      : 1-23-72-99

Cara Datang               : Melalui Ruang Rawat Inap

Tanggal Masuk           : 25 Mei 2020

Tanggal Pengkajian    : 02 Juni 2020 

Dx Medis                   : Appendiksitis

 

2.      Pengkajian Primer

Keluhan Utama : Klien mengatakan nyeri disekitar bagian perut, nyeri dirasakan terus-menerus dan ada rasa mual dan muntah

 

Riwayat Kesehatan Saat Ini : Pada tanggal 27 Mei 2020 klien mengatakan nyeri berat di perut sebelah kanan bawah. Kemudian klien mengatakan susah mrnggerakkan kaki sebelah kanan dan susah berjalan. Klien juga mengatakan ada rasa mual dan muntah. Klien sebelumnya sudah pernah mendapat perawatan di Rumah Sakit Harapan Bunda pada tanggal 25 Mei 2020. Kemudian klien dirujuk ke RSUDZA untuk dilakukan appendiktomi.

 

 

 

 

 

 

Airway

Data :

 

Diagnosa Keperawatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Intervensi :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Breathing

Data :

 

Diagnosa keperawatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Intervensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Circulation

Data :

 

Diagnosa keperawatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Intervensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disability

Data :

 

Diagnosa keperawatan

 

 

 

 

 

Intervensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Exposure

Data :

 

Diagnosa Keperawatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Intervensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.      Pengkajian Sekunder

Full Vital Sign

Data :

 

 

 

 

 

 

 

 

Diagnosa Keperawatan

 

 

 

 

Intervensi

 

 

 

 

 

 

 

Give Comfort

Data :

 

 

 

 

 

 

 

History

Data :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Head to Toe

Data :

Kepala :

 

 

 

 

 

Leher :

 

 

 

 

Dada :

 

 

 

 

Abdomen :

 

 

 

 

Pelvis dan Genitalia :

 

 

 

 

Ekstremitas :

Atas :

 

 

 

 

 

Bawah :

 

 

 

 

Inspection Back Posterior

 

 

 

 

 

 

 

 

 


B.       IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosa

Tanggal

Jam

Implementasi

Rasional

Evaluasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

CP Hari          :

Dinas              :

Tanggal          :

No

Diagnosa Keperawatan

Pukul

Implementasi

Evaluasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment