Saturday 15 January 2022

ASKEB NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAH PATOLOGIS

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar belakang

Menurut World Health Organization (WHO, 2017) menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB) turun dalam tahun-tahun terakhir. Pada tahun 2017 Angka Kematian Bayi sebanyak 29 kematian per 1000 kelahiran hidup. 

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2017). Menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) turun. Pada tahun 2017 Angka Kematian Bayi sebanyak 24 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut mengalami penurunan dibanding hasil SDKI tahun 2012, yaitu sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup. Menurut Permenkes RI dalam program SDGs bahwa target sistem kesehatan nasional yaitu pada goals ke

3 menerangkan bahwa pada 2030 seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Bayi setidaknya hingga 12 per 1000 kelahiran hidup (Permenkes RI, 2015).

Penyebab kematian bayi ada 2 yaitu langsung (endogen) dan tidak  langsung (eksogen). Kematian bayi endogen atau kematian neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi. Kematian bayi yang berasal dari kondisi bayinya sendiri yaitu BBLR, bayi prematur, dan kelainan koagenital. Kematian bayi yang dibawa sejak lahir adalah asfiksia. Kematian bayi eksogen atau kematian post-neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan luar (Susanty dan Salmiah, 2018).

Faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal terdiri dari empat faktor, yaitu: 1) faktor ibu yang meliputi umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan, status gizi, status anemia, kunjungan antenatal care, jenis persalinan, jarak kehamilan, paritas, umur kehamilan dan status kesehatan ibu, 2) faktor bayi yang meliputi kondisi bayi ketika lahir serta komplikasi yang menyertainya seperti jenis kelamin, Ikterus, kelainan kongenital, sepsis, BBLR, asfiksia, kelainan pernapasan, dan lain- lain. 3) faktor pelayanan kesehatan yang terdiri dari penolong persalinan, tempat persalinan dan sistem rujukan, 4) faktor geografis atau lingkungan yang meliputi jarak ke fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan primer (klinik/ puskesmas/ praktik bidan/praktik dokter) ataupun fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit) dan akses sarana transportasi dalam menjangkau fasilitas kesehatan (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).

 

B.     Rumusan masalah

Apa saja asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, balita, dan anak pra-sekolah patologis ?

 

C.    Tujuan umum

1.      Untuk mengetahui askeb neonatus dengan jejas persalinan

2.      Unruk mengetahui askeb pada neonatus dengan kelainan bawaan

3.      Unruk mengetahui askeb pada neonatus dengan kelainan bawaan

4.      Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita, dan anak pra-sekolah dengan masalah tumbuh kembang.

5.      Untuk mengetahui deteksi dini penyimpangan mental emosional pada pertumbuhan dan perkembangan anak.

 

 


 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A.    Neonatus dengan jejas persalinan

1.      Caput suksedaneum

a.       Pengertian

Caput Succedaneum Caput Succedaneum adalah pembengkakan pada suatu tempat di kepala karena oedem yang disebabkan tekanan jalan lahir pada kepala.

b.      Penyebab Caput Succedaneum

Caput Succedaneum timbul akibat tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir hingga terjadi pembendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravasa. Benjolan kaput berisi cairan serum dan sedikit bercampur darah.

c.       Tanda-tanda Caput Succedaneum Secara klinis

benjolan ditemukan di daerah presentasi lahir, pada perabaan teraba benjolan lunak, berbatas tidak tegas, tidak berfluktuasi tetapi bersifat edema tekan. Benjolan terletak di luar periosteum hingga dapat melampaui sutura. Kulit pada permukaaan benjolan sering berwarna kemerahan atau ungu dan kadang-kadang ditemukan adanya bercak petekie atau ekimosis. Caput Succedaneum dapat terlihat segera setelah bayi lahir.

d.      Penatalaksanaan Caput Succedaneum

Ukuran dan letak Caput Succedaneum dicatat dan area yang terkena diamati sampai pembengkakan menghilang. Biasanya sekitar 3 hari dan tidak dibutuhkan pengobatan. Tetapi orang tua harus diingatkan bahwa kondisi tersebut adalah relatif umum dan sementara. Jika terjadi ekimosis yang luas, dapat diberikan indikasi fototerapi untuk hiperbilirubinemia.

2.      Cephalhematoma

a.       Pengertian

Chephal Haematoma Penumpukan darah di antara tulang tengkorak dan membran yang melapisinya.

b.      Penyebab Cephal Haematoma Cephalhematoma

disebabkan perdarahan subperiostal tulang tengkorak dan terbatas tegas pada tulang yang bersangkutan, tidak melampaui sutura-sutura sekitarnya. Tulang tengkorak yang sering terkena adalah tulang temporal dan parietal. Ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. Kelainan dapat terjadi pada persalinan biasa. Tetapi lebih sering pada persalinan lama atau persalinan yang diakhiri dengan ekstraksi cunam atau ekstraksi vacum.

c.       Tanda-tanda Cephal Haematoma

Secara klinis benjolan Cephalhematoma berbentuk benjolan difus berbatas tegas tidak melampaui sutura. Pada perabaan terasa adanya fluktuasi karena merupakan suatu timbunan darah yang letaknya di rongga subperiost. Cephalhematoma biasanya tampak di daerah tulang parietal, kadang-kadang ditemukan di daerah tulang oksipital, jarang sekali ditemukan di tulang frontal.

d.      Penatalaksanaan Cephal Haematoma

Kebanyakan Cephalhematoma diserap dalam 2 minggu sampai dengan 3 bulan bergantung pada ukurannya. Cephalhematoma ini dapat mulai mengalami kalsifikasi pada minggu kedua. Cephalhematoma tidak memerlukan pengobatan.

3.      Fraktur klavikula

a.       Pengertian Fraktur Klavikula

Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah atau proksimal klavikula. 

b.      Peyebab Fraktur Klavikula

1)      Trauma (benturan)

2)      Tekanan/stres yang terus menerus dan berlangsung lama

3)      Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia

c.       Tanda-Tanda Fraktur Klavikula

1)      Klavikula membantu mengangkat bahu ke atas, ke luar, dan ke belakang thorax. Maka bila klavikula patah, pasien akan terlihat dalam posisi melindungi-bahu jatuh ke bawah dan mengimobilisasi lengan untuk menghindari gerakan bahu.

2)      Perubahan warna jaringan yang terkena 

3)      Deformitas postur tubuh/ bengkak

4)      Abnormal mobilitas / kurangnya gerakan

5)      Menangis merintih ketika tulang digerakkan

d.      Penanganan Fraktur Klavikula adalah :

1)      Dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi. Modifikasi bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris. 

2)      Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat ditangani dengan sling dan pembatasan gerakan lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna.

4.      Fraktur humerus

a.       Pengertian Fraktur Humerus  

fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa pada tulang humerus atau rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap pada tulang humerus. 

 

 

b.      Penyebab Fraktur Humerus

Penyebab fraktur humerus adalah kesalahan teknik dalam melahirkan lengan pada presentasi kepala / sungsang dengan lengan menbumbung ke atas.

c.       Tanda-tanda Fraktur Humerus

Tanda-tanda Fraktur Humerus adalah sisi yang terkena tidak dapat digerakkan dan refleks moro sisi tersebut menghilang.

d.      Penanganan Fraktur Humerus adalah :

1)      Beri bantalan kapas atau kasa antara lengan yang terkena dan dada dari ketiak sampai siku.

2)      Balut lengan atas sampai dada dengan kasa pembalut

3)      Fleksikan siku 90 derajat dan balut dengan kasa pembalut lain, balut lengan atas menyilang dinding perut. Yakinkan bahwa tali pusat tidak tertutup kasa pembalut.

4)      Imobilisasi lengan selama 2-4 minggu.

 

B.     Neonatus dengan kelainan bawaan

1.      Hernia Diafragmatika      

a.       Definisi  Termasuk kelainan bawaan yang terjadi karena tidak terbentuknya sebagian diapragma, sehingga ada bagian isi perut masuk kedalam rongga otak.

b.      Gambaran Klinis 

Adanya penutupan yang tidak sempurna pada sinus pleuroperitonel yang terletak pada bagian postero-lateral diafragma.      

c.       Tanda Gejala 

1)      Kulit berwarna pucat bahkan biru

2)      Sesak nafas

3)      Retraksi sela iga dan substernal

4)      Perut kecil dan cekung

5)      Suara napas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut

6)      Bunyi jantung terdengar pada paru karena terdesak isi perut

7)      Terdengar bising usus didaerah dada

8)      Muntah      ·

d.      Penatalaksanaan

1)      Berikan O2 bila bayi tampak pucat atau biru

2)      Posisikan bayi semi fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan agar difragma dapat bergerak bebas

3)      Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkanlah bayi agar tidak terjadi aspirasi

4)      Lakukan informed consent

2.      Meningokel dan Ensefalokel

a.       Definisi  Meningokel  

Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit.

Kelainan  Ensefalokel  Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.

b.      Etiologi

Infeksi, faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asam folat selama kehamilan.

c.       Gambaran klinis Meningokel

1)      Terjadi didaerah servikal/torakal sebelah atas

2)      Kantong hanya berisi selaput otak, korda tetap pada korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).

Ensefalokel

1)      Terjadi pada bagian oksipital

2)      Terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak.

3)      Berkaitan dengan kelainan mental yang berat     

d.      Pencegahan 

Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini. Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. ·

e.       Penatalaksanaan

1)      Sebelum operasi masukkan bayi ke inkubator tanpa baju

2)      Telungkup atau tidur jika kantong besar untuk mencegah infeksi

3)      Meminta informed chice dan informed consent keluarga untuk rujukan bayi

4)      Merujuk bayi ke RS untuk di operasi

5)      Pasca operasi perhatikan luka agar: tidak basah, ditarik atau digaruk bayi, perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur lingkar kepala, pemberian antibiotik (kolaborasi).

3.      Atresia esofagus

a.       Pengertian  Atresia  Esofagus

Atresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mencegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

b.      Penyebab  Atresia  Esofagus

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli  tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tetang proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

c.       Tanda-tanda  Atresia  Esofagus

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi, sianosis,batuk dan sesak napas,gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas,perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus,oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk dan biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.

d.      Penatalaksanaan  Atresia  Esofagus

Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

4.      Hydrosefalus

a.       Pengertian Hydrosefalus

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air"). Suatu keadaan dimana terdapat timbunan likuar serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel dan ruang subarakhnoid yang disertai dengan kenaikan tekanan intrakranial.

b.      Pembagian Hydrosefalus

1)      Hidrosefalus obstruktif disebabkan karena adanya obstruksi pada sirkulasi cairan serebrospinal. 

2)      Hidrosefalus non-obstruktif biasanya karena produksi CSS yang berlebihan, gangguan absrobsi pada granula archanoid, dan perdarahan intraventrikular.

c.       Tanda-tanda Hydrosefalus

1)      Ukuran Kepala lebih besar dibandingkan tubuh 

2)      Ubun-ubun besar melebar dan tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol

3)      Adanya pembesaran tengkorak dan terjadi sebelum sutura menutup

4)      Kulit kepala menipis dengan disertai pelebaran vena pada kepala

5)      Bola mata terdorong kebawah sehingga sklera tampak di atas iris seakan-akan terlihat seperti matahari terbenam ”sunset sign” 

6)      Terdapat tanda “ cracked pot sign “ yaitu bunyi pot kembang yang retak pada saat dilakukan perkusi kepala

7)      Anak sering menangis merintih menjadi cepat terangsang, hilang nafsu makan, tonus otot diseluruh tubuh kurang baik, tubuh kurus dan perkembangan menjadi terhambat.

d.      Penatalaksanaan Hydrosefalus

1)      Melakukan pengukuran lingkar kepala secara rutin untuk mengetahui perubahan ukuran kepala sekecil mungkin.

2)      Pada beberapa anak dengan keadaan yang semakin melemah serta hilangnya nafsu makan memerlukan asupan nutrisi dengan memasang NGT

3)      Memberikan lingkungan yang nyaman tidak bising karena anak ini mudah terangsang oleh suara akibat kelemahan kondisinya.

4)      Memberitahu keluarga supaya terus menjaga kebersihan saat kontak dengan anak, menjaga kebersihan lingkungan sekitar anak karena anak dengan hidrosefalus mudah terinfeksi

5)      Segera bekerjasama dengan dokter / rujuk di RS untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut. Karena kelainan ini memerlukan tindakan operatif.

5.      Fimosis

a.       Pengertian Fimosis

Fimosis adalah keadaan dimana kulit penis ( preputium ) melekat pada bagian kepala penis ( gland penis ) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni sehingga bayi atau anak mengalami kesulitan dan kesakitan saat kencing.

b.      Penyebab Fimosis

Kelainan bawaan yang diderita sejak lahir yaitu adanya penyempitan prepusium sejak lahir, dikarenakan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala (gland) dan mengakibatkan tersumbatnya saluran air seni.

c.       Gejala Fimosis

1)      Anak sulit berkemih 

2)      Sering menangis keras sebelum urine keluar, atau terlihat sembab

3)      Kulit kulup ( prepusium ) terbelit dan menggembung  sewaktu  anak kencing  (ballooning)

4)      Kulit preputium yang melekat erat pada gland penis

d.      Penatalaksanaan  Fimosis

1)      Setiap bayi baru lahir harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih setelah lahir atau paling lambat 24 jam setelah lahir.

2)      Bayi laki-laki yang akan dimandikan terutama yang mengalami fimosis hendaknya prepusiumnya di dorong kebelakang, kemudian ujungnya dibersihkan dengan kapas DTT.

3)      Bila fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi. Sirkumsisi pada fimosis berfungsi untuk mengangkat prepusium yang menutupi gland penis. Perawatan setelah dilakukan khitan adalah beri salep antibiotik sekitar luka untuk mencegah infeksi. Luka bekas khitan harus dijaga kebersihanya terutama setelah kencing, popok / celana dalam jangan sampai lembab.

6.      Hypospadia

a.       Pengertian Hypospadia

Hipospadia adalah deformitas umum dimana uretra pada anak laki-laki terbuka di suatu tempat sepanjang permukaan bawah penis

b.      Penyebab Hypospadia

Adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai ke-14 Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa etiologi dari hipospadia telah dikemukakan.Sekitar 28% penderita ditemukan adanya hubungan familial. Pembesaran tuberkel genitalia dan perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar testosteron selama proses embriogenesis. Jika testis gagal memproduksi sejumlah testosteron atau jika sel-sel struktur genital kekurangan reseptor androgen atau tidak terbentuknya androgen converting enzyme (5 alpha-reductase) maka hal-hal inilah yang diduga menyebabkan terjadinya hipospadia.

c.       Tanda-tanda Hypospadia

1)      Testis tidak turun 

2)      Lazim ditemukan hernia inguinalis

3)      Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis

4)      Penis melengkung ke bawah

5)      Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis 6. Jika berkemih, anak harus duduk.

d.      Penatalaksanaan Hypospadia

Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:

1)      Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee

2)      Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti)

3)      Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik)

4)      Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya. Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan nanti.

C.    Neonatus dengan penyulit resiko tinggi

1.      Kejang

a.       Definisi

Kejang merupakan gerakan involunter klonik atau tonik pada satu atau lebih anggota gerak, biasanya sulit dikenali dan terjadi pada usia 6b bulan-6thn.

b.      Penyebab kejang:        ·          

1)      Serebral hipoksia, trauma lahir, malformasi kongenital,

2)      Metabolik

3)      Sepsis

4)      Obat-obatan

5)      Perubahan suhu yg cepat dan tiba-tiba demam

c.       Faktor penyebab kejang

komplikasi pada saat kehamilan dan kelahiran           ·          

1)      Ibu tidak imunisasi TT

2)      Perdarahan saat usia kehamilan 28 tahun, menyebabkan hiposia janin

3)      Gawat janin pada masa kehamilan dan persalinan yg mengharuskan induksi persalinan

4)      Alat yang digunakan tidak steril

5)      Persalinan dengan tindakan dapat menyebabkan trauma susunan saraf pusat

6)      Perdarahan intrakranial

7)      Ibu hamil dengan DM

8)      Kelainan metabolism seperti hipoglikemia, hipokalasemia, hipomagnesemia, dll;

d.      manifestasi Klinis       

1)      Apnea

2)      Gerakan mengecap bibir

3)      Perputaran bola mata

e.       Penatalaksanaan kejang:

1)      Jalan nafas (air)

2)      Pernafasan (breathing)

3)      Sirkulasi (circulation)

4)      Periksa adanya hipoglikemia.

2.      Hipotermi

a.       Definisi

Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal (<36ºC) pada pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh bayi baru lahir normal adalah 36,5ºC-37,5ºC (suhu aksila). Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan kematian.

b.      Klasifikasi·     

1)      Stres dingin suhu antara 35,5-36,4°C Bila tubuh teraba hangat tapi ekstremitas teraba dingin maka berarti bayi mengalami

2)      Hipotermia sedang suhu antara 32-35,4°C Sedangkan bila tubuh dan ektremitas teraba dingin berarti bayi mengalami hipotermi

3)      Hipotermia berat apabila suhu kurang dari 32°C

c.       Penyebab

1)      Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir dapat melalui 4 cara, yaitu: Radiasi yaitu dari bayi ke lingkungan dingin terdekat

2)      Konduksi yaitu langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dengan bayi.

3)      Konveksi yaitu kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar

4)      Evaporasi yaitu penguapan air dari kulit bayi.

d.      Penanganan                

1)      Bayi stres dingin: cari penyebabnya apakah popok yang basah, suhu pendingin ruangan yang terlalu rendah, tubuh bayi basah, setelah mandi yang tidak segera dikeringkan atau ada hal lain

2)      Bila diketahui hal-hal ini maka segera atasi penyebabnya tersebut. Untuk menghangatkan bayi dilakukan kontak kulit ke kulit antara bayi dan ibu sambil disusui, dan ukur ulang suhu bayi setiap jam sampai suhunya normal. Bila suhunya tetap tidak naik atau malah turun maka segera bawa ke dokter.

3)      Bayi dengan suhu kurang dari 35,5°C mengalami kondisi berat yang harus segera mendapat penanganan dokter. Sebelum dan selama dalam perjalanan ke fasilitas kesehatan adalah terus memberikan air susu ibu (ASI) dan menjaga kehangatan. Tetap memberikan ASI penting untuk mencegah agar kadar gula darah tidak turun

4)      Apabila bayi masih mampu menyusu, bayi disusui langsung ke payudara ibu. Namun, bila bayi tidak mampu menyusu tapi masih mampu menelan, berikan ASI yang diperah dengan sendok atau cangkir

5)      Menjaga bayi dalam keadaan hangat dilakukan dengan kontak kulit ke kulit, yaitu melekatkan bayi di dada ibu sehingga kulit bayi menempel langsung pada kulit ibu, dan ibu dan bayi berada dalam satu pakaian, kepala bayi ditutup dengan topi.

3.      Hipoglikemia

a.       Pengertian

b.      Kadar glukosa serum < 45mg% (<2,6 mmol/L) selama beberapa hari pertama kehidupan. Nilai kadar glukose darah/plasma atau serum untuk diagnosis hipoglikemia pada berbagai kelompok anak.

c.       Etiologi

1)      Hipoglikemia Secara garis besar hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang. Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan  Hiperinsulinisme (bayi dari ibu penderita diabetes), hipoglikemia hiperinsulinisme menetap pada bayi, tumor yang memproduksi insulin dan child abuse. Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan terutama akibat rangsangan penggunaan glukosa oleh otot akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemia hiperinsulin endogen menetap pada bayi yang sebelumnya disebut sebagai nesidioblastosis.

2)      Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa.

d.      Patofisiologi Hipoglikemia

sering terjadi pada berat lahir rendah (BBLR), karena cadangan glukosa rendah. Pada ibu diabetes mellitus (DM) terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respons insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir dimana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan insulin masih tinggi (transient hipersulinlism) sehingga terjadi hipoglikemia.

e.       Tanda dan Gejala Hipoglikemia

1)      Tremor

2)      Sianosis    

3)      Apatis

4)      Kejang      

5)      Apnea intermitten

6)      Tangisan lemah/melengking         

7)      Letargi      

8)      Kesulitan minum, Gerakan mata berputar/nistagmus, Keringat dingin, Pucat, Hipotermi, dan Refleks hisap kurang dan muntah.

f.       Diagnosis Hipoglikemia

1)      Bayi yang baru lahir yang beratnya lebih dari 4 kg atau kurang dari 2 kg

2)      Besar usia kehamilan (LGA) bayi yang berada di atas persentil ke-90, kecil untuk usia kehamilan (SGA) bayi di bawah persentil ke-10, dan bayi dengan pembatasan pertumbuhan intrauterin

3)      Bayi yang lahir dari ibu tergantung insulin (1:1000 wanita hamil) atau ibu dengan diabetes gestasional (terjadi pada 2% dari wanita hamil)   ·

4)      Usia kehamilan kurang dari 37 minggu

5)      Bayi yang baru lahir diduga sepsis atau lahir dari seorang ibu yang diduga menderita korioamnionitis

6)      Bayi yang baru lahir dengan gejala sugestif hipoglikemia, termasuk jitteriness, tachypnea, hypotonia, makan yang buruk, apnea, ketidakstabilan temperatur, kejang, dan kelesuan

7)      Selain itu, pertimbangkan skrining hipoglikemia pada bayi dengan hipoksia yang signifikan, gangguan perinatal, nilai Apgar 5 menit kurang dari 5, terisolasi hepatomegali (mungkin glikogen-penyimpanan penyakit), mikrosefali, cacat garis tengah anterior, gigantisme, Makroglosia atau hemihypertrophy (mungkin Beckwith-Wiedemann Syndrome), atau kemungkinan kesalahan metabolisme bawaan atau ibunya ada di terbutalin, beta blocker, atau agen hipoglikemik oral

8)      Terjadinya hiperinsulinemia adalah dari lahir sampai usia 18 bulan. Konsentrasi insulin yang tidak tepat meningkat pada saat hipoglikemia didokumentasikan. Hiperinsulinisme neonatal Transient terjadi pada bayi makrosomia dari ibu diabetes (yang telah berkurang sekresi glukagon dan siapa produksi glukosa endogen secara signifikan dihambat). Secara klinis, bayi ini makrosomia dan memiliki tuntutan yang semakin meningkat untuk makan, lesu intermitendan kejang.

g.      Penatalaksanaan Hipoglikemi

1)      Monitor  

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama:

a)      Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam

b)      Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan

c)      Kadar  glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia

d)     Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai

2)      Penanganan hipoglikemia dengan gejala:

a)      Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit

b)      Pasang dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan melalui intravena selama 5 menit dan diulang sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/ menit)

c)      Periksa glukosa darah pada: 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam

d)     Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas

e)      Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis:

·         Infus D10 diteruskan

·         Periksa kadar glukosa tiap 3 jam

·         ASI diberikan bila bayi dapat minum

f)       Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan

·         Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal

·         ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan

·         Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba.

 

 

4.      Tetanus Neonatal

Tetanus neonatal didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi pada anak yang memiliki kemampuan normal untuk menyusu dan menangis pada 2 hari pertama kehidupannya, tetapi kehilangan kemampuan ini antara hari ke-3 sampai hari ke-28 serta menjadi kaku dan spasme. Tetanus neonatal, biasa terjadi karena proses melahirkan yang tidak bersih. Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu kedua kehidupan, ditandai dengan kelemahan dan ketidakmampuan menyusu, kadang disertai opistotonus.

 

D.    Manajemen terpadu balita sakit dan bayi muda ( MTMS/MTBM )

1.      Pengertian MTBS

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu Integrated Management of ChildhoodIllness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalamtatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan. Menurut Susilowati (2016)

Pengertian MTBM

Suatu pendekatan yang terpadu dalam tatalaksana bayi umur 1 hari – 2 bulan, baik yang sakit maupun yang sehat, baik yang datang ke fasilitas rawat jalan maupun yang dikunjungi oleh tenaga kesehatan pada ssat kunjungan neonatal.

2.      Tujuan MTBS/MTBM

a.       Menurunkan angka kematian balita

b.      Memperbaiki status gizi

c.       Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan

d.      Memperbaiki kinerja petugas kesehatan

e.       Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah

3.      Manajemen Terpadu Balita Sakit

adalah manajemen untuk menangani Balita sakit yang bersifat terpadu yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Terpadu dalam hal ini adalah berarti mencari dan mengobati dengan dipandu buku bagan MTBS untuk beberapa penyakit yang menyebabkan kematian bayi dan Balita seperti pneumonia, diare, malaria, campak, gizi buruk dan masalah lainnya ke dalam suatu episode pemeriksaan. Prosedur manajemen kasus disajikan dalam suatu bagan yang memperlihatkan urutan langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya. Bagan tersebut menjelaskan tentang menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan– 5 tahun, menentukan tindakan dan memberi pengobatan, memberi konseling bagi ibu, manajemen terpadu balita muda umur kurang dari 2 bulan dan memberi pelayanan tindak lanjut.

4.      Manajemen standar pada bayi muda ( MTBM )

dilakukan minimal 6-24 jam, 3-7 hari, dan 8-28 hari setelah melahirkan, sebagian besar bayi hanya memerlukan perawatan pada saat dilahirkan, yaitu diberikan kehangatan, jalan nafas dibersihkan, dikiringkan dan dinilai warna kulit untuk menentukan kondisi serta perlu tidaknya dilakukan rujukan.

 

E.     Deteksi dini penyimpangan mental emosional pada pertumbuhan dan perkembangan anak.

1.      Autisme

a.       Pengertian

Autisme adalah gangguan perkembangan yang tampak ditiga tahun pertama kehidupan anak. Yang berpengaruh pada komunikasi, interaksi sosial, imajinasi dan sikap.

b.      Beberapa penyebab autisme, antara lain:

1)      Faktor neurobiologis  Gangguan neurobiologis pada susunan saraf pusat (otak). Biasanya, gangguan ini terjadi dalam tiga bulan pertama masa kehamilan, bila pertumbuhan sel-sel otak di beberapa tempat tidak sempurna.

2)      Masalah genetik  Faktor genetik contohnya mutasi gen. Beberapa faktor yang juga terkait adalah usia ibu saat hamil, usia ayah saat istri hamil, serta masalah yang terjadi saat hamil dan proses kelahiran.

3)      Masalah selama kehamilan dan kelahiran  Komplikasi yang sering terjadi ialah adanya pendarahan setelah trimester pertama adanya kotoran janin pada cairan amnion yang merupakan tanda bahaya dari janin, Penggunaan obat-obat tertentu pada ibu yang sedang mengandung. Komplikasi gejala saat bersalin berupa bayi terlambat menangis, bayi mengalami gangguan pernafasan, bayi mengalami kekurangan darah juga diduga dapat menimbulkan gejala autis.

4)      Terinfeksi virus  Efek virus dan keracunan dapat berlangsung terus setelah anak lahir dan terus merusak pembentukan sel otak, sehingga anak  kelihatan tidak ada kemajuan dan gejala makin parah.

2.      GPPH ( Gangguan Pemusatan Perhatian Hiveraktif )

a.       Definisi

Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian yang timbulnya lebih sering, lebih persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dnegan anak-anak lain yang seusianya.

b.      Etiologi

1)      Faktor Genetik

Dari beberapa penelitian genetik ditemukan bahwa saudara kandung dari anak dengan GPPH mempunyai risiko 5-7 kali lebih besar untuk mengalami gangguan serupa jika dibandingkan dengan anak lain yang tidak mempunyai saudara kandung dengan GPPH. Sedangkan orang tua yang menderita GPPH mempunyai kemungkinan sekitar 50% untuk menurunkan gangguan ini pada anak mereka. pada anak dengan GPPH menyatakan bahwa 55-92% anak kembar identik akan menderita gangguan yang sama jika salah satu anak tersebut menderita GPPH

2)      Kerusakan Otak

Diperkirakan bahwa beberapa anak yang menderita GPPH mengalami kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama periode janin dan perinatal. Rappaport, dkk dari The National Institute of Mental Health melakukan penelitian pada anak dengan GPPH menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging), menyatakan adanya pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan, serta vermis (bagian dari serebelum) bila dibandingkan dengan anak tanpa GPPH. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi bagian-bagian otak tersebut adalah meregulasi fungsi perhatian seseorang. Lobus prefrontal dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses editing perilaku, mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang. Sedangkan nukleus kaudatus dan globus palidus berperan dalam menghambat respons otomatik yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal. Fungsi serebelum adalah mengatur keseimbangan.

3)      Faktor Neurokimia

Obat yang paling luas dipelajari di dalam terapi GPPH yaitu stimulanyang mempengaruhi neurotransmitter dopamin dan norepinefrin, sehingga menimbulkan hipotesis neurotransmitter yang mencakup kemungkinan disfungsi pada kedua sistem adrenergik dan dopaminergik. Secara keseluruhan, tidak ada bukti jelas yang mengaitkan satu neurotransmitter saja di dalam timbulnya GPPH, tetapi banyak neurotransmitter di dalam prosesnya.

 

4)      Faktor Psikososial

Peristiwa psikis yang memberikan stres, gangguan pada keseimbangan keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan di dalam mulainya atau berlanjutnya GPPH. Faktor predisposisi dapat mencakup temperamen anak, faktor familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh dengan cara berperilaku atau berpenampilan dengan cara yang rutin.

c.       Gambaran Klinis

Gejala kesulitan memusatkan perhatian, overaktivitas, impulsivitas dan kesulitan berinteraksi dengan lingkungannya sangat tergantung dengan usia anak. Semakin muda usia seorang anak, semakin kurang kemampuan anak untuk mengontrol perilakunya. Di rumah, orang tua yang memiliki anak GPPH menggambarkan anaknya sebagai anak yang tidak mau patuh bahkan untuk perintah yang paling sederhana sekalipun, dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan rumah sampai tuntas.

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Caput Succedaneum Caput Succedaneum adalah pembengkakan pada suatu tempat di kepala karena oedem yang disebabkan tekanan jalan lahir pada kepala. Chephal Haematoma Penumpukan darah di antara tulang tengkorak dan membran yang melapisinya. Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah atau proksimal klavikula.  fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa pada tulang humerus atau rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap pada tulang humerus. 

Neonatus dengan kelainan bawaan yaitu ( Hernia Diafragmatika, Meningokel dan Ensefalokel, atresia esofagus, hidrosefalus, fimosis, hipospadia )

Neonatus dengan penyulit resiko tinggi ( Kejang, hypotermi, hypoglikemia, tetanus neonatrum ).

Tujuan MTBS/MTBM ( Menurunkan angka kematian balita, Memperbaiki status gizi, Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, Memperbaiki kinerja petugas kesehatan, Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah ).

Autisme adalah gangguan perkembangan yang tampak ditiga tahun pertama kehidupan anak. Yang berpengaruh pada komunikasi, interaksi sosial, imajinasi dan sikap. Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian yang timbulnya lebih sering, lebih persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dnegan anak-anak lain yang seusianya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Setiyani, A, dkk. 2016. Asuhan Kebidanan, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta:

 

Kemenkes RI. 2015. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Pusdikaltnakes.

No comments:

Post a Comment