Thursday 25 November 2021

MAKALAH MORBUS HANSEN

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

           

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.    Latar Belakang............................................................................................. 1

B.    Rumusan Masalah........................................................................................ 2

C.    Tujuan........................................................................................................... 3

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 4

A.    Pengertian..................................................................................................... 4

B.    Etiologi......................................................................................................... 4

C.    Tanda dan Gejala......................................................................................... 5

D.    Komplikasi................................................................................................... 6

E.     Asuhan Keperawatan................................................................................... 6

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 16

A.    Kesimpulan................................................................................................. 16

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Kusta (Morbus hansen) merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae yang pertama kali menyerang syaraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, membran mukosa, saluran pernafasan bagian atas, mata, dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat (Amiruddin, 2012). Penderita kusta dapat disembuhkan, namun bila tidak dilakukan penatalaksanaan dengan tepat akan beresiko menyebabkan kecacatan pada syaraf motorik, otonom atau sensorik (Kafiluddin, 2010). Penyakit kusta termasuk dalam salah satu daftar penyakit menular yang angka kejadiannya masih tetap tinggi di negara-negara berkembang terutama di wilayah tropis (WHO, 2012).

Penderita kusta membawa dampak yang cukup parah bagi penderitanya. Dampak tersebut dapat berbentuk kecacatan yang menyebabkan perubahan bentuk tubuh. Dampak dari kecacatan tersebut sangatlah besar yaitu umumnya penderita kusta merasa malu dengan kecacatannya, segan berobat karena malu, merasa tekanan batin, dan merasa rendah diri (Rahariyani, 2007). Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, pengertian, dan kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang di timbulkannya. Dukungan keluarga sangat penting bagi anggota keluarganya yang sakit. Terutama bagi anggota keluarga yang menderita penyakit kusta. Keluarga yang takut tertular penyakit kusta, akan mempengaruhi partisipasinya dalam hal perawatan kesehatan bagi anggota keluarga yang menderita kusta sehingga hal itu akan membuat kurang memberikan dukungan kepada penderita dalam hal pemberian informasi maupun pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengobati penyakit tersebut (Amiruddin, 2012).

Angka kejadian kusta dari tahun ke tahun sudah menunjukkan penurunan, namun angka tersebut masih tetap tergolong tinggi (WHO, 2012). Tahun 2009 jumlah penderita kusta di dunia yang terdeteksi sebanyak 213.036 orang, tahun 2010 sebanyak 228.474 orang, tahun 2011 sebanyak 192.246 orang dan tahun 2012 sebanyak 181.941 orang (WHO, 2012).

Hasil Riskesdas tahun 2018, Indonesia merupakan salah satu negara yang masih  memiliki jumlah penderita kusta yang masih tinggi dengan rincian tahun 2015 sebanyak 17.202 jiwa (6,73%), 2016 sebanyak 16.826 jiwa (6,50%), dan tahun 2017 sebanyak 15.920 (6,08%), dimana total keseluruhan tiga tahun berturut-turut 49.948 jiwa. Dengan jumlah kasus tersebut Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah kasus kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brazil (Dirjen P2P Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan data kusta diatas Nusa Tenggara Timur termasuk salah satu propinsi yang memiliki angka penyebaran penyakit kusta masih cukup tinggi yaitu pada tahun 2017 dengan jumlah kasus baru yang ditemuka yaitu laki 266 jiwa dan perempuan 139 jiwa dengan total keseluruhan 405 jiwa (Dirjen P2P Kemenkes RI, 2018). Prevalensi Kusta di Kota kupang tercatat 10 kasus positif kusta selama tahun 2017. Sehingga secara keseluruhan jumlah penderita kusta di Kota Kupang sudah berjumlah 67 orang. Dalam waktu tiga tahun terakhir cenderung naik turun. Pada tahun 2015, jumlahnya yang positif 3 kasus dan di tahun 2016 menurun jadi satu kasus, sedangkan di tahun 2017 alami peningkat menjadi 6. Sehingga total keseluruhan pada tiga tahun terakhir menjadi 10 kasus “10 kasus ini sesuai hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Puskesmas yang ada di Kota Kupang terhadap warga. selain ditemukan yang positif, ditemukan juga suspek (gejala) sebanyak 21 pasien.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari kusta ?

2.      Bagaimana etiologi kusta ?

3.      Bagaimana tanda dan gejala kusta ?

4.      Bagaimana komplikasi kusta ?

5.      Bagaimana asuhan keperawatan kusta ?

 

 

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui apa pengertian kusta

2.      Untuk mengetahui bagaimana etiologi kusta

3.      Untuk mengetahui bagaimana tanda dan gejala kusta

4.      Untuk mengetahui bagaimana komplikasi kust

5.      Untuk mengetahui nagaimana asuhan keperawatan kusta


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.       Pengertian

Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun (lama) yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). Penyakit tersebut menyerang kulit, saraf tepi dan dapat menyerang jaringan tubuh lainnya kecuali otak. Kusta bukan penyakit keturunan, dan bukan disebabkan oleh kutukan, guna-guna, dosa atau makanan. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan ukosa traktus respiratirius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat (Djuanda Adhi, 2010)

 

B.        Etiologi

Etiologi lepra, atau juga dikenal dengan kusta atau morbus Hansen, adalah mycobacterium leprae. Pada tahun 1873, seorang dokter dari Norwegia Gerhard Armauer Hansen mengidentifikasi bakteri mycobacterium leprae sebagai penyebab dari lepra.

Mycobacterium leprae merupakan bakteri dari kelas schizomycetes, ordo Actiinomycetales, family mycobacterium laprae berbentuk batang dengan bentukan bulat dikedua ujungnya, berukuran panjang 1,5-8 mikron dan diameter 00,2-05 mikron. Mycobacterium leprae berwarna merah dengan pewarnaan Ziehl Nielsen. Mycobacterium leprae tidak dapat dikultur dimedia manapun.

Mycobacterium leprae utamanya menginfeksi sel makrofag dan sel schwann. Mycobacterium leprae berproduksi dengan cara pembelahan biner dan berlangsung sangat lambat ( setiap 12-14 hari ). Suhu yang diperlukan untuk bakteri tersebut bertahan dan proliferasi antara 27-30 c, sehingga insidensi bakteri lebih tinggi pada area permukaan seperti kulit, saraf perifer, dan saluran nafas atas. Mycobacterium leprae dapat bertahan selama 9 hari dilingkungan.

        Macam-macam Bentuk Kusta:

1)      Kusta  bentuk kering : tidak menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak kering, kulit kehilangan daya rasa sama sekali.

2)      Kusta bentuk basah : bentuk menular karena kumannya banyak terdapat di selaput lender hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan, kecil-kecil tersebar diseluruh badan atau berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak mengkilap dan berminyak, dapat berupa benjolan merah sebesar biji jagung yang tersebar di badan, muka dan daun telinga. Disertai rontoknya alis, menebalnya daun telinga.

3)      Kusta tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua tipe utama. Pengobatan tipe ini di masukkan kedalam jenis kusta basah.

 

Cara Penularan Penyakit Kusta

1)      Penularan terjadi dari penderita kusta yang tidak diobati ke orang lain dengan kontak lama melalui pernafasan.

2)      Kontak langsung yang lama dan erat melalui kulit.

3)      Tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja (sekitar 5%) yang tertular kusta.

4)      Jadi dapat dikatakan bahwa penyakit kusta adalah penyakit  menular yang sulit menular.

5)      Kemungkinan  anggota  keluarga  dapat  tertular  kalau  penderita  tidak berobat oleh karena itu seluruh anggota keluarga harus diperiksa (Widoyono, 2008).

 

C.       Tanda dan Gejala

Menurut Mansjoer Arif (2005) Tanda dan gejala utama penyakit kusta anatara lain :

1)      Kelainan atau lesi kulit yang mati rasa

2)      Penebalan saraf tepi sertai gangguan saraf (mati rasa, kelemahan, kelumpuhan otot, kulit kering dan retak-retak)

3)      Ditemukannya mycobacterium leprae pada pemeriksaan hapusan kulit

Gejala lain menurut Djuanda Adhi (2010):

Wajah berbenjol benjol dan tegang, demam dari derajat rendah sampai menggigil, napsu makan menurun, mual muntah dan sakit kepala.

 

D.       Komplikasi

Neuropati dapat menginduksi terjadinya trauma, nekrosis, infeksi sekunder, amputasi jari dan ekstremitas. Pengobatan kortikosteroid hanya 60% memperbaiki fungsi saraf. Kontraktur dapat menyebabkan kekakuan, yang akibatnya dapat terjadi clawing hand and feet. Terjadinya kelemahan dari hilangnya persarafan pada otot merupakan bukti terjadinya deformitas. Luka dapat  menyebabkan “Charcot’s joint” yang merupakan penyebab utama terjadinya deformitas. Artritis/arthralgia dapat terjadi kira-kira 10% pada pasien dengan kusta dan gejala persendian yang ada hubungannya dengan reaksi (Mandal, 2006).

Komplikasi pada mata yaitu keratitis yang dapat terjadi karena berbagai faktor termasuk karena mata yang kering, insensitifitas kornea dan lagophtalmus. Keratitis dan lesi pada bilik anterior bola mata, umumnya terjadi iritis dan menyebabkan kebutaan. Juga dapat terjadi ektropion dan entropion, menurut penelitian resiko kopmlikasi mata terjadi pada pasien dengan tipe MB, setelah menyelasaikan MDT menjadi 5,6% dengan komplikasi kerusakan mata sebanyak 3,9% (Syafrudin, dkk, 2011).

 

E.        Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

a.       Biodata

Merupakan data subyektif yang didapat dari klien terhadap situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh tenaga kesehatan secara independent tetapi melalui suatu sistem interaksi atau komunikasi seperti:

1)      Nama untuk mengenal dan mengetahui pasien sehingga penulisan nama harus jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan pelayanan.

2)      Umur dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko dalam menentukan dosis obat, sikap yang belum matang, mental dan psikisnya belum siap.

3)      Agama untuk memberikan motivasi dorongan moril sesuai dengan agama yang dianut;

4)      Suku untuk mengetahui faktor bawaan atau ras serta pengaruh adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari;

5)      Pendidikan Perlu dinyatakan karena tingkat pendidikan berpengaruh pada tingkat pemahaman pengetahuan, sehingga perawat dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya;

6)      Alamat Untuk mengetahui tempat tinggal serta mempermudah pemantauan bila diperlukan melakukan kunjungan rumah;

7)      Pekerjaan untuk mengetahui status ekonomi keluarga, karena dapat mempengaruhi pemenuhan gizi pasien tersebut.

b.      Riwayat Kesehatan

1)      Kesehatan sekarang

Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.

2)      Kesehatan masa lalu

Pada klien dengan reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, stres, sesudah mendapat imunisasi.

3)      Riwayat kesehatan keluarga

Kusta merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.

 

4)      Riwayat psikologi

Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian besar rmasyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.

5)      Pola aktivitas sehari-hari

Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.

c.       Pemeriksaan Fisik

Di awali dengan menilai keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.

1)         Sistem penglihatan

Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi  motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alismata akan rontok.

2)         Sistem syaraf

Kerusakan fungsi sensorik. Pada kasus kusta biasanya yang terjadi yaitu mati rasa pada telapak tangan dan kaki, kadang disertai luka, pada kornea mata mengakibatkan kurang/hilangnya reflek kedip. Kerusakan fungsi motorik. Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama  ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan   (lagophthalmos). Kerusakan fungsi otonom. Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah. System Musculoskeletal. Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi. System Integumen. Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak (Judith dkk, 2011).

2.      Diagnosa Keperawatan Berdasarkan NANDA 2015

Dari data tersebut diatas masalah keperawatan yang akan muncul antara lain:

a.       Nyeri akut/kronik berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi).

b.      Kerusakan integritas kulit berhubungan factor mekanik (daya gesek) dan proses inflamasi

c.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.

d.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.

e.       Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

f.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat.

3.      Rencana Keperawatan

Diagnosa 1: Nyeri kronik berhubungan dengan agensi cedera biologis (infeksi).

NOC : Pain level (Level nyeri), Pain control (Kontrol nyeri) dan Comfort level (Level kenyamanan) dengan Kriteria hasil :

a.       Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

b.      Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

c.       Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

d.      Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

4.      Tanda vital dalam rentang normal

NIC :Pain management (Manajemen nyeri)          

a.       Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

b.      Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c.       Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

d.      Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

e.       Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

f.       Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau

g.      Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

h.      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

i.        Kurangi faktor presipitasi nyeri

j.        Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)

k.      Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

l.        Ajarkan tentang teknik non farmakologi

m.    Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

n.      Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

o.      Tingkatkan istirahat

p.      Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

q.      Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyer

 

 

 

Analgesic Administration (Administrasi analgesic)

a.          Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum  pemberian obat

b.         Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

c.          Cek riwayat alergi

d.         Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu

e.          Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

f.          Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

g.         Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

h.         Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

i.           Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

j.           Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

 

Diagnosa 2: Kerusakan integritas kulit berhubungan factor mekanik (daya gesek) dan proses inflamasi

NOC: Integritas jaringan kulit dan membrane mukosa, yaitu: keutuhan struktur dan fungsi fisiologis kulit dan selaput lendir secara normal.

NIC:

a.       Lakukan  pemeriksaan  untuk  mengidentifikasi  terjadinya  kerusakan integritas kulit.

b.      Tentukan penyebab dari terjadinya kerusakan integritas kulit.

c.       Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

d.      Hindari kerutan pada tempat tidur.

e.       Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan kulitnya agar tetap bersih dan kering.

f.       Monitor kulit akan adanya kemerahan.

g.      Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan.

h.      Anjurkan pasien untuk mandi dengan menggunakan sabun dan air hangat.

i.        Gunting kuku dan bersihkan kuku yang kotor.

Diagnosa 3: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.

NOC  :  Energy conservation (Konservasi  energi), Self Care: ADLs (Perawatan diri: Kegiatan sehari-hari) dengan Kriteria Hasil :

a.       Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR

b.      Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

NIC : Energy Management (Manajemen energy)

a.    Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

b.    Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan

c.    Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan

d.   Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat

e.    Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

f.     Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

g.    Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

Activity Therapy (Terapi aktivitas)

a.       Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.

b.      Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

c.       Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social

d.      Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

e.       Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

f.       Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai

g.      Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

h.      Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

i.        Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

j.        Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan

k.      Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

 

Diagnosa 4: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan citra tubuh (body image) klien meningkat.

NOC: Bodyimage (Citra tubuh), Self esteem Outcome/ dengan klriteria hasil:

a.          Body image (citra tubuh) positif

b.         Mampu mengidentifikasi kekuatan personal

c.          Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh

d.         Mempertahankan interaksi social

NIC: Body image enhancement (Peningkatan Citra Tubuh) :

a.          Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya

b.         Monitor frekuensi mengkritik dirinya

c.          Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit

d.         Dorong klien mengungkapkan perasaannya

e.          Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu

f.          Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

 

Diagnosa 5: Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

NOC : Anxiety control (Kontrol cemas), Coping (Koping), Impulse control (Kontrol kemauan/dorongan hati) dengan Kriteria Hasil :

a.          Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

b.         Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

c.          Vital sign dalam batas normal

d.         Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

a.          Gunakan pendekatan yang menenangkan

b.         Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien

c.          Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

d.         Pahami prespektif pasien terhdap situasi stress

e.          Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

f.          Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis

g.         Dorong keluarga untuk menemani anak

h.         Lakukan back / neck rub

i.           Dengarkan dengan penuh perhatian

j.           Identifikasi tingkat kecemasan

k.         Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

l.           Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

m.       Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

n.         Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

Diagnosa  6: Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat.

NOC : Knowledge : disease process (Pengetahuan proses penyakit) dan Knowledge : health Behavior (Pengetahuan : tingkah laku kesehatan) dengan Kriteria Hasil :

a.       Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan.

b.      Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.

c.       Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

NIC : Teaching : disease Process (Pengajaran : proses penyakit)

a.       Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.

b.      Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

c.       Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat.

d.      Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.

e.       Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.

f.       Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat.

g.      Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.

h.      Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.

 

 

 


BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun (lama) yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). Penyakit tersebut menyerang kulit, saraf tepi dan dapat menyerang jaringan tubuh lainnya kecuali otak. Kusta bukan penyakit keturunan, dan bukan disebabkan oleh kutukan, guna-guna, dosa atau makanan. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan ukosa traktus respiratirius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat (Djuanda Adhi, 2010)

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Amiruddin, M.D.(2012. Penyakit Kusta Sebuah Pendekatan Klinis. Surabaya: Brililian Internasional.

Bulechek, M. G., Butcher, K. H., Dochterman, M. J., & Wagner, M. C. (2016).

Nursing  Interventions  Classification  (NIC),  Edisi  Keenam.  Singapore: Elsevier.

Depkes   RI   Direktorat   Jenderal   Pengendalian   Penyakit   dan   Penyehatan Lingkungan, 2005. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Cetakan XVII. Jakarta

Departemen  Kesehatan  RI.  (2007).  Buku  Pedoman  Nasional  Pengendalian

Penyakit Kusta. Jakarta, Tidak Dipublikasikan

Herdman,  T.  H.,  &  Kamitsuru,  S.  (2017).  NANDA  Internasional  Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

                  

No comments:

Post a Comment