Tuesday 16 November 2021

MAKALAH HUKUM PERNIKAHAN DALAM ISLAM

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1  Latar Belakang....................................................................................... 1

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2

2.1  Pengertian.............................................................................................. 2

2.2  Rukun dan Syarat Nikah........................................................................ 3

2.3  Tujuan Pernikahan.................................................................................. 4

2.4  Hak dan Kewajiban Suami Istri............................................................. 5

2.5  Pernikahan Menurut Hukum Positif...................................................... 6

2.6  Syarat dan Rukun Pernikahan................................................................ 6

2.7  Tujuan Pernikahan.................................................................................. 7

2.8  Macam-macam Pernikahan Terlarang.................................................... 8

 

BAB III PENUTUP............................................................................................... 9

3.1  Kesimpulan........................................................................................... 9

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 10

 

 

 

 

 

 



BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

             Pernikahan adalah suatu hal yang membahagiakan. Karena dua insan yang saling mencintai dapat berdampingan untuk membangun keluarga yang Sakinah, melalui Mawaddah dan Warahmah. Bahkan tidak sedikit yang berjuang keras agar bisa menikah dengan orang yangdicintainya. Selain itu, pernikahan juga dapa tmenyambung tali silaturrahim antara kedua pasangan tersebut.

             Suatu perkawinan tentunya dibangun dengan tujuan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia, kekal, dan harmonis. Sebagaimana yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 3 yang berebunyi bahwa “tujuan perkawinan adalah mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah”. Tujuan menurut hukum adat berbeda dengan menurut perundangan. Tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan, adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau keibuan atau keibu-bapakan, untuk kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian, dan untuk mempertahankan kewarisan.

 

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian

Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masingmasing pasangansiap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarkhi tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai.

               Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang telah memiliki kemampuan untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial, serta sulit baginya untuk menghindari zina. Orang tersebut diwajibkan menikah karena dikhawatirkan jika tidak, maka ia bisa melakukan perbuatan zina yang dilarang dalam Islam. Dalam pensyariatan nikah adalah al-Quran, al-Sunnah dan Ijma. Namun sebagian ulama berpendapat Hukum asal melakukan perkawinan adalah mubah (boleh). Hukum tersebut bisa berubah menjadi sunah, wajib, makruh dan haram tergantung kepada illat hukum, yaitu :

1)      Hukum nikah menjadi sunah apabila seseorang dipandang dari segi pertumbuhan jasmaninya wajar dan cenderung ia mempunyai keinginan untuk nikah dan sudah mempunyai penghasilan yang tetap. 

2)      Hukum menjadi wajib apabila seseorang dipandang dari segi jasmaninya telah dewas dan dia telah mempunyai penghasilan yang tetap serta ia sudah sangat berkeinginan untuk menikahi sehingga apabila ia tidak menikah dikhawatirkan terjerumus kepada perbuatan zinah.

3)      Hukum nikah menjadi makruh apabila seseorang secara jasmani atau umur telah cukup walau belum terlalu mendesak.

  Perbedaan dalam perumusan itu disebabkan karena perkawinan sebagai  suatu lembaga mempunyai banyak segi dan dapat dilihat dari berbagai sudut  pandangan, misalnya dari sudut pandang agama, hukum masyarakat, dan sebagainya.  Jika dipandang dari segi ajaran agama dan hukum Islam perkawinan adalah suatu  lembaga yang suci.

 

2.2 Rukun dan Syarat Nikah

             Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu yang termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu.  Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu  pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkai pekerjaan itu. Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat. Pernikahan yang didalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan akad. Adapun rukun nikah adalah:

1)      Mempelai laki-laki;

2)      Mempelai perempuan;

3)      Wali;

4)      Dua orang saksi;

5)      Shigat ijab kabul.

             Pernikahan dianggap sah apabila telah memenuhi rukun nikah yang  disebutkan di atas, begitu pula sebaliknya apabila salah satu rukun tidak dipenuhi dalam melangsungkan pernikahan, maka pernikahan itu tidak sah. Dari kelima rukun  nikah di atas, yang paling penting adalah Ijab dan Qabul. Adapun syarat nikah ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun  pernikahan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul. Syarat-syarat pernikahan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan dalam Islam. Apabila syarat-syaratnya itu terpenuhi, maka pernikahan itu sah dan menimbulkan  hak dan kewajiban suami isteri.

1)      Syarat-syarat mempelai laki-laki (calon suami)

a)      Bukan mahram dari calon isteri;

b)      Tidak terpaksa atas kemauan sendiri;

c)      Orangnya tertentu, jelas orangnya;

d)     Tidak sedang ihram.

2)      Syarat-syarat mempelai perempuan (calon istri):

a)      Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram,tidak sedang masa iddah;

b)      Merdeka, atas kemauan sendiri;

c)      Jelas orangnya;

 

2.3  Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam rangka menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga sejahtera artimya terciptanya ketenangan lahir batin, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar keluarga. Menurut  Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyanya menyatakan bahwa tujuan perkawinan yaitu sebagai berikut:

a)      Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

b)      Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.

c)      Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.

d)     Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.

e)      Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan  kasih sayang.

             Tentang tujuan pernikahan ini, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbegai aspek masyarakat yang mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap umat Islam.

 

 

2.4 Hak dan Kewajiban Suami Istri

 Akad tersebut menimbulkan juga hak serta kewajibannya Apabila akad nikah telah berlangsung dan memenuhi syarat rukunnya, maka menimbulkan selaku suami istri dalam keluarga. Undang-Undang perkawinan menyatakan secara tegas bahwa kedudukan suami istri itu seimbang, dalam melakukan perbuatan hukum. Sedangkan dalam hukum perdata apabila izin suami tidak diperoleh karena ketidak hadiran suami atau sebab lainnya, pengadilan dapat memberikan izin kepada istri untuk menghadap hakim dan melakukan perbuatan hukum. Undang-undang perkawinan mengatakan dengan tegas bahwa suami adalah kepala rumah tangga, berbeda dengan hukum adat dan hukum Islam  Jika suami sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan terwujudlah ketenteraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntunan agama, yaitu sakinah, mawaddah, dan rahmah.

1) Hak Bersama Suami Isteri

a)      Suami dan istri dihalalkan mengadakan hubungan seksual. Perbuatan ini merupakan kebutuhan suami istri yang dihalalkan secara timbal balik. Suam istri halal melakukan apa saja terhadap istrinya, demikian pula bagi istri terhadap suaminya.

b)      Haram melakukan pernikahan, artinya baik suami maupun istri tidak boleh melakukan pernikahan dengan saudaranya masing-masing.

c)      Adanya ikatan pernikahan, kedua belah pihak saling mewarisi apabila salah seorang di antara keduanya telah meninggal meskipun belum bersetubuh.

d)     Anak mempunyai nasab yang jelas.

e)      Kedua pihak wajiib bertingkah laku dengan baik sehingga dapat melahirkan kemesraan dalam kedamaian hidup.

2) Kewajiban Suami Istri

a)      Suami istri wajib saling mencintai, menghormati dan menyayangi satu sama lain.

b)      Suami istri berkewajiban saling memikul rumah tangga, baik dalam tingkah laku di  masyarakat dan memelihara anak-anaknya.

  Kehidupan rumah tangga menjadi keluarga yang harmonis akan tercapai apabila suami isteri melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing dengan baik. Karena keluarga adalah hubungan antar dua orang (suami isteri), jadi satu sama lainnya harus saling mejalani kewajibannya masing-masing.

 

2.5 Pernikahan Menurut Hukum Positif

            Pengertian dan Dasar HukumMenurut Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Sedangkan pengertian Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah akad yang  sangat kuat atau mitsaqan ghalidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Pernikahan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang  perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya  dari hubungan keperdataan, demikian pasal 26 Burgerlijk Wetboek. Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Perkawinan perupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-laki dengan seorang wanita. Yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri. Perkawinan adalah suatu perbuatan yang menimbulkan suatu akibat hukum antar dua pihak yaitu antara suami dan isteri, maka dari itu perlu adanya aturan dan undang-undang untuk mengaturnya, baik dari proses perkawinan sampai dengan perceraian. Akibat hukum tersebut diantaranya adalah hak dan kewajiban suami isteri, hak asuh anak, waris dan lain sebagainya.

 

2.6  Syarat dan Rukun Pernikahan

Pada dasarnya tidak semua laki-laki dan wanita dapat melangsungkan perkawinan. Namun, yang dapat melangsungkan pernikahan adalah mereka-mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundangundangan. Dalam KUHPerdata, syarat untuk melangsungkan perkawinan dibagi menjadi dua macam adalah : (1) syarat materiil dan (2) syarat formil. Syarat materiil, yaitu syarat yang berkaitan dengan inti atau pokok dalam melangsungkan pernikahan.

Syarat ini dibagi dua macam, yaitu :

1)      Syarat materiil mutlak, merupakan syarat yang berkaitan dengan pribadi  seseorang yang harus di indahkan untuk melangsungkan perkawinan pada umumnya. Syaratnya meliputi:

a)      Monogami, bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (pasal 27 BW);

b)      Persetujuan antara suami isteri (pasal 28 KUH Perdata);

c)      Terpenuhinya batas umur minimal. Bagi laki-laki berumur 19 tahun dan wanita berumur  16 tahun (pasal 29 KUH Perdata);

d)     Harus ada izin sementara dari orang tua atau walinya bagi anak-anak yang belum dewasa dan belum pernah kawin (pasal 35 sampai dengan pasal 49 KUH Perdata)

Untuk anak-anak yag lahir di luar perkawinan, tetapi diakui oleh orang tuanya, berlaku pokok aturan yang sama dengan pemberian izin, kecuali jikalau tidak terdapat kata sepakat anatara kedua orang tua, hakim dapat diminta untuk ikut campur tangan, dan kakek nenek tidak menggantikan orang tua dalam hal memberikan izin. Ketentuan dari syarat-syarat di atas yang dituangkan dalam perundangundangan merupakan hal pokok yang harus dipenuhi

 

2.7 Tujuan Pernikahan

Tujuan yang hendak dicapai dalam perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU Perkawinan). Kebahagiaan dan kekekalan yang dijadikan cita-cita ini juga menunjukkan adanya aspek humanisme di dalam perkawinan. Artinya, prinsipprinsip kemanusiaan harus menjadi jiwa dan semangat di dalam pembentukan dan kelangsungan hidup berumah tangga, keinginan mendapat rasa bahagia haruslah menyadari juga bahwa orang lain juga menginginkan rasa bahagia tersebut.13 Oleh karena itu, perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia tidak lepas dari kondisi lingkungan dan budaya dalam membina dan mempertahankan jalinan antar keluarga suami-istri. Tanpa adanya kesatuan tujuan tersebut akan mengakibatkan hambatan dalam membangun keluarga yang bahagia

 

2.8  Macam-macam Pernikahan Terlarang

1. Menurut Hukum Islam

Selain larangan nikah karena pertalian nasab dan hubungan persusuan, dalam Islam ada bentuk pernikahan yang dilarang untuk dilaksanakannya, yaitu sebagai berikut:

a.       Nikah Syighar

 Nikah syighar adalah seorang laki-laki menikahkan anak perempuannya kepada seseorang dengan syarat imbalan, ia harus dikawinkan dengan anak perempuan orang tersebut, dan keduanya tanpa mahar.

b.       Nikah Tahlil

Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan wanita yang sudah ditalak tiga

oleh suami sebelumnya. Lalu laki-laki itu mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita

tersebut dapat dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga

kali).

Bentuk pernikahan ini yang menjadi maharnya adalah perbuatan yang menikahkan anaknya yang dirasakan oleh orang menikahinya itu. Anak perempuan  yang dinikahi oleh walinya itu sama sekali tidak menerima dan merasakan mahar dari pernikahan tersebut.

BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

            Pernikahan adalah suatu hal yang membahagiakan. Karena dua insan yang saling mencintai dapat berdampingan untuk membangun keluarga yang Sakinah, melalui Mawaddah dan Warahmah. Bahkan tidak sedikit yang berjuang keras agar bisa menikah dengan orang yangdicintainya. Selain itu, pernikahan juga dapa tmenyambung tali silaturrahim antara kedua pasangan tersebut.

            Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang telah memiliki kemampuan untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial, serta sulit baginya untuk menghindari zina. Orang tersebut diwajibkan menikah karena dikhawatirkan jika tidak, maka ia bisa melakukan perbuatan zina yang dilarang dalam Islam. Dalam pensyariatan nikah adalah al-Quran, al-Sunnah dan Ijma. Namun sebagian ulama berpendapat Hukum asal melakukan perkawinan adalah mubah (boleh).

Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam rangka menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga sejahtera artimya terciptanya ketenangan lahir batin, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar keluarga. Menurut

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyanya menyatakan bahwa tujuan perkawinan yaitu sebagai berikut:

a)      Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

b)      Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.

c)      Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.

d)     Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta  kewajiban juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.

e)      Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan  kasih sayang.

DAFTAR PUSTAKA

 

1)      Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta, Fakultas Hukum UII, 1 977,

2)      Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Jakarta, Pustaka Imani, 1980

3)      Amir Martosedono, Apa dan Bagaimana Undang-undang No.1.1974, PT Grafindo

4)      Persada, Jakarta, 2001

5)      Arifin Nurdin, Hukum Perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan, (UU No. 1/

6)      1974) Pustaka Jaya Bandung, 1981

 

 

 


No comments:

Post a Comment