Wednesday 20 March 2019

MAKALAH PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI ACEH

BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Anemian gizi besi pada ibu hamil masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dimana angka kematian ibu hamil yang cukup tinggi. Penyebab utama anemia ini adalah kekuarangan zat besi. Selama kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan zat besi hampir tiga kali lipat untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu hamil (Depkes RI, 1999). Konsekuensi anemia pada ibu hamil dapat membawa pengaruh buruk, baik terhadap kesehatan ibu maupun janinnya, keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas maupun mortalitas ibu dan anak. Suatu penelitian menunjukkan bahwa angka kematian ibu sebanyak 265/100.000 penduduk berhubungan erat dengan anemia yang dideritanya ketika hamil (Depkes RI, 2007). Keadaan kurang zat besi (Fe) merupakan fenomena yang kompleks (Khomsan, 2003).
Pravelensi anemia ibu hamil belum mengalami perubahan dari tahun 1995-2000, namun Departemen Kesehatan RI sampai dengan tahun 2010 akan berusaha menurunkan pravelensi anemia ibu hamil dari 51% menjadi 40% (Depkes RI, 2000). Sementara dari sumber Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, pravelensi anemia gizi besi (Fe) pada ibu hamil mencapai 40,1% (Depkes RI, 2004).
Untuk mengatasi masalah anemia kekurangan zat besi pada ibu hamil pemerintah Depkes RI sejak tahun 1970 telah melaksanakan suatu program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil di Puskesmas dan Posyandu dengan mendistribusikan tablet tambah darah, dimana 1 tablet berisi 200 mg fero sulfat dan 0,25 mg asam folat (setara dengan 60 mg besi dan 0,25 mg asam folat). Setiap ibu hamil dianjurkan minum tablet tambah darah dengan dosis satu tablet setiap hari selama masa kehamilannya dan empat puluh hari setelah melahirkan. Tablet tambah darah disediakan oleh pemerintah dan diberikan kepada ibu hamil secara gratis melalui sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2003).
Meskipun program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil sudah dijalankan sejak tahun 1970 namun masih terdapat kasus-kasus yang disebabkan karena anemia pada masa kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2007 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diketahui bahwa ibu hamil yang diperiksa sebanyak 113,859 dari 23 kebupaten jumlah ibu hamil yang mengalami anemia 57,19%. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2007 di Kabupaten Aceh Tenggara diketahui bahwa ibu hamil yang diperiksa sebanyak 4714 orang dari 13 kecamatan di Kabupaten Aceh tenggara, terdapat ibu hamil yang mengalami anemia atau sekitar 37,06%. Dari beberapa kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara tersebut, Kecamatan Lawe Alas menunjukan prevelensi anemia yang cukup besar dari 414 ibu hamil yang diperiksa, terdapat ibu hamil yang mengalami anemia berat sebanyak 243 (58,7%).

B.   Rumusan Masalah
        Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Proporsi ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi sehingga peneliti ingin mengetahui hubungan perilaku ibu hamil dan motivasi petugas kesehatan dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi di Puskesmas Mama Kecamatan Darul Hasanah Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009.



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi. KEP seseorang yang gizi buruk disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah, tanda – tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang sangat penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk.
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat gizi bahan makanan yang berhubungan dengan berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi. Zat gizi yang terdapat pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) hanyalah gizi yang penting yaitu energi, protein, vit A, C, B 12, Tiamin, Riboflavin, Niasin, Asam Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium
Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi lebih (obesitas), gizi buruk (malnutrisi), metabolis bawaan, keracunan makanan, dan lain–lain. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama. Ilmu gizi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari hubungan antara makanan yang kita makan dan kesehatan tubuh. Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad – abad yang lampau. Penyakit – penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali dikenal adalah penyakit skorbut/sariawan
Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan zat makanan tertentu (defisiensi) atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi

B.   Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor.
Tanda – tanda
·         Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
·         Wajah seperti orangtua
·         Cengeng, rewel
·         Perut cekung
·         Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
·         Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit kronik.
·         Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.

Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut busung lapar. Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok. Pada umumnya penderita sering rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Tanda – tanda Kwashiorkor
·         Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki ( dorsum pedis )
·         Wajah membulat dan sembab
·         Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring terus menerus.
·         Perubahan status mental : cengeng, rewel kadang apatis.’
·         Anak sering menolak segala jenis makanan ( anoreksia ).
·         Pembesaran hati
·         Sering disertai infeksi, anemia dan diare / mencret.
·         Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.
·         Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas ( crazy pavement dermatosis )
·         Pandangan mata anak nampak sayu.

C.   Penyebab Gizi Buruk
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak!. Penyebab pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang! Tanaman jagung yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen. Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi yang kurang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat ‘one dimensional,’ yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan secukupnya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya ‘alternatif’ yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari. Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat seperti itu!. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warganegara.
1.    Malnutrisi primer
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya.
Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut.
Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.

2.    Malnutrisi Sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder.
Malnutrisi sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.
Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi ) tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan,

D.   Fakta Tentang Gizi Buruk
Kondisi gizi buruk termasuk busung lapar dapat dicegah. Gizi buruk adalah masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan, (masalah struktural) tapi juga karena aspek sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga).
Di Pidie Aceh, Dinas Kesehatan dan UNICEF menemukan 454 balita dari 45.000 balita mengalami gizi buruk akibat konflik dan tsunami. Di Gianyar, 80% balita yang mengalami gizi buruk bukan berasal dari kelurga miskin (gakin). Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi. Dampak lain dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas, yang diperkirakan antara 20-30%.
Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 % terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek, 6.7 juta balita atau 27.3% dari seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi akibat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI yang salah. 1.5 juta diantaranya menderita gizi buruk.


BAB III
PENUTUP


A.   Kesimpulan
Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu : masalah social, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Kemiskinan salah satu determinan social – ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak. Kurang kalori protein sesungguhnya berpeluang menyerap siapa saja, terutama bayi dan anak yang tengah tumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari 1 tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan.
Penilaian status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat mendapatkan makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari. Kecukupan zat gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak.Kasus gizi buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja. Tetapi karena proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai puncaknya. Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena berbagai penelitian menunjukan adanya efek jangka panjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan otak manusia

B.   Saran – saran
Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk terlambat seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak barulah pemerintah melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri. Sebab, perilaku masyarakat yang sudah membudaya selama ini adalah, anak-anak yang menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian orang tua.
Anak-anak itu hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang diberikan. Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Dan seharusnya para ibu mengupayakan sesuatu yang terbaik untuk anaknya yang nantinya anak tersebut dapat menolong sang ibu. Ibu jangan mudah menyerah hadapilah semuanya itu, saya yakin pasti akan ada jalan keluarnya.



DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta.


No comments:

Post a Comment