Thursday 22 November 2018

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA FAKULTAS PERTANIAN


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
FAKULTAS PERTANIAN





Disusun oleh :
Nama                   : Renci Afdaris
NIM                     : 15130036
Dosen Pengasuh : Sari Wardani, ST. MT
Kelompok           : 8 ( Delapan )












LABORATORIUM DASAR TERPADU
UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
LAMPOH KEUDE - ACEH BESAR
2016

DAFTAR ISI
          
KATA PENGANTAR........................................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................2
BAGIAN I KARBOHIDRAT.............................................................................................2
PERCOBAAN I UJI BENEDIET.......................................................................................3
PERCOBAAN II UJI IODINE..........................................................................................13
PERCOBAAN II UJI ASAM AMINO DAN PROTEIN..................................................13
PERCOBAAN II UJI ASAM AMINO..............................................................................20
PERCOBAAN IV UJI BIURET........................................................................................27
BAGIAN III ENZIM..........................................................................................................27
PERCOBAAN V HIDROLISA PATI OLEH AMILASE DARI SALIVA......................39
BAGIAN IV  LIPIDA........................................................................................................39
PERCOBAAN VI PENENTUAN BILANGAN ASAM DAN PENYABUNAN.............52
PERCOBAAN VII PENENTUAN ANGKA KETENGIKAN..........................................64
PERCOBAAN VIII PENENTUAN KADAR LEMAK SUSU.........................................81












BAGIAN I KARBOHIDRAT
1.         Tujuan
Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa dapat mempelajari dan memahami reaksi-reaksi yang menandakan adanya karbohidrat.
1.1       Dasar Teori
Karbohidrat (‘hidrat dari karbon’, hidrat arang ) atau sakarida (dari bahasa Yunani o’akXapov, sakcharon, berarti “gula”) adalah segolongan besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar (minsalnya glukosa), cadangan makanan (minsalnya pati  pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur). Dalam tubuh manusia karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian lemak.  Tetapi sebagian  besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari, terutama bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.  Pada tanaman karbohidrat dibentuk dari reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis dalam sel tanaman yang berklorofil (Winarno, 2004).
Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau polihidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbon (sebagai aldehida atau keton) dan banyak gugus hidroksil. Pada awalnya, istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang mempunyai rumus(CH2O)n, yaitu senyawa-senyawa yang n atom karbonnya tampak tehidrasi oleh n molekul air. Namun demikian terdapat pula karbohidrat yang tidak memiliki rumus demikian dan adapula yang mengandung nitrogen.
Karbohidrat atau sakarida terdapat gugus hidroksil (-OH), gugus aldehid atau gugus keton. Maka dapat didefinisikan bahwa karbohidrat sebagai senyawa polihidroksialdehida atau polihidroksiketon, atau senyawa yang dihidroklisis dari keduanya. Karbohidrat dapat digolongkan berdasarkan jumlah monomer penyusunnya. Ada 3 jeni karbohidrat berdasarkan penggolongan ini yaitu, monosakarida, Disakarida, (Oligosakarida) dan polisakarida.
1.         Monosakarida
Monosakarida merupakan senyawa karbohidart yang paling sederhana yang tidak dapat dihidrolisis lagi. Umumnya senyawa ini adalah aldehid atau keton yang mempunyai 2 atau lebih gugus hidroksil. Beberapa molekul karbohidrat ada yang mengandung unsur nitrogen atau sulfur. Rumus empiris karbohidarat adalah (CH2O)n. Jika gugus karbonil pada ujung rantai monosakarida adalah turunan aldehid maka monosakarida ini disebut aldosa.Jika gugus karbonil pada ujung rantai monosakarida adalah turunan keton maka monosakarida ini disebut keton. Monosakarida yang paling  kecil n=3 adalah gliseraldehid dan dihidroksiaseton.
2.         Disakarida (Oligosakarida)
Disakarida merupakan karbohidrat yng terbentuk dari 2 sampai 10 monosakarida. Yang termasuk kelompok ini adalah disakarida, terisakarida, dan seterusnya. Disakarida terdiri dari 2 monosakarida yang terikat dengan O-Glikosidik. 3 senyawa  disakarida utama yang penting dan melimpah ruah di alam yaitu sukrosa, laktosa, dan maltosa. Ketiga senyawa ini memiliki rumus molekul yang sama (C12H22O11) tetapi struktur melokulnya berbeda.
Sukrosa atau gula pasir di buat dari tetes tebu. Sukrosa lebih manis dari glukosa, tetapi kurang manis dibandingkan dengan fruktosa, sangat mudah larut dalam air. Gula ini dipakai untuk membuat sirup, gula-gula dan pemanis makanan. Jika senyawa ini di hidrolisis akan di hasilkan satu molekul glukosa dan suatu molekul fruktosa .
Laktosa disebut gula susu karena terdapat banyak dalam air susu. Gula ini merupakan gula yang paling suka larut dalam air dan paling tidak manis. Enzim dalam bakteri tertentu akan mengubah laktosa menjadi asam laktat, hal ini terjadi bila susu berubah menjadi masam. Laktosa di paki untuk membuat makanan bayi dan diet spesial. Jika di hidrolisis akan dihasilkan 1 molekul glukosa dan satu molekul galaktosa.
Maltosa disebut sebagai gula mout, banyak terdapat pada jelai yang sedang berkecambah. Senyawa ini merupakan hasil hidrolisis spesial dari pati. Dibandingkan dengan sukrosa  zat ini lebih sukar larut dan kurang manis. Senyawa ini digunakan untuk penyusun makanan bayi, susu bubuk, dan bahan makanan lainnya. Jika dihidrolisis akan dihasilkan 2 molekul glukosa.
3.       Polisakarida
Polisakarida tersusun oleh monosakarida yang tergabung dengan ikatan glukosida. Pati merupakan salah satu contoh polisakarida yang tersusun oleh glukosa. Dipandang dari strukturnya, butir-butir pati terdiri atas 2 bagian yaitu : Bagian amilosa yang merupakan rantai lurus polimer glukosa, dan bagian amilopektinyang terdiri atas rantai bercabang polimer glukosa jika dihidrolisis sempurna akan dihasilkan molekul-molekul glukosa.
Identifikasi monosakarida dilakukan berdasarkan sifat kemampuannya mereduksi, yang dilakukan menggunakan uji benedict. Uji molicsch diperlukan untuk mengenal karbohidrat yang mudah mengalami dehidrasi membentuk furfural mampu dihidrosifurfural yang lebih lanjut berkondensasi dengan resorsinol, orsinol ataupun a-naftol. Reagen seliwanof dipergunakan untuk mengenal adanya karbohidrat yang mengandung gugus fungsional aldehid seperti fruktosa dan sukrosa. Pereaksi barfoed digunakan secara umum untuk mengenal adanya monosakarida. Uji iodin secara khusus dipergunakan untuk mengidentifikasi adanya polisakarida amilum.




PROSEDUR PERCOBAAN
1.1.      Alat dan Bahan
1.1.1.   Alat-alat
1. Tabung Reaksi                                  : 5
2.  Rak Tabung Reaksi                        : 1
3.  Gelas Ukur 10 ml                           : 6
4.  Pipet Tetes                                     : 6
5.  Penjepit Tabungan                         : 1
6.  Bunsen                                           : 1
1.1.2.   Bahan-Bahan
1.      Sampel
-        Larutan Gula                           : 2 ml
-        Larutan Kacang Hijau             : 2 ml
-        Larutan Nasi                           : 2 ml
-        Larutan Jagung                       : 2 ml
-        Larutan Bayam                       : 2 ml  
2.      Larutan Benedict                         : 10 ml
1.2.      Prosedur Kerja
1.      Siapkan tabungan reaksi yang telah diberi tanda (nomoqr), masing-masing tabungan diisi 2 ml pereaksi benedict dan 8 tetes larutan sampel.
2.      Panaskan tabungan reaksi yang telah berisi sampel di atas tungku pemanas
3.      Amati perubahan yang terjadi pada selang waktu 3, 6, 9, 12, dan 15 menit.



LEMBARAN HASIL PENGAMATAN PERCOBAAN

Gambar 1. Sampel Larutan 1. Nasi, 2. Gula, 3. Kacang hijau, 4. Jagung, dan 5. Bayam, sebanyak 8 tetes dan + 2 ml benedict sebelum dipanaskan.

 Gambar 2. Sampel larutan, 1. Kacang hijau, 2. Gula, 3. Nasi, 4. Bayam, 5. Jagung, setelah di panaskan dalam jangka waktu 3,6,9,12, dan 15 menit.


Taabel Percobaan 1 Karbohidrat
No
Bahan
Perubahan yang terjadi
Ket
1.
Larutan gula + larutan benedict
Dipanaskan selama:
3        3 menit
6 menit
9 menit
12 menit

15  menit

Warna biru bening

Bergelembung
Bergelembung sampai banyak.
Bergelembung sampai keluar
Bergelembung sampai keluar dan semakin memudar
Dan warnanya semakin biru pudar.
Bergelumbung semakin banyak dan warnanya semakin biru pudar.
(+) terdapat karbo-hidrat
2.
Larutan kacang hijau + larutan benedict
Dipanaskan selama :
3menit
6 menit
9 menit
12 menit

15 menit

Warna Hijau Lumut

Mengeluarkan gelembung
Mengeluarkan gelembung semakin banyak
Bergelembung  banyak warna berubah
Bergelembung banyak warna semakin gelap hijau lumut kehitaman
Gelembung semakin penuh tabung reaksi warnanya hampir hitam.
(-) terdapat karbo-hidrat
3.
Larutan nasi + Larutan benedict
Dipanaskan selama :
3 menit
6 menit
9 menit
12 menit
15 menit

Warna biru

Bergelembung
Gelembung banyak dan letusan
Gelembung tertembak
Bergelembung banyak dan warna berubah
Bergelembung banyak warna menjadi hijau dan kental.

(+) terdapat karbo-hidrat
4.
Larutan jagung + Larutan benedict
Dipanaskan selama :
3menit
6  menit
9 menit
12 menit
15 menit

Hijau tua

Bergelumbung
Bergelembung dan mendididh
Bergelembung  warnanya semakin tua
Bergelembung warnanya menjadi kuning
Bergelembung dan warna kuning baunya hangus
(+) terdapat karbo-hidrat
5.
Larutan Bayam + Larutan Benedict
Dipanaskan selama :
3 menit
6 menit
9 menit

12 menit
15 menit

Hijau tua
Mendidi
Bergelembung
Bergelembung banyak
Bergelembung banyak warna berubah menjadi hijau lumut
Bergelembung dan berwarna hijua lumut tua
(-) terdapat karbo-hidrat


1.3.      Pembahasan

1.      Sampel larutan gula 8 tetes + 2 ml larutan benedict, sampel berwarna biru bening dan memisah. Kemudian dipanaskan, saat di panaskan dalam tabung reaksi pada selang waktu 3 menit sampel gula bergelumbung, kedian dipanaskan selama 6 menit sampai 9 meni terjadi gelembung semakin banyak, kemudian dipanaskan 12 menit warna semakin memudar, dan dipanaskan 15 menit bergelumbung warnanya semakin biru pudar.
2.      Sampel larutan kacang hijau 8 tetes + 2 ml larutan benedict, saat percampuran sampel berwarna hijau lumut.  Kemudian dipanaskan selang waktu 3 menit bergelembung, kemudian dipanaskan lagi 6 menit bergelumbung semakin banyak , terus dipanaskan lagi 9 menit warna berubah, terus di panaskan lagi 12 menit warna semakin gelap hijau lumut kehitaman, dan saat dipanaskan 15 menit bergelembung dan berwarna hijau nkeruh.
3.      Sampel larutan nasi 8 tetes + 2 ml larutan benedict, saat percampuran sampel dan larutan benedict berubah menjadi warna biruh dan memisah. Kemudian dipanasakan selama selang waktu 3 menit bergelumbung, kemudian dipanaskan 6 menit bergelumbung banyak dan ada latusan, terus dipanaskan lagi 9 menit bergelumbung tertembak, dan terakhir dipanasakan selama 15 menit bergelumbung banyak warna menjadi hijau dan kental.
4.      Sampel larutan jagung 8 tetes + 2 ml larutan benedict berwarna hijau tua dan memisah. Kemudian dipanaskan selang waktu 3 menit terjadi bergelembung, terus  dipanaskan 6 menit bergelembung dan mendidih, kemudian dipanaskan lagi 9 menit warna semakin tua, terus dipanaskan lagi 12 menit warna menajdi kuning, dan terahir dipanaskan lagi selama 15 menit bergelumbung dan warna kuning berbau hangus.
5.      Sampel larutan bayam 8 tetes + 2 ml larutan benedict, saat percampuran sampel dan larutan benedict terjadi perubahan warna yaitu warna hijau tua. Kemudian dipanaskan selang waktu 3 menit menguap, terus dipanaskan 6 menit bergelumbung dan berbunyi, selanjutnya dipanaskan 9 menit bergelumbung banyak, kemudian dipanaskan lagi 12 menit bergelumbung banyak warna berubah menjadi hijau lumut, dan terakhir di panaskan 15 menit bergelumbung banyak warna menjadi hijau lumut tua.
       









KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik       beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Karbohidrat (‘hidrat dari karbon’, hidrat arang ) atau sakarida (dari bahasa Yunani o’akXapov, sakcharon, berarti “gula”) adalah segolongan besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi.
2.      Sampel yang banyak memiliki Karbohidrat adalah gula, nasi, dan jagung, sedangkan kacang hijau dan bayam ada juga akan tetapi lebih sedikit.
3.      Perubahan warna disebabkan oleh terjadinya pemecahan molekul karbohidrat dari sifat monosakarida dapat mereduks pada suasana basa disebabkan oleh adanya gugus.
4.       Uji Benedict adalah untuk membuktikan adanya gula pereduksi. Gula pereduksi adalah gula yang mengalami reaksi hidrolisis dan bisa diurai menjadi sedikitnya dua buah monosakarida. Karateristiknya tidak bisa larut atau bereaksi secara langsung dengan Benedict.
















DAFTAR PUSTAKA


Fessenden, Ralp J. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga, 1990.
Poedjiadi, Anna. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press, 1994.
Winarno, F. O. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Manruw, 2010. Pengantar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Pranata, C.F, 2004. Kimia dasar 2 : commoa Textbook. UM Press. Malang.
Wahyudi, 2005. Kimia Organik II. UM Press. Malang.














LEMBARAN PENGESAHAN



Mengetahui,                                        Lampoh Keude 1 Noember-2016
Dosen Pengasuh Biokimia                              Hormat Saya



(Sari Wardani, ST. MT)                                  (Renci Afdaris)
NIDN : 0013098404                                       NIM : 1513003














PERCOBAAN II UJI IODINE
2.1.      Tujuan
            Setelah melakukan percobaan diharapkan kami mahasiswa dapat mempelajari dan memahami reaksi-reaksi yang menandakan adanya karbohidrat
2.2.      Dasar Teori
            Karbohidrat adalah senyawa yang mengandung unsur-unsur: C, H dan O, terutama terdapat didalam tumbuh-tumbuhan yaitu kira-kira 75%. Dinamakan karbohidrat karena senyawa-senyawa ini sebagai hidrat dari karbon; dalam senyawa tersebut perbandingan antara H dan O sering 2 berbanding 1 seperti air. Jadi C6H12O6 dapat ditulis C6(H2O)6, C12H22O11 sebagai C12 (H2O)11 dan seterusnya, dan perumusan empiris ditulis sebagai CnH2nOn atau Cn (H2O)n (Sastrohamidjojo, 2005).
            Menurut Sastrohamidjojo (2005),  karbohidrat dibagi menjadi beberapa klas atau golongan sesuai dengan sifat-sifatnya terhadap zat-zat penghidrolisis. Karbohidrat atau gula dibagi menjadi empat kelas pokok yaitu sebagai berikut:
1)        Gula yang sederhana atau monosakarida, kebanyakan adalah senyawasenyawa yang mengandung lima dan enam atom karbon. Karbohidrat yang mengandung 6 karbon disebut heksosa. Gula yang mengandung 5 karbon disebut pentosa. Kebanyakan gula sederhana adalah merupakan polihidroksi aldehida yang disebut aldosa dan polihidroksi keton disebut ketosa.
2)        Oligosakarida, senyawa berisi dua atau lebih gula sederhana yang dihubungkan oleh pembentukan asetal antara gugus aldehida dan gugus keton dengan gugus hidroksil. Bila dua gula digabungkan diperoleh disakarida, bila tiga diperoleh trisakarida dan seterusnya ikatan penggabungan bersama-sama gula ini disebut ikatan glikosida.
3)        Polisakarida, di mana di dalamnya terikat lebih dari satu gula sederhana yang dihubungkan dalam ikatan glikosida. Polisakarida meliputi pati, sellulosa dan dekstrin.
4)        Glikosida, dibedakan dari oligo dan polisakarida yaitu oleh kenyataan bahwa mereka mengandung molekul bukan gula yang dihubungkan dengan gula oleh ikatan glikosida
            Energi merupakan hal utama yang dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi dapat diperoleh dari makanan yang banyak mengandung senyawa organik seperti karbohidrat. Makanan yang kaya akan karbohidrat bisa berasal dari biji-bijian maupun sayur-sayuran.
            Karbohidrat merupakaan senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam melangsungkan hidup. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga berfungsi sebagai cadangan makanan dan pemberi rasa manis pada makanan. Kita dapat mengenal berbagai jenis karbohidrat dalam kehidupan sehari hari, baik yang berfungsi sebagai pembangun struktur maupun yang berperan fungsional dalam proses metabolisme. Amilum atau pati, selulosa, glikogen, gula atau sukrosa dan glukosa merupakan beberapa senyawa karbohidrat yang penting dalam kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat pada tiap bahan pangan berbeda.
            Penting bagi kita untuk mengetahui serta mengenali jenis-jenis karbohidrat yang terdapat pada bahan pangan. Dalam menganalisa jenis karbohdirat pada tiap bahan pangan, ada berbagai cara yang dapat dilakukan salah satunya ialah uji kualitatif karbohidrat dengan menggunakan metode iodin.
            Berdasarkan uraian diatas untuk mengetahui kandungan karbohidrat pada beberapa bahan pangan maka dilakukanlah praktikum uji kulaitatif karbohidrat metode iodin ini.
2.3.      Alat Dan Bahan
2.3.1.   Alat-alat
1.    Tabung reaksi                                 : 12
2.    Rak tabung                                     : 2
3.    Pipet tetes                                       : 6
4.    Gelas ukur 10 ml                            : 5
5.    Spatula                                            : 3
6.    Penjepit tabung                               : 1
2.3.2.   Bahan- bahan
1.         Sampel (larytan kentang, larutan jagung, larutan pisang, larutan ubi kayu) Masing-  masing 4 mL
2.      HCL 6 N                                        : 4 mL
3.      NaOH 6 N                                     : 4 mL
4.      Larutan Iodine 0,01 N                   : 6 mL
5.      Aquadest                                       : 4 ml
2.4.      Prosedur Kerja
1.    Masukan 4 mL larutan sampel ke dalam 3 tabung reaksi kemudian tambahkan 2 tetes iodine.
2.    Pada tabung reaksi I tambahkan 2 tetes air, pada tabung reaksi II di tambahkan 4 tetes HCL 6 N, dan pada tabung reaksi III ditambahkan 4 tetes NaOH 6 N.
3.    Hasil campuran diatas dikocok dan perhatikan warna apa yang terbentuk.
4.    Kemudian panaskan dan dinginkan.
5.    Lakukan cara yang sama pada semua larutan sampel. Amati dan catat perubahan yang terjadi.

2.5.      Hasil Pengamatan
Sampel
Pemanasan dan reaksi 4 ml sampel
Hasil dari pemanasan
1, kentang
+2 tetes iodine
Tabung 1 : 4 tetes air
Tabung 2 : 4 tetes HCL 6 N
Tabung 3 : 4 tetes NaOH 6 N
Tidak berubah
Tidak ada perubahan
Tidak ada perubahan
Berubah warna putih kecoklatan bening
2, jagung
+2 tetes iodine
Tabung 1 : 4 tetes air
Tabung 2 : 4 tetes HCL 6 N
Tabung 3 : 4 tetes NaOH 6 N
Tidak berubah
Tidak berubah
Warna putih keruh
kekuningan
3, pisang
+2 tetes iodine
Tabung 1 : 4 tetes air
Tabung 2 : 4 tetes HCL 6 N
Tabung 3 : 4 tetes NaOH 6 N
Tidak berubah
Tidak da perubahan
Putih kekuningan
Warna menjadi hijau laut
4, ubi kayu
+2 tetes iodine
Tabung 1 : 4 tetes air
Tabung 2 : 4 tetes HCL 6 N
Tabung 3 : 4 tetes NaOH 6 N
Tidak berubah
Putih kemerahan
Merah delima
Putih kecoklatan

2.6.      Pembahasan
Reaksi antara polisakarida dengan iodin membentuk rantai poliiodida. Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks (melingkar), sehingga dapat berikatan dengan iodin, sedangkan karbohidrat berantai pendek seperti disakarida dan monosakarida tidak membentuk struktur heliks sehingga tidak dapat berikatan dengan iodin.
Uji iodine digunakan untuk medeteksi adanya pati ( suatu polisakarida ). Pada percobaan masing – masing larutan sampel ditambahkan dengan 2 tetes iodin, Iodin yang ditambahkan berfungsi sebagai  indikator suatu senyawa polisakarida. Uji Iodin dalam percobaan dilakukan dengan 3 kondisi yaitu kondisi, netral, asam dan basa. yaitu pada masing-masing tabung ditambahkan 4 tetes air pada tabung I ( netral ), 4 tetes HCl pada tabung II ( asam ) dan 4 tetes NaOH pada tabung III ( basa ).
Kemudian ketiga tabung tersebut dipanaskan, setelah dipanaskan pada tabung I dengan kondisi netral diperoleh (+4 tetes air) tidak terjadi perubahan warna, dengan basa (+ 4 tetes NaOH) tidak mengalami perubahan  warna (warna tetap keruh) atau dengan kata lain tidak terbentuk ikatan koordinasi antara ion iodida pada heliks
Sehingga pada larutan tidak terdapat ikatan koordinasi sehingga warna tetap keruhsedangkan dengan kondisi asam (+ 4 tetes  HCl)  terjadi perubahan warna dari keruh menjadi bening.


















KESIMPULAN
            Cara uji karbohidrat dengan metode iodin dilakukan dengan penambahan tiga larutan dengan kondisi netral, asam dan basa yang kemudian masing ditambahkan dengan iodin dan diberi perlakuan pemanasan dan pendinginan.
            Jadi  pad ake 4 sampel dia atas hanya terjadi perubahan bentuk dan wujudnya saja dengan reaksi NaOH 6 N terjadi perubahan warna.

















LEMBARAN PENGESAHAN



Mengetahui,                                        Lampoh Keude 1 Noember-2016
Dosen Pengasuh Biokimia                              Hormat Saya



(Sari Wardani, ST. MT)                                  (Renci Afdaris)
NIDN : 0013098404                                       NIM : 1513003














PERCOBAAN III
UJI ASAM AMINO DAN PROTEIN
3.1.      Tujuan
Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa dapat mempelajari reaksi kimia spesifik pada protein (asam amino) dan menganalisis unsur-unsur yang menyusun protein.
3.2.      Dasar teori
Asam amino adalah senyawa organik yang memiliki gugus fungsion al karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C “alfa” atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein (Anonim, 2010).
 Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA. Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan bagian gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan bagian gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul air dikatakan disebut dalam bentuk residu asam amino (Tim Dosen Kimia, 2009).
Pada umumnya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik menggunakan enzim maupun dengan menggunakan asam, dengan cara ini diperoleh campuran bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis asam amino maupun kualitasnya masing-masing asam amino perlu diadakan pemisahan antara asam-asam amino tersebut (Poedjiadi, 1994).
3.3.      Alat Dan Bahan
3.3.1.   Alat-alat
   1. Tabung Reaksi                              : 14                             
   2. Rak Tabung Reaksi                      : 2
   3. Gelas Kimia 10 ml                        : 7
   4. Gelaas ukur 10 ml                        : 14
   5. Cawan Porselin                            : 3
    6. Tungku Kaki tiga                        : 1
   7. Bunsen                                         : 1
    8. Kawat kasa                                  : 1
                9. Kaca Arloji                                  : 2
               10. Penjepit tabung reaksi                : 1
3.3.2.   Bahan-Bahan
1.    Sampel (Larutan Dada Ayam, Larutan Udang, Larutan Kacang   Kedelai dan Larutan        Susu) masing-masing 5 ml
2.    Albumin (Putih telur)                   : 45 ml
3.    NaOH 10%                                  : 4 ml
4.    NCI 10%                                      : 4 ml
5.    NaOH 40%                                  : 4 ml
6.     Alkohol 96%                               : 4 ml
7.    Aquadest                                      : 20 ml
8.    Kloroform                                    : 4 ml
9.    Kertas Lakmus merah                  : 4 lembar


3.4.      Prosedur Kerja
        A. Uji adanya unsur C, H, dan O
        1. Masukan 1 ml sampel kedalam cawan porselen.
        2. Letakkan kaca arloji diatasnya, kemudian panaskan.
 3. Perhatikan adanya pengembunan pada kaca arloji, yang menunjukan     adanya unsurhidrogen (H) dan Oksigen (O).
 4. Bila terjadi kekosongan, berarti ada atom karbon (C)
        B. Uji adanya Atom N
        1. Masukkan 1 ml larutan sampel kedalam tabung reaksi.
        2. Tambahkan 1 ml NaOH 10% kemudian panaskan.
           3. Perhatikan bau amonia dan kertas lakmus merah berubah menjadi warna   biru  menunjukan adanya N.
        C. Uji Kelarutan Protein
 1. Sediakan 5 tabung reaksi, masing-masing di isi dengan aquadest, HCL10 %, NaOH40%, alkohol 96 %, dan kloroform sebanyak 1 ml.
           2. Tambahkan 2 ml albumin pada setiap tabung reaksi
           3. Kocoklah dengan kuat, kemudian amati sifat kelarutannya.
           D. Uji denaturasi Protein
           1. Tuangkan 3 ml albumin kedalam tabung reaksi
           2. Panaskan sampai mendidih selama beberapa menit dengan api kecil
           3. Amati apa yang terjadi


3.5  Hasil Pengamatan
A. Uji Adanya Unsur C, H Dan O
Sampel
Pemanasan Dalam Porselin
Dada ayam
Menguap/kosong
udang
Menguap/kosong
Kacang kedelai
Menguap/kosong
Susu
Menguap/kosong

B.  Uji Adanya Atom N
Sampel
1 ml NaOH 10 % dan kertas lakmus
Dada ayam
Lakmus biru
Udang
Lakmus biru
Kacang kedelai
Lakmus biru
Susu
Lakmus biru

C. Uji Kelarutan Protein
Larutan
Albumin Dan Keterangan
aquadest
Protein larut
HCL 10 %
Protein Larut
NaOH 40 %
Pemishan protein
Alkohol 90 %
Pemisahan protein
kloroform
pemisahan
D.        Uji Denaturasi Protein
            Telur masak seperti  biasa memasak telur setelah 3 ml albumin di panas kan di dalam tabung reaksi.
 3.6.     Pembahasan
1.      Pada uji unsu C, H dan O, setiab sampel mengalami kekosongan atau menguap ketika di panaskan. Itu artinya unsur C, H dan O terjadi di dalam reaksi tersebut.
2.      Pada uji Atom N, pada semua sampel yang telah di campur dengan naoh 10 % terdapat atom N di dalamnya dengan pembuktian kertas lakmus yang berwarna biru.
3.      Uji kelarutan protein, dari kelima larutan yang telah tercampur masing masing hanya pada aquadest dan HCL 10 % saja protein albumin tidak berpish dari larutan.
4.      Pada uji denaturasi protein, telur masak dalam bentuk masak yang seperti biasanya.












KESIMPULAN
 Dalam percobaan di atas yang termasuk protein adalah Albumin, Gelatin, dan Kasein. Sedangkan Sistin, Sistein, Fenilalenin, Triptofan, Tirosin, dan Glisin merupakan asam amino. Asam amino merupakan unit pembangun protein. Protein mengandung molekul organik kompleks, tersusun dari unsur-unsur C, H, O dan N, serta kadang-kadang P dan S.

















LEMBARAN PENGESAHAN



Mengetahui,                                        Lampoh Keude 1 Noember-2016
Dosen Pengasuh Biokimia                              Hormat Saya



(Sari Wardani, ST. MT)                                  (Renci Afdaris)
NIDN : 0013098404                                       NIM : 1513003














PERCOBAAN IV UJI BIURET

4.1.      Tujuan
Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa dapat mempelajari reaksi kimia spesifik pada protein (asam amino) dan menganalis unsur-unsur yang menyusun protein.
4.2.      Dasar Teori
Uji biuret ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan adanya senyawa – senyawa yang mengandung gugus amida asam. Reaksi biuret merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui ikatan peptida. Reaksi ini positif (berwarna ungu) untuk zat yang mengandung 2 atau lebih ikatan peptida.
            Reaksi biuret merupakan reaksi warna yang umum untuk gugus peptida (-CO-NH-) dan protein. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu karena terbentuk senyawa kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida. Banyaknya asam amino yang terikat pada ikatan peptida mempengaruhi warna reaksi ini. Senyawa dengan dipeptida memberikan warna biru, tripeptida ungu dan tetrapeptida serta peptida kompleks memberikan warna merah. Biuret dihasilkan dengan memanaskan urea kira-kira pada suhu 180 oC dalam larutan basa. Biuret memberikan warna violet dengan CuSO4. Reaksi ini disebut dengan reaksi biuret, kemungkinan terbentuknya Cu2+ dengan gugus CO dan –NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Dipeptida dan asam-asam amino (kecuali histidina, serina dan treonina) tidak memberikan uji ini. Beberapa protein yang mempunyai gugus –CS-NH-, -CH-NH- dalam molekulnya juga memberikan tes warna positif dengan biuret. Protein adalah sekelompok senyawa organik yang nyaris keseluruhannya terdiri atas karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein biasanya suatu polimer yang tersusun atas banyak subunit (monomer) yang dikenal sebagai asam amino. Asam amino yang biasanya ditemukan dalam protein menunjukkan struktur sebagai berikut (Fried dan Hademenos, 2006).
            Dalam ilmu Kimia, pencampuran atau penambahan suatu senyawa dengan senyawa yang lain dikatakan bereaksi bila menunjukkan adanya tanda terjadinya reaksi, yaitu: adanya perubahan warna, timbul gas, bau, perubahan suhu, dan adanya endapan. Pencampuran yang tidak disertai dengan tanda demikian, dikatakan tidak terjadi reaksi kimia. Ada beberapa reaksi khas dari protein yang menunjukkan efek/tanda terjadinya reaksi kimia, yang berbeda-beda antara pereaksi yang satu dengan pereaksi yang lainnya. Semisal reaksi uji protein (albumin) dengan Biuret test yang menunjukkan perubahan warna, belum tentu sama dengan pereaksi uji lainnya (Ariwulan, 2011).
            Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa selain polisakarida, lipid dan polinukleotida yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein itu sendiri mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitroge dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein dirumuskan oleh Jons Jakob Berzelius pada tahun 1938.

Struktur protein ada 4 tingkatan yaitu :
1.    Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam molekul protein (rentetan asam amino dalam suatu molekul protein).
2.    Struktur sekunder menunjukkan banyak sifat suatu protein, ditentukan oleh orientasi molekul sebagai suatu keseluruhan, bentuk suatu molekul protein (misalnya spiral) dan penataan ruang kerangkanya (ikatan hidrogen antara gugus N-H, salah satu residu asam amino dengan gugus karbonil C=O residu asam yang lain)
3.    Struktur tersier menunjukkan keadaan kecenderungan polipeptida membentuk lipatan tali gabungan (interaksi lebih lanjut seperti terlipatnya kerangka untuk membentuk suatu bulatan)
4.    Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein.

Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1.    Protein sederhana yang merupakan protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul asam amino
2.    Protein gabungan yang merupakan protein yang terdiri atas protein dan gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid atau asam nukleat.

Protein sederhana menurut bentuk molekulnya dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1.    Protein fiber. Molekul protein ini terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang memanjang dan dihubungkan satu sama lain oleh beberapa ikatan silang hingga merupakan bentuk serat atau serabut yang stabil. Protein fiber tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa ataupun alkohol. Berat molekulnya yang besar belum dapat ditentukan dengan pati dan sukar dimurnikan. Kegunaan protein ini hanya untuk membentuk struktur jaringan dan bahan, contohnya adalah keratin pada rambut.
2.    Protein globular. rotein globular pada umumnya berbentuk bulat atau elips dan terdiri atas rantai polipeptida yang terlibat. Protein globular/speroprotein berbentuk bola, protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi asam dan asam encer. Protein ini mudah terdenaturasi. Banyak terdapat pada susu, telur dan daging.

Reaksi-reaksi kahas pada protein (uji kualitatif):
1.    Reaksi Ninhidrin. Ninhidrin beraksi dengan asam amino bebas da protein menghasilkan warna biru. Reaksi ini termasuk yang paling umum dilakukan untuk analisis kualitatif protein dan produk hasil hidrolisisnya. Reaksi ninhidrin dapat pula dilakukan terhadap urin untuk mengetahui adanya asam amino atau untuk mengetahui adanya pelepasan protein oleh cairan tubuh.
2.    Reaksi Biuret. Bila larutan protein dalam suasana basa kuat direaksikan dengan larutan CuSO4 pekat, akan dihasilkan warna ungu. Warna yang dihasilkan dari reaksi tersebut disebabkan oleh ikatan koordinasi antara ion Cu2+ dengan pasangan elektron bebas dari N yang berasal dari protein dan pasangan elektron bebas dari O molekul air. Reaksi ini tidak berlaku untuk peptida.
3.    Reaksi Uji Millon untuk Tirosin. Reagen Millon adalah larutan asam nitrat yang mangandung raksa (I) nitrat dan raksa (II) nitrat. Bila reagn millon dicampurkan dengan larutan yang mengandung protein akan terbentuk endapan putih yang akan berubah merah bila dipanaskan.
4.    Uji Penetralan Titik Isoelektrik. Titik isoelektrik adalah daereah pH tertentu diman protein mempunyai selisih muatan, sehingga tidak bergerak dalam muatan listrik.http://www.dicoret.com/2015/02/laporan-pratikum-uji-biuret.html

4.3.      Alat dan Bahan
4.3.1.   Alat-ala
1.      Tabung Reaksi                             : 8
2.      Rak Tabung Reaksi                      : 1
3.      Pipet Tetes                                   : 4
4.      Gelas Ukur 10 ml                         : 6
5.      Gelas Ukur 50 ml                         : 2
6.      Gelas Kimia 50 ml                       : 2
7.      Spatula                                         : 2
4.3.2.   Bahan-bahan
1.      Sampel (Larutan Daging Dada ayam, Larutan Ikan, Larutan Udang,   Larutan Susu Sapi, Larutan Kuning Telur, Larutan Putih Telur, Larutan Kacang Hijau dan Larutan Tepung) masing-masing 2 ml.
2.      Larutan NaOH 10%                     : 8 ml
3.      CuSO4 0,1%                                 : 8 ml



4.4.        Prosedur Kerja
1.    Masukkan masing-masing sampel (2 ml) ke dalam tabung reaksi kemudian tambahkan 1 ml NaOH 10% dan dilakukan pengadukan.
2.    Tambahkan 1 ml CuSO4 0,1% (secara perlahan) pada masing-masing larutan dan mengocoknya pelan-pelan hingga timbul warna ( warna ungu menandakan sampel positif mengandung asam amino).

Tabel 1 Percobaan Biuret

Sampel


Perlakuan

Hasil pengamatan / Ket


Larutan Dada Ayam
+ 2 ml sampel
+ 4 ml NaOH 10%
+ 1ml CuSO4 0,1%
Kemudian dikocok pelan-pelan hingga timbul warna


Putih Pekat Ungu Muda, (+) Mengandung Asam Amino


Larutan Ikan

+2 ml sampel
+4 ml NaOH 10%
+ 1 ml CuSO4 0,1%
Kemudian dikocok pelan-pelan hingga timbul warna


Putih Keruh Ungu Pekat, (+) Mengandung Asam Amino



Larutan Udang
+2 ml sampel
+4 ml NaOH 10%
+ 1 ml CuSO4 0,1%
Kemudian dikocok pelan-pelan hingga timbul warna


Putih Keruh Biru langit, (+) Mengandung Asam Amino


Larutan Susu Sapi

+2 ml sampel
+4 ml NaOH 10%
+ 1 ml CuSO4 0,1%
Kemudian dikocok pelan-pelan hingga timbul warna


Putih Ungu Terang,  (+) Mengandung Asam Amino


Larutan Kuning Telur
+2 ml sampel
+4 ml NaOH 10%
+ 1 ml CuSO4 0,1%
Kemudian dikocok pelan-pelan hingga timbul warna


Kuning Kuning kelumut Pekat, (+) Mengandung Asam Amino


Larutan Putih Telur
+2 ml sampel
+4 ml NaOH 10%
+ 1 ml CuSO4 0,1%
Kemudian dikocok pelan-pelan hingga timbul warna

Putih Bening Ungu Gelap dan Putih telurnya memisah, (-) Mengandung Asam Amino


Larutan Kacang Hijau
+2 ml sampel
+4 ml NaOH 10%
+ 1 ml CuSO4 0,1%
Kemudian dikocok pelan-pelan hingga timbul warna


Kuning Lumut Hijau lumut, (+) Mengandung Asam Amino


Larutan Tepung
+2 ml sampel
+4 ml NaOH 10%
+ 1 ml CuSO4 0,1%
Kemudian dikocok pelan-pelan hingga timbul warna


Putih Ungu, (-) Mengandung Asam Amino

4.5.        Pembahasan

             
Gambar 1. Larutan Dada Ayam, Larutan Ikan,  Larutan Udang, Larutan Susu Sapi,  Larutan Kuning Telur, Larutan Putih Telur, Larutan Kacang Hijau, Larutan Tepung.
          Uji biuret merupakan jenis pengujian untuk identifikasi protein secara umum. Berarti uji Biuret akan selalu memberikan hasil positif untuk semua jenis protein. Prinsipnya adalah pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks berwarna ungu yang terjadi bila protein bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa. Reagen biuret terdiri dari CuSO4 dalam aquadest, KI dalam aquadest, Na-sitrat, Na2CO3 dan NaOH. CuSO4 sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks dengan protein. KI berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap. Na-sitrat dan Na2CO3 berfungsi sebagai buffer dan NaOH berfungsi sebagai penyedia suasana basa. Suasana basa akan membantu membentuk Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Hal ini membantu untuk membentuk kompleks dengan nitrogen dari karbon dari ikatan peptida dalam larutan basa. Perubahan pada warna sampel uji akan memberikan hasil yang positif atau negatif. Terjadinya warna ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa. Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin pekat.
          Protein terdapat pada semua sel dan merupakan komponen terpenting dalam semua reaksi kimia, rata - rata 2/3 dari berat kering suatu sel terdiri dari protein. Setiap protein merupakan polimer asam amino. Asam - asam amino dalam protein disambung dengan ikatan peptida yang merupakan ikatan kovalen amida yang terbentuk oleh gugus α-karboksil dan α-amino.
          Pada praktikum uji protein ini akan diamati adanya protein pada larutan putih telur melalui uji biuret
          Pada uji biuret, awalnya larutan putih telur berwarna putih bening, kemudian ketika ditambahkan dengan 2 ml NaOH, larutan tidak berubah warna putih bening, setelah itu ketika ditambahkan dengan 2 ml CuSO4, larutan berubah menjadi berwarna ungu pada bagian atasnya. Dalam hal ini terbentuknya warna ungu  menunjukkan bahwa pada larutan putih telur tersebut mengandung protein.
          Pada uji biuret dihasilkan warna violet/ungu. Hal ini disebabkan penambahan CuSO4sehingga terbentuk kompleks antar Cu2+dengan gugus amino dari protein. makin kuat intensitas warna ungu yang dihasilkan ini menunjukan makin panjang ikatan peptidanya. Dengan perubahan warna ungu yang diperoleh ini menunjukan bahwa uji ini positif terhadap biuret.



















KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Makanan yang mengandung protein setelah ditetesi biuret akan berubah warna menjadi ungu muda hingga ungu pekat.
2.      Makanan yang mengandung protein adalah semua larutan sampel, ini ditunjukkan saat ditambahkan larutan NaOH tetap bening. Kemudian ditambahkan larutan CuSO4 sehingga terjadinya perubahan warna menjadi ungu.
3.      Semakin tinggi konsentrasi protein dalam larutan semakin pekat pula warna endapan yang dihasilkannya














DAFTAR PUSTAKA

Ngili, Yohanis. 2009. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul. Graham Ilmu. Yogyakarta.
Purba, Michael. 2007. Kimia Jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Hawab, HM. 2004.Pengantar Biokimia.Jakarta : Bayu Media Publishing.












LEMBARAN PENGESAHAN



Mengetahui,                                        Lampoh Keude 1 Noember-2016
Dosen Pengasuh Biokimia                              Hormat Saya



(Sari Wardani, ST. MT)                                  (Renci Afdaris)
NIDN : 0013098404                                       NIM : 1513003







PERCOBAAN V HIDROLISA PATI OLEH AMILASE DARI SALIVA
5.1.      Tujuan
            Setelah melakukan percobaan mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mengerti cara menganalisis kualitatif enzim amylase, dan dapat menentukan sifat dan susunan air liur.
5.2.      Dasar Teori
            Amilase adalah enzim yang mengkatalisis pemecahan pati menjadi gula. Enzim adalah sebuah protein yang mempunyai fungsi khusus. Enzim berperan untuk mengkatalis proses kimia (biokimia) dalam mahluk hidup atau dalam sistem biologi. Tanpa adanya enzim biasanya reaksi kimia akan berlangsung sangat lambat, bahkan mungkin tidak dapat terjadi. Seperti tlah disinggung didepan, kerja enzim sangat khusus dan spesifik. Artinya, satu enzim saja hanya menjalankan satu fungsi saja. Misalnya adalah enzim a-Amilase berperan dalam melakukan hidrolisis awal makanan terutama mengandung pati.
            Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier, sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu disusun oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandingan yang berbeda-beda.
            Pemisahan antara fraksi amilosa dan amilopektin dapat menggunakan elektrodialisa atau dengan n-butanol atau tymol. Amilosa memberikan warna biru dengan larutam iodine dan amilopektin memberikan warna merah fiolet.
Suatu reaksi kimia, khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam laboraturium memerkukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan, waktu dan lain-lain. Apabila salah satu kondisi tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dibutuhkan maka reaksi tidak dapat berlangsung dengan baik. Tubuh kita merupakan laboratorium yang sangat rumit, sebab di dalamnya terjadi reaksi kimia yang beraneka ragam. Penguraian zat-zat yang terdapat dalam makanan kita, penggunaan hasil uraian untuk memperoleh energi, penggabungan kembali hasil uraian untuk membentuk persediaan makanan dalam tubuh serta banyak macam reaksi lain yang apabila dilakukan di dalam laboratorium atau in vitromembutuhkan keahlian khusus serta waktu yang lama, dapat berlangsung dengan baik di dalam tubuh atau in vivotanpa memerlukan suhu tinggi dan dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik dalam tubuh kita ini dimungkinkan karena adanya katalis yang disebut enzim.
          Dalam tubuh manusia terjadi bermacam-macam proses biokomia dan tiap proses menggunakan katalis enzim tertentu. Untuk membedakannya maka tiap enzim diberi nama. Secara umum nama tiap enzim disesuaikan dengan nama substratnya, dengan penambahan ‘ase’ dibelakangnya. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim. Sebagai contoh enzim yang menguraikan urea (substrat) dinamakan urease.
          Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Enzim urease hanya bekerja terhadap urea sebagai substratnya. Ada juga enzim yang bekerja terhadap lebih dari satu substrat namun enzim tersebut tetap mempunyai kekhasan tertentu. Misalnya enzim esterase dapat menghidrolisis beberapa ester asam lemak, tetapi tidak dapat menghidrolisir substrat lain yang bukan ester.
          Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun diluar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagi katalis yang sangat efisien, di samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik).(Poedjiadi, 1994)
          Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar 1-1,5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Selain itu juga ada beberapa kelenjar bukalis yang kecil (Ganong, 1995).
          Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda ( zwitter ion ). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan aktivitas enzim ( poedjadi,1994 )
          Katalisator mempercepat reaksi kimia, mengalami perubahan selama reaksi, tetapi berubah kembali kepada keadaan semula setelah reaksi-reaksi selesai. Enzim merupakan biokatalisator yang bekerja spesifik. Aktivitas katalis yang dimiliki enzim merupakan alat ukur yang selektif dan sensitif terhadap aktivitas enzim. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan indikator. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat atau produk yang terbentuk. Faktor yang mempengaruhi pengukuran aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah homeostatis, yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu mempertahankan keadaan normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat mempengaruhi aktivitas banyak enzim. Adanya inhibitor non kompetitif irreversibel dan antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim ( Hawab,2003 )
          Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.


5.3.      Alat Dan Bahan
5.3.1.   Alat-alat
1. Tabung reaksi                      : 6
2. Gelas ukur 10 ml                 : 3
3. Termometer                         : 1
4. Pipet tetes                            : 4
5. Rak Tabung                         : 1
6. Penjeoit Tabung                   : 1
7. Gelas Kimia 50 ml               : 2
5.3.2.   Bahan-bahan
1. Sampel saliva (air liur)         : 5 Ml
2. Larutam amilum 1%                        : 6 mL
3. Aquades                              : 25 mL
4. Larutan iodin 0,01 N                       : 6 mL

5.4.      Prosedur Kerja
1.      Tabung I ditambahkan 1 mL saliva yang telah ditambah 1 mL aquades dan 1 mL larutan amilum 1%.
2.      Tabung 2 ditambahkan 1 mL saliva yang telah ditambah 3 mL aquades dan 1 mL larutan amilum 1%.
3.      Tabung 3 ditambahkan 1 mL saliva yang telah ditambah 5 mL aquades dan 1 mL larutan amilum 1%.
4.      Tabung 4 ditambahkan 1 mL saliva yang telah ditambah 9 mL aquades dan 1 mL larutan amilum 1%.
5.      Keempat tabung dipanaskan pada suhu 30-35oC selama 5 menit.
6.      Kemudian didinginkan selama 10 menit dan tambahkan 1 mL larutan Iodine 0,01 N kedalam 4 tabung reaksi tersebut.
5.5.      Data Pengamatan

Gambar 1 Laruran Sailva + Aquadest + Amilum 1 % sebelum di panaskan
Pada saat pencampuran saliva dengan aquades, tidak terjadi perubahan, begitu juga pada saat pencampuran dengan larutan amilum. Dan pada saat pembakaran, terjadi pemisahan saliva dengan cairan lain, dan pada saat bersamaan saliva mengambang. Saat pencampuran larutan Iodine 0,01 N terjadi perubahan warna pada ke-4 percobaan, namun ke-4 percobaan tersebut tidak menghasilkan warna yang sama (berfariasi).

Gambar 2 Laruran Sailva + Aquadest + Amilum 1 % setelah di panaskan selama 5 menit pada suhu 30-35 oC.
Tabel percobaan
Percobaan
Hasil
Percobaan 1
Putih kekeruhan seluruhnya berpisah kepermukaan
Percobaan 2
Putih kekuning-kuningan separuh berpisah kepermukaan
Percobaan 3
Kuning hanya sedikit yang kepermukaan
Percobaan 4
Warna tidak menyatu, atas bewarna kuning pekat, sedangkan yang dibawah bewarna putih bening separuh iodine kepermukaan.

1.1              Percobaan1
Larutan
Perlakuan
Hasil Pengamatan



1 mL sampel saliva + 1 mL aquadest + 1 mL larutan amilum + 1 mL larutan iodine 0,01 N



Dikocok dan dipanaskan pada suhu 30-35 oC selama 5 menit
Sebelum dikocok larutan bewarna putih keruh,setelah dikocok larutan bewarna putih lebih keruh. Setelah dipanaskan selama 5 menit saliva mengambang.  Warna larutan tetap. Setelah didinginkan selama 10 menit dan ditambahkan larutan iodine kedalam tabung tersebut,warna tetap putih kekeruh-keruhan seluruhnya berpisah kepermukaan.



1.2              Percobaan  2
Larutan
Perlakuan
Hasil Pengamatan



1 mL sampel saliva + 3 mL aquadest + 1 mL  larutan amilum + 1 mL larutan iodine 0,01 N



Dikocok dan dipanaskan pada suhu 30-35  oC  selama 5 menit
Sebelum dikocok larutan bewarna putih keruh,setelah dikocok larutan bewarna putih lebih keruh. Setelah dipanaskan selama 5 menit saliva mengambang.  Warna larutan tetap. Setelah didinginkan selama 10 menit dan ditambahkan larutan iodine kedalam tabung tersebut,warna berubah menjadi putih kekuning-kuningan separuh berpisah kepermukaan.


1.3              Percobaan  3
Larutan
Perlakuan
Hasil Pengamatan



1 mL sampel saliva + 5 mL aquadest + 1 mL  larutan amilum + 1 mL larutan iodine 0,01 N



Dikocok dan dipanaskan pada suhu 30-35  oC  selama 5 menit
Sebelum dikocok larutan bewarna putih keruh,setelah dikocok larutan bewarna putih lebih keruh. Setelah dipanaskan selama 5 menit saliva mengambang.  Warna larutan tetap. Setelah didinginkan selama 10 menit dan ditambahkan larutan iodine kedalam tabung tersebut,warna berubah menjadi kuning hanya sedikit yang kepermukaan.
                            
1.4              Percobaan  4
Larutan
Perlakuan
Hasil Pengamatan



1 mL sampel saliva + 9 mL aquadest + 1 mL  larutan amilum + 1 mL larutan iodine 0,01 N



Dikocok dan dipanaskan pada suhu 30-35   oC elama 5 menit
Sebelum dikocok larutan bewarna putih keruh,setelah dikocok larutan bewarna putih lebih keruh. Setelah dipanaskan selama 5 menit saliva mengambang.  Warna larutan tetap. Setelah didinginkan selama 10 menit dan ditambahkan larutan iodine kedalam tabung tersebut,warna tidak menyatu, atas bewarna kuning pekat, sedangkan yang dibawah bewarna putih bening separuh iodine kepermukaan.

5.6.    Pembahasan .
1.    1 mL sampel saliva + 1 mL aquades + 1 mL larutam amilum + 1 mL larutan iodine 0,01 N. Menghasilkan warna putih kekeruh-keruan.
2.    1 mL sampel saliva + 3 mL aquades + 1 mL larutam amilum + 1 mL larutan iodine 0,01 N. Menghasilkan warna putih kekuning-kuningan.
3.    1 mL sampel saliva + 5 mL aquades + 1 mL larutam amilum + 1 mL larutan iodine 0,01 N. Menghasilkan warna kuning.
4.    1 mL sampel saliva + 9 mL aquades + 1 mL larutam amilum + 1 mL larutan iodine 0,01 N. Menghasilkan warna yang tidak menyatu, diatas bewarna kuning pekat, sedangkan yang bawah bewarna punih bening.
Saliva berperan dam membantu pencernaan karbohidrat. Enzim dalam saliva itu memecah amylum menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya. Saliva disekresi oleh tiga pasang kelenjar besar yaitu Parotis, Submaksilaris, Sublingualis.
Dalam reaksi yang terjadi, enzim amilase berperan aktif sebagai katallis yang akan mempercepat llaju reaksi penguraian larutan pati (amilum) menjadi amilosa dan amilopektin. Iodine atau larutan iodine yang digunakan berfungsi sebagai indikator terhadap proses terjadinya reaksi yang ditandai dengan adanya perubahan warna.
Pada tabung 1 yang berisi sampel saliva,larutan aquades dan larutan amilum yang dipanaskan. Tidak terjadi perubahan hanya saja salivanya mengambang, tapi setelah pencampuran dengan larutan iodine 0,01 N terjadi perubahan warna, pada percobaan ini warna tidak terlalu mecolok yaitu putih kekeruh-keruan.
Pada tabung 2 yang berisi sampel saliva,larutan aquades dan larutan amilum yang dipanaskan. Tidak terjadi perubahan hanya saja salivanya mengambang, tapi setelah pencampuran dengan larutan iodine 0,01 N terjadi perubahan warna, yang sebelumnya putih kekeruh-keruan berubah menjadi warna putih kekuning-kuningan.
Pada tabung 3 yang berisi sampel saliva,larutan aquades dan larutan amilum yang dipanaskan. Tidak terjadi perubahan hanya saja salivanya mengambang, tapi setelah pencampuran dengan larutan iodine 0,01 N terjadi perubahan warna yaitu menjadi warna kuning.
Pada tabung 4 yang berisi sampel saliva,larutan aquades dan larutan amilum yang dipanaskan. Tidak terjadi perubahan hanya saja salivanya mengambang, tapi setelah pencampuran dengan larutan iodine 0,01 N terjadi perubahan. Hasil percobaan ini tidak sama dengan hasil percobaan pada tabung 1,2 dan 3. Percobaan ini warnanya tidak menyatu, diatas bewarna kuning pekat, sedangkan yang dibawah bewarna putih bening.





















KESIMPULAN
          Berdasarkan data hasil pengamatan pratikum maka dapat disimpulkan bahwa :  Enzim amilase yang terdapat pada air liur mengandung protein. Kerja enzim amilase tersebut sangat spesifik terbukti dengan tidak  adanya reaksi pada saat penambahan aquades dan larutan amilum, dan pada saat pemanasan terjadi perubahan warna. Semakin banyak aquades maka iodine bekerja dengan baik menguasai larutan lain, tapi jika terlalu banyak aquades, iodine tidak bekerja dengan baik, iodine memisah dengan larutan lain.
1.                       Ketika larutan saliva + aquadest ditambahkan dengan larutan amilum, warna larutan menjadi putih agak keruh hal ini menandakan bahwa enzim amilase bekerja secara sempurna menguraikan amilum.
2.                       Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya kerja enzim.
3.                       Enzim akan bekerja optimal pada suhu optimumnya, pH optimum pada percobaan ini adalah 30-35oC.
4.                       Enzim akan terdenaturasi bila dipertahankan pada suhu melebihi suhu optimum.










DAFTAR PUSTAKA
Poedjiaji, 1994. Dasar Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper edisi 27. Jakarta: EGC.
Suwandi M, Wibisono LK, Sugianto B, Rahman A, Kotong H. 1989. Kimia Organik. Jakarta: UI Press
Marks, Dawn B., Allan D. Marks, Colleen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC













LEMBARAN PENGESAHAN



Mengetahui,                                        Lampoh Keude 1 Noember-2016
Dosen Pengasuh Biokimia                              Hormat Saya



(Sari Wardani, ST. MT)                                  (Renci Afdaris)
NIDN : 0013098404                                       NIM : 1513003














PENENTUAN BILANGAN ASAM DAN PENYABUNAN

6.1.    Tujuan
          Setelah melakukan percobaan diharapkan kami mahasiswa dapat mengidentifikasi senyawa – senyawa lipida dan lemak.

6.2.    Dasar Teori
          Minyak dan lemak termasuk kategori lipid. Golongan lemak memeiliki asam lemak yang dapat membentuk lipid. Berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap, asam lemak terbagi menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak memiliki rantai panjang atom C sekitar 14-24 atom. Semakin panjang atom, maka semakin mudah membeku dan sukar larut dalam air. Secara kimia, lemak dan minyak merupakan senyawa yang sangat mirip. Meskipun secara fisik, lemak berbentuk padat dan minyak berbebtuk cair pada suhu kamar.
           Lemak adalah trigliserida atau teriasilgliserol dan juga sering disebut triestergliserol. Lemak atau minyak bisa mengalami kerusakan karena proses oksidasi dari oksigen yang berasal dari udara. Oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tahap selanjutnya terurainya hidroperoksida menjadi alkohol, aldehid, keton, serta asam lemak rantai pendek. Aldehida yang terbentuk pada minyak akan menyebabkan baud an rasa tengik. Dengan proses tersebut maka dapat ditentukan parameter angka peroksida sebagai indikator kualitas minyak  atau lemak.
           Angka peroksida juga menunjukkan ukuran ketengikan munyak atau lemak. Angka atau bilangan peroksida adalah banyaknya milligram ekuivalen peroksida yang terbentuk 1000 gram lemak atau minyak. Semakin tinggi angka atau bilangan peroksida suatu sampel minyak atau lemak maka menjunjuka rendahnya mutu lemak atau minyak tersebut. Syarat minyak goring untuk bilangan peroksida menurut SNI 3741:2013 adalah maksimal 10 mek O2/kg sampel minyak goreng.
           Prinsip penentuan bilangan peroksida menggunakan metode iodometri dengan mengoksidasi lemak atau minyak dengan KI dan iod yang dilepaskan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat.
           Proses-proses lainnya yang menyebabkan kerusakan minyak adalah proses pemanasan karena dengan adanya proses pemanasan ini lemak atau minyak akan mengalami :
1. Pembentukan peroksida dalam asam lemak tak jenuh
2. Peroksida terdegradasi menjadi karbonil
3. Polimerisasi oksidasi sebagian asam lemak
           Parameter lain untuk menentukan kualitas lemak atau minyak adalah bilangan iod. Bilangan iod adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam asam lemak. Semakin tinggi jumlah iod yang dibutuhkan maka semakin tinggi kadar asam lemak tak jenuh di dalam minyak. Sifat jenuh dan tak jenuhnya asam lemak yang terkandung dalam minyak atau lemak berhubungan dengan sifat fisik lemak atau lemak akan berwujud padat, sebagai contoh adalah margarin.
           Sedangkan parameter bilangan penyabunan atau disebut juga dengan bilangan saponifikasi adalah jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak (Mayer, 1973). Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alcohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. KOH yang tersisa dari reaksi tersebut ditentukan dengan titrasi menggunakan HCl sehingga KOH yang bereaksi dapat diketahui. Semakin banyak KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan habis asam lemak dalam lemak atau minyak maka semakin tinggi kadar asam lemak yang dimiliki sampel. Baku mutu bilangan penyabunan menurut SNI 01-3741-1995 adalah 196-206 mg KOH/g.




6.3.      Alat Dan Bahan
6.3.1.   Alat-alat         
1.    Erlenmeyer 250 mL                  : 8
2.    Gelas Ukur 10 mL                    : 4
3.    Pipet Tetes                                : 2
4.    Gelas Ukur 50 mL                    : 2
5.    Bunsen                                      : 1
6.    Kaki tiga                                   : 1
7.    Kawat kasa                               : 1
8.    Buret 50 mL                             : 2
9.    Statif                                         : 1
10.Corong kaca                             : 2

6.3.2.   Bahan – Bahan
1.     Sampel (minyak tengik, kelapa segar, dan minyak sayur) 5 ml
2.      Plastik dan karet gelang              : 8
3.      Alkohol 96%                               : 60 mL
4.      KOH beralkohol                         : 20 mL
5.      Indicator PP                                : 8 mL
6.      HCl 0,1 N                                   : 25 mL
7.      KOH 0,1 N                                 : 25 mL

6.4.      Prosedur Kerja / Cara Kerja
              a. Penentuan Bilangan Asam
1. Masukkan masing – masing sampel sebanyak 2 mL sampel ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 10 mL alkohol 96%, lalu tutup dengan plastik dan ikat dengan karet.
2.  Panaskan larutan sampel tersebut sampai mendidih.
3. Tambahkan 1 mL indicator PP ke dalam larutan, titrasi dengan KOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna, amati dan catat volume KOH yang diperlukan.
4. Hitung Jumlah bilangan asam.
          b. Penentuan Bilangan Penyabunan
          1. Masukkan masing – masing sampel sebanyak 2 mL sampel ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 5 mL alkohol 96% dan 5 mL larutan KOH beralkohol,  lalu tutup dengan plastik dan ikat dengan karet.
          2. Panaskan larutan sampel tersebut sampai mendidih.
          3. Tambahkan 1 mL indicator PP ke dalam larutan, titrasi dengan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna, amati dan catat volume HCl 0,1 N yang diperlukan.
          4. Hitung Jumlah bilangan penyabunan.

.Tabel 1. Data Pengamatan Bilangan Penyabunan

sampel
perlakuan
Hasil pengamatan
Minyak tengik 2 mL
1.    Tambahkan 5 mL alkohol 96%(tutup dengan plastik dan ikat dengan karet)
2.    Panaskan sampai mendidih
3.    Tambahkan indikator PP 1 mL, titrasi dengan KOH 0,1 N
Ketika dititrasi dengan KOH larutan berubah warna menjadi ungu


Minyak kelapa 2 mL
1.    Tambahkan 5 mL alkohol 96%(tutup dengan plastik dan ikat dengan karet)
2.    Panaskan sampai mendidih
3.    Tambahkan indikator PP 1 mL, titrasi dengan KOH 0,1 N
Ketika dititrasi dengan KOH larutan berubah warna menjadi ungu

Minyak sayur 2 mL
1.    Tambahkan 5 mL alkohol 96%(tutup dengan plastik dan ikat dengan karet)
2.    Panaskan sampai mendidih
3.    Tambahkan indikator PP 1 mL, titrasi dengan KOH 0,1 N
Ketika dititrasi dengan KOH larutan berubah warna menjadi ungu


Tabel 2. Data Pengamatan Bilangan Asam
sampel
Perlakuan
Hasil pengamatan
Minyak tengik 2 mL
1.    Tambahkan 5 mL alkohol 96% dan 5 mL KOH berakohol (tutup dengan plastik dan ikat dengan karet)
4.    Panaskan sampai mendidih
5.    Tambahkan indikator PP 1 mL, titrasi dengan KOH 0,1 N
Ketika dititrasi dengan HCl larutan berubah warna menjadi ungu

Minyak kelapa 2 mL
1.    Tambahkan 5 mL alkohol 96% dan 5 mL KOH berakohol (tutup dengan plastik dan ikat dengan karet)
2.    Panaskan sampai mendidih
3.    Tambahkan indikator PP 1 mL, titrasi dengan KOH 0,1 N
Ketika dititrasi dengan HCl larutan berubah warna menjadi ungu

Minyak sayur 2 mL
1.    Tambahkan 5 mL alkohol 96% dan 5 mL KOH berakohol (tutup dengan plastik dan ikat dengan karet)
2.    Panaskan sampai mendidih
3.    Tambahkan indikator PP 1 mL, titrasi dengan KOH 0,1 N
Ketika dititrasi dengan HCl larutan berubah warna menjadi ungu








Gambar 1. Perubahan warna ungu pada titrasi bilangan penyabunan

Gambar: 2. Perubahan warna ungu pada titrasi bilangan asam

6.5.     Analisis Data
          1. Penentuan bilangan penyabunan
            Pada tabung I dimasukkan 2 mL minyak tengik kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 10 mL alkohol 96%, kemudian tutup dengan pelastik dan diikat dengan karet, lalu panaskan sampai mendidih dan didinginkan. Setelah didinginkan ditambahkan 1 ml indikator PP tidak berubah warna, dan tirasi dengan KOH 0,1 N sebanyak 0,1 mL berubah warna menjadi ungu.
Bilangan penyabunan =  =  = 1,4025
            Pada tabung II dimasukkan 2 mL minyak kelapa kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 10 mL alkohol 96%, kemudian tutup dengan pelastik dan diikat dengan karet, lalu panaskan sampai mendidih dan didinginkan. Setelah didinginkan ditambahkan 1 ml indikator PP tidak berubah warna, dan tirasi dengan KOH 0,1 N sebanyak 0,4 mL berubah warna menjadi ungu.
Bilangan penyabunan =  =  = 5,61
            Pada tabung III dimasukkan 2 mL minyak sayur kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 10 mL alkohol 96%, kemudian tutup dengan pelastik dan diikat dengan karet, lalu panaskan sampai mendidih dan didinginkan. Setelah didinginkan ditambahkan 1 ml indikator PP tidak berubah warna, dan tirasi dengan KOH 0,1 N sebanyak 0,2  mL berubah warna menjadi ungu.
Bilangan penyabunan =  =  = 2,805
          2. Penentuan bilangan asam
            Pada tabung I dimasukkan 2 mL minyak tengik kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 5 mL alkohol 96%, dan 5 mL larutan KOH berakohol, kemudian tutup dengan pelastik dan diikat dengan karet, lalu panaskan sampai mendidih dan didinginkan. Setelah didinginkan ditambahkan I mL indikator PP tidak berubah warna, dan tirasi dengan HCL 0,1 N sebanyak 0,1 mL berubah warna menjadi ungu.
Bilangan asam =  =  = 1,4025
            Pada tabung II dimasukkan 2 mL minyak kelapa kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 5 mL alkohol 96%, dan 5 mL larutan KOH berakohol, kemudian tutup dengan pelastik dan diikat dengan karet, lalu panaskan sampai mendidih dan didinginkan. Setelah didinginkan ditambahkan I mL indikator PP tidak berubah warna, dan tirasi dengan HCL 0,1 N sebanyak 5  mL tidak berubah warna menjadi ungu.
Bilangan asam =  =  = 70,125
Pada tabung III dimasukkan 2 mL minyak tengik kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 5 mL alkohol 96%, dan 5 mL larutan KOH berakohol, lalu tutup dengan pelastik dan diikat dengan karet, dipanaskan sampai mendidi dan didinginkan. Setelah didinginkan ditambahkan I mL indikator PP tidak berubah warna, dan tirasi dengan HCL 0,1 N sebanyak 11 mL tidak berubah warna menjadi ungu.
            Bilangan asam =  =  = 151,275

6.6.      Pembahasan
1.    Percobaan bilangan penyabunan
Pada pratikum bilangan asam yang menggunakan sampel 2 mL sampel minyak tengik, ditambahkan dengan alkohohol 96% 10 mL, kemudian dipanaskan, dan ditambahkan 1 mL indikator pp, menghasilkan warna bening, tapi setelah titrasi KOH 0,1 N (1 tetes) warna berubah menjadi warna ungu. Dan begitu juga dengan menggunakan sampel minyak kelapa dan minyak sayur, ditambahkan alkohol 96% 10 mL, dipanaskan kemudian ditambahkan 1 mL indikator pp warna sama dengan percobaan minyak tengik yaitu bening, tapi setelah titrasi KOH 0,1 N warna menjadi ungu pekat.
2. Percobaan bilangan asam
Pada pratikum bilangan asam yang menggunakan sampel minyak tengik 2 mL ditambahkan 5 mL alkohol + 5 mL larutan KOH, dipanaskan, warna tetap bening, kemudia ditambahakan 1 mL indikator pp , warna tetap bening, setelah ditambahakan 0,1 mL HCL 0,1 N, warna mengalami perubahan menjadi ungu.. Dan pada percobaan menggunakan sampel minyak kelapa dan sayur masing-masing 2 mL ditambahakan 5 mL alkohol, + 5 mL larutan KOH, dipanaskan, warna tetap bening, dan ketika ditambahakan  1 mL indikator pp, warna menjadi ungu, setelah pencampuran dengan 5,2 mL HCL 0,1 N dan 11 mL HCl 0,1 N, warna berubah menjadi ungu,
Makalah ini membahas tentang penentuan bilangan penyabunan dan asam yang bertujuan untuk mengetahui bilangan peroksida dan bilangan penyabunan hasil percobaan dalam sampel minyak (tengik, kelapa, sayur).
Sampel yang diuji adalah minyak. Minyak atau lemak termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipida kompleks (lesitin, sephalin,fosfatida lainnya, glikolipida), sterol yang berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavor produk. Angka peroksida menunjukkan ketengikan minyak atau lemak. Angka atau bilangan peroksida adalah banyaknya miligram ekuivalen peroksida yang terbentuk setiap 1000 gram lemak atau minyak. Semakin tinggi angka atau bilangan peroksida suatu sampel lemak atau minyak maka menunjukkan semakin rendahnya mutu lemak atau minyak.Bilangan penyabunan atau juga disebut bilangan saponifikasi adalah jumlah mgram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak/lemak. Prinsipnya, terjadinya hidrolisis dengan penambahan basa kuat yang kemudian menghasilkan asam lemak dan gliserol.
Dari percobaan yang dilakukan hasil bilangan penyabunanpada percobaan minyak tengik 1,4025, minyak kelapa 5,61, minyak sayur 2,805.
Penentuan bilangan penyabunan sampel minyak goreng datambahkan larutan alkohol.Diharapkan pada saat titrasi, alkohol (etanol) larut seutuhnya. Setelah proses pemanasan maka dilakukan pendinginan larutan sampai suhu kamar. Ditambahkan indikator PP sebelum dititrasi dengan  HCl 0,1 N. Fungsi indikator PP adalah sebagai indikator pembuktian bahwa bahan tersebut bersifat asam atau basa. Pada percobaan ini setelah diteteskan indikator PP larutan berubah menjadi merah muda yang menandakan bahwa larutan tersebut bersifat asam.











KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
5.      Bilangan penyabunan yang didapat pada percobaan dengan menggunakan minyak tengik yaitu 1,4025
6.      Bilangan penyabunan yang didapat pada percobaan dengan menggunakan minyak kelapa yaitu 5,61
7.      Bilangan penyabunan yang didapat pada percobaan dengan menggunakan minyak sayur yaitu 2,805
8.      Bilangan asam yang didapat pada percobaan dengan menggunakan minyak tengik yaitu 1,4025
9.      Bilangan asam yang didapat pada percobaan dengan menggunakan minyak kelapa yaitu 70,125
10.  Bilangan asam yang didapat pada percobaan dengan menggunakan minyak sayur  yaitu 151,275
11.  Penentuan kadar asam lemak bebas dalam minyak ini bertujuan untuk menentukan kualitas minyak
12.  Angka Penyabunan dapat dilakukan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar.










DAFTAR PUSTAKA

Banowati, Reni. 2015. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta. Program Studi DIII Analais Kimia FMIPA UII.
Pudjiati, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta. UI Press. Wijayanti, Hesti., Nora, Harmin., dan Rajihah, Amelia. 2012. PEMANFAATANARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJI KAYU ULIN UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS Konversi,Volume 1 No.1, Oktober 2012. Banjarmasin. Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat.
http://chemistapolban.blogspot.com/2011/06/praktikum-penentuan-angka-penyabunan.html
http://btagallery.blogspot.com/2010/02/blog-post_4540.html
http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-organik/89-2












LEMBARAN PENGESAHAN



Mengetahui,                                        Lampoh Keude 1 Noember-2016
Dosen Pengasuh Biokimia                              Hormat Saya



(Sari Wardani, ST. MT)                                  (Renci Afdaris)
NIDN : 0013098404                                       NIM : 1513003












PENENTUAN ANGKA KETENGIKAN
7.1.      Tujuan
            Setelah melakukan percobaan diharapkan kami mahasiswa dapat menentukan angaka ketengikan.
7.2.      Dasar Teori
            Angka peroksida atau bilangan peroksida merupakan suatu metode yang biasa digunakan untuk menentukan degradasi minyak atau untuk menentukan derajat kerusakan minyak.
            Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri.
            Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
            Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
            Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
            Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan bensena. Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).
            Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 1997)
            Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis lemak (Winarno, 1997).
            Reaksi oksidasi bergantung pada banyak frekuensi reaksi dari lemak dalam bahan makanan. Ini biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen, frekuensi yang sedikit oleh ozon, peroksida, logam dan agen oksidasi yang lain. Dalam penambahan untuk oksigen dan ozon, lemak dapat dirusak oleh pembentukan reaksi lain, seperti anion superoksida (O2) dan radikal (O2), radikal perhidrosilik (HO2), hidrogen peroksida dan hidrosil radikal (HO). Asam peroksida diproduksi oleh autoxidasi dari aldehid, dan mungkin reaksi dengan molekul lain dari produk aldehid asam karboksilat. Oksidasi langsung dari lemak oleh reaksi dengan ion logam sangat lambat dibawah kondisi normal tetapi mungkin menjadi penting seperti inisiator dari rantai radikal bebas autoxidasi karena ion Fe3+ atau Ca2- dapat di produksi raddikal bebas oleh reakssi dengan asam lemak tidak jenuh, dimana tahap oksidasi dari ion metal ditingkatkan dengan :
R – H + Cu2+ R + Cu + H
            Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan apda reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosilfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketoren, 1986).
            Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang tidak jenuh. Semakin tidak jenuh asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi. Selain itu, faktor – faktor seperti suhu, adanya logam berat dan cahaya, tekanan udara, enzim dan adanya senyawa peroksida juga semakin mempercepat berlangsungnya oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat terjadi ketengikan. Berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati dengan beberapa cara, salah satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil penguraian senyawaan peroksida (asam – asam, alkohol, ester, aldehid, keton, dan sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya mengukur kadar senyawaan peroksida yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan untuk menilai mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis makanan yang berkadar lemak rendah (Syarief & Hariyadi, 1991).
            Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas dan peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau lemak, dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida yang telah terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh khususnya oleat ternyata lebih cepat tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik menimbulkan rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan keracunan ringan, dan dapat merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten, vitamin A dan vitamin E. Kerusakan minyak dan lemak selain disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga disebabkan oleh proses hidrolisa. Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam-asam lemak berantai pendek (C4-C12) sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau menjadi tengik (Winarno, 1997).
            Menurut Buckle et al. (1997) tipe kerusakan pada minyak yaitu ketengikan. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu.
            Angka peroksida merupakan cara pengujian yang paling sering digunakan untuk uji oksidasi lemak atau minyak. Metode iodometri yang paling banyak digunakan untuk menentukan angka peroksida umumnya ditentukan dengan pengukuran banyaknya iod bebas dari larutan kalium iodida jenuh pada suhu ruang dari lemak atau minyak yang dipisahkan dalam pencampuran asam asetat dan kloroform. Iod bebas ditritasi dengna natrium thiosulfat standar. Angka peroksida sebagai indikator produk dasar oksidasi. Angka ini menyatakan milimol oksigen peroksida per kilogram lemak (Pomeranz & Meloan, 1987). Peroksida merupakan produk utama otooksidasi yang dapat diukur dengan teknik berdasarkan pada kemampuannya untuk melepaskan iodin dari kalium iodida atau untuk mengoksidasi ion fero menjadi feri. Kandungannya biasanya diistilahkan dengan miliekuivalen oksigen per kg lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau peroksida yang dibentuk untuk menghasilkan ketengikan dari berbagi macam komposisi minyak (Fennema, 1985).
            Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak berwarna. Warna dari lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-pigmen yang bercampur atau larut dalam lemak. Lemak tidak larut dalam semua pelarut berair tetapi langsung larut dalam benzena, eter, kloroform, alkohol panas, dan pelarut organik lainnya. Asam lemak rantai pendek dapat larut dalam air dan semakin panjang rantai asam-asam lemaknya semakin berkurang daya kelarutannya dalam air. Bila lemak dibiarkan dalam waktu yang lama kontak langsung dengan udara dan lembab, khususnya ada cahaya dan panas, akan terjadi perubahan menjadi tengik. Perubahan ini terjadi karena proses oksidasi dan proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-logam yang bersifat katalisator seperti Zn, Cu (Soedarno & Girindra, 1988).
            Lemak yang mengalami ketengikan akan mengandung senyawa aldehid dan kebanyakan berbentuk malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan melalui proses destilasi. Malonaldehid yang terbentuk kemudian direaksikan dengan Thiobarbiturat, sehingga terbentuk senyawa komplek yang berwarna merah. Intensitas warna merah sebanding dengan jumlah malonaldehid dalam suspensi. Pengukuran intensitas warna merah ini dapat dilakukan dengan menghitung abosbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm. Semakin besar angka TBA maka semakin tengik larutan yang diuji (Sudarmadji et al., 1989).
          Angka peroksida dinyatakan dengan rumus:
Angka Peroksida =
ml Na2S2O2
× Nthio × 1000
berat sampel (gram)

7.3.      Alat Dan Bahan
7.3.1.   Alat
10.                                                                                                   Erlenmeyer 250 mL          : 2
11.                                                                                                   Buret 50 mL         : 1
12.                                                                                                   Statif         : 1
13.                                                                                                   Gelas ukur 10 mL : 2
7.3.2.     Bahan – Bahan
1.    Sampel (Minyak Malinda dan kelapa) masing – masing 5 mL
2.    Asam Asetat – Kloroform (3:2)   : 60 mL
3.    Aquadest                                : 60 mL
4.    Larutan jenuh KI                    : 2 mL
5.    Na2S2O3 0,1 N                        : 2 mL
6.    Larutan pati 1%                      : 2 mL
7.4.         Prosedur Kerja
1.        Masukkan sampel sebanyak 5 mL ke dalam erlenmeyer, kemudian tambahkan 30 mL larutan asam asetet-kloroform (3:2)
2.        Goyangkan larutan sampai bahan tersebut larut semuanya, kemudian tambahkan 1 mL larutan jenuh KI. Diamkan selama 1 menit dengan sekali-kali digoyangkan kemudian tambahkan 30 mL aquadest.
3.        Titrasikan dengan 0,1 N Na2S2O3sampai warna larutan kuning pucat. Tambahkan 1 mL larutan pati 1%. Lanjutkan titrasi sampai warna biru mulai hilang. Kemudian hitung berapa jumlah angka peroksida.














LEMBARAN HASIL PENGAMATAN

1.      Ambil dan masukkan masing-masing sampel sebanyak 5 ml ke dalam erlenmeyer (lihat gambar 1,2 dan 3), lalu tambahkan 30 ml asam asetat ke dalam masing-masing sampel, kemudian di goyangkan sampel tersebut hingga homogen.
2.      Kemudian, ambil larutan tersebut dan tambahkan 1 ml larutan jenuh KI, di diamkan selama 1 menit dengan sekali-kali di goyang, kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 30 ml. Hasil yang di peroleh adalah pada minyak malinda warnanya agak keruh, sedangkan pada minyak kelapa warnanya lebih jernih dan gumpalan dan gelembung yang terdapat pada minyak kelapa lebih sedikit dibandingkan pada minyak malinda.
3.      Kemudian, pada minyak malinda ambil larutan dan di titrasikan dengan 0,1 N Na­2S2O3 sebanyak 1,1 ml  sampai warna kuning pucat, lalu di tambahkan larutan pati 1 % sebanyak 1 ml. Lanjutkan titrasi lagi dengan 0,1 N Na­2S2O3 sebanyak 3,1 ml sampai warna kuning pucat mulai hilang. Hasil yang di peroleh adalah pada minyak malinda warnanya keruh dengan kadar minyak yang sedikit berada di atas larutan dan berbau tengik. pada minyak kelapa ambil larutan dan di titrasikan dengan 0,1 N Na­2S2O3 sebanyak 1,6 ml  sampai warna kuning pucat, lalu di tambahkan larutan pati 1 % sebanyak 1 ml. Lanjutkan titrasi lagi dengan 0,1 N Na­2S2O3 sebanyak 7,2 ml sampai warna kuning pucat mulai hilang. Hasil yang di peroleh adalah pada minyak malinda warnanya keruh dengan kadar minyak yang sedikit berada di atas larutan dan berbau tengik.
Perhitungan bilangan peroksida pada minyak malinda:
Angka peroksida  =
ml Na2S2O3
× Nthio × 1000
Berat sampel (gram)

                            =
4,1 ml
× 0,1 × 1000
67 g

                            =
4,1 ml
× 100
30 g

                        =   6,1 ml/g

Perhitungan bilangan peroksida pada minyak kelapa:
Angka peroksida  =
ml Na2S2O3
× Nthio × 1000
Berat sampel (gram)

                            =
8,8 ml
× 0,1 × 1000
67 g

                            =
8,8 ml
× 100
30 g

                             =   13,13 ml/g








Gambar 1: minyak malinda yang telah ditambahkan kloroform, KI, dan aquadest

           









Gambar 2: minyak kelapa yang telah ditambahkan kloroform, KI, dan aquadest










Gambar 3: minyak malinda yang telah dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N

                       





Gambar 4: minyak kelapa yang telah dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N


                       






Gambar 5: minyak malinda yang telah dititrasi kembali dengan panambahan pati 1 %


           








Gambar 6: minyak kelapa yang telah dititrasi kembali dengan panambahan pati


           






Gambar 7: hasil akhir setelah dititrasi tahap ke dua

7.5.      Pembahasan
            Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar. Minyak adalah senyawa trigliserida atau triasgliserol. Jadi minyak juga merupakan senyawa ester. Hasil hidrolisis minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Rasa dan bau yang tidak menyenangkan yang timbul jika minyak atau lemak di simpan maka akan akan terjadi dua proses yaitu hidrolisis dan oksidasi.
            Ketika kita masukkan masing-masing sampel sebanyak 5 ml kedalam erlenmeyer dengan ditambahkan 30 ml larutan asam asetat-kloroform (3:2), kemudian di goyangkan, ternyata pada masing- masing sampel terdapat gelembung – gelembung minyak baik terdapat pada minyak malinda dan minyak kelapa.
            Kemudian di campur dengan larutan  jenuh KI sebanyak 1 ml, di diamkan selama 1 menit dengan sekali-kali di goyang, lalu di tambahkan aqudest sebanyak 30 ml. Hasil yang didapat adalah pada minyak malinda warnanya lebih keruh dan terdapat minyak yang mengambang diatas permukaan larutan dengan warna orange yang sangat jelas sedangkan pada minyak kelapa hanya mengalami pencampuran larutan dengan warna keruh.
            Pada saat di titrasikan dengan Na2S2O3 0,1 N sebanyak 4,1 ml pada minyak malinda dan 8,8 ml pada minyak kelapa larutan berubah warna menjadi orange. Lalu di tambahkan 1 ml larutan pati 1 %  dengan di lanjutkan titrasi sampai warna orange mulai hilang. Tenyata hasil yang di dapat pada minyak kelapa dan minyak malinda sangat berbeda.
            Berdasarkan percobaan yang telah di lakukan, hasil akhirnya adalah pada minyak malinda warnanya lebih keruh dan baunya lebih tengik dan masih terdapat sedikit kadar minyak yang mengambang di atas permukaan, sedangkan pada minyak kelapa warnanya lebih jernih dan baunya tidak terlalu tengik. Hal itu membuktikan bahwa proses hidrolisis pada suatu minyak sangat mempengaruhi ketengikan minyak tersebut.
            Kerusakan karena proses hidrolisa terutama banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah cukup seperti pada minyak kelapa yang mengandung asam laurat, sedangkan bau tengik di timbulkan oleh asam lemak bebas yang terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada minyak atau lemak umumnya disebabkan oleh aktivitas enzim, kadar air tinggi serta temperatur tinggi (Soedarmo : 1988)
















KESIMPULAN
1.      Ketengikan minyak terjadi akibat ada dua proses yaitu, hidrolisis dan oksidatif. Ketengikan hidrolitik dapat di ukur dengan angka asam/penyabunan, sedangkan angka oksidatif dapat di ukur dengan angka peroksida
2.      Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa bilangan peroksida minyak malinda adalah 6,1 meq/g sedangkan pada minyak kelapa adalah 13,13 mq/g
















DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB,Bogor.
Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi.2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2008. Kimia pangan dan gizi. Jakarta : Gramedia.
Azhari, ikhsan. 2013. Penetapan Bilangan Peroksida (Lemak).












LEMBARAN PENGESAHAN



Mengetahui,                                        Lampoh Keude 1 Noember-2016
Dosen Pengasuh Biokimia                              Hormat Saya



(Sari Wardani, ST. MT)                                  (Renci Afdaris)
NIDN : 0013098404                                       NIM : 1513003













PERCOBAAN VIII PENENTUAN KADAR LEMAK SUSU

8.1.    Tujuan
          Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa dapat mengidentifikasi senyawa lemak, menentukan kadar lemak pada susu, mengetahui jenis susu, dan mengetahui kualitas susu dengan uji alkohol.
8.2.    Dasar Teori
Susu adalah salah satu dari hasil ternak selain daging dan telur .susu merupakan bahan pangan yang tersusu  oleh zat-zat makanan dengan proprosi seimbang. susu dipandang sebagai  bahan mentah  yang mengandung sumber zat-zat penting .penyusun utamanya adalah air protein dan vitamin. Susu merupakan bahan makanan asal hewani yang memiliki nilai gizi tinggi dan sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, S., 1983). 
Pengaruh lingkungan terhadap komposisi susu bisa dikomplikasikan oleh faktor-faktor seperti nutrisi dan tahap laktasi. Hanya bila faktor-faktor seperti ini dihilangkan menjadi memungkinkan untuk mengamati pengaruh musim dan suhu. Biasanya pada musim hujan kandungan lemak susu akan meningkat sedangkan pada musim kemarau kandungan lemak susu lebih rendah. Produksi susu yang dihasilkan pada kedua musim tersebut juga berbeda. Pada musim hujan produksi susu dapat meningkat karena tersedianya pakan yang lebih banyak dari musim kemarau.
            Kualitas susu merupakan hubunyan sifat-sifat susu yang mencerminkan tingkat penerimaan susu tersebut oleh konsumen.sifat-sifat tersebut  meliputi sifat fisik , kimiawi, dan mikrobiologi. Sifat fisik susu menujukkan keadaan  fisik susu yang dapat diuji dengan peralatan tertentu atau panca indara . sifat fisik susu yang dapat diuji dengan alat antara lain berat jenis, kekentalan. Sedangkan sifat yang dapat diuji dengan panca indra yaitu bau, rasa, warna, dan konsitensi.
            Sifat kimiawi susu menujukkan komposisi zat gizi serta kandungan zat kimia tertentu termasuk adanya cemaran. Sifat mikrobiologi susu menujukkan jumlah mikroba yang ada didalam susu serta beberapa parameter lain yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroba.Sifat kimia susu sangat erat hubungannya dengan komposisi kimiawi susu. Secara umum bila komposisi kimiawi susu dalam kisaran normal, maka sifat kimiawi susu juga dinyatakan normal atau baik. Oleh sebab itu, pembahasan tentang sifat kimia susu akan lebih difokuskan pada tinjauan tentang komposisi kimia susu (Legowo, 2002).
            Berdasarkan hal tersebut maka sangat penting bagi kita untuk mempelajari tentang susu karena susu sangat bermanfaat bagi kita. Susu memiliki kandungan gizi yang banyak dan baik untuk tubuh.

8.3.    Alat dan Bahan
8.3.1.   Alat-alat
1.      Erlenmeyer 250 ml                              : 3
2.      Gelas Ukur 10 ml                                : 5
3.      Pipet Tetes                                          : 2
4.      Spatula                                                : 2
8.3.2.   Bahan-bahan  

8.3.2. Bahan-Bahan
1.      Sampel (Larutan Susu Sapi Segar, Susu Bubuk Dan Susu Kedelai) masing-maing 10 ml.
2.      H2SO4 85%                                         : 50 ml
3.      Amil-Alkohol                                      : 8 ml
4.      Aquadest                                             : 60 ml



8.4.    Prosedur percobaan
1.      Masukan masing-masing sampel sebanyak 10 ml kedalam erlenmeyer bertutup.
2.      Tambahkan 1 ml amil alkohol dan 9 ml H2SO4 85% perlahan-lahan melalui dinding tabung menggunakan pipet tetes kedalam sampel.
3.      Kemudian diaduk dengan menggunakan batang pengaduk secara perlahan-lahan hingga casein larut dan terpisah lapisan lemak.
4.      Tambahkan sejumlah aquadest secara perlahan-lahan agar dapat di tentukan kadar lemaknya.
















LEMBARANHASIL PENGAMATAN
1.         Masukkan masing-masing sampel sebanyak 10 ml ke dalam erlenmeyer.
2.         Pada sampel susu sapi segar, setelah ditambahkan 1 ml amil alkohol dan 9 ml H2SO4 85%, perubahan yang terjadi adalah keluar asap dan menghasilkan larutan yang berwarna kuning serta berminyak. Kemudian ketika ditambahkan larutan aquadest perlahan-lahan, larutan minyak dan aquadest tersebut mengalami pemisahan dengan kadar volume aquadest adalah 10 ml.
3.         Pada sampel susu sapi segar, setelah ditambahkan 1 ml amil alkohol dan 9 ml H2SO4 85%, perubahan yang terjadi adalah keluar asap dan menghasilkan larutan yang berwarna hitam serta berminyak. Kemudian ketika ditambahkan larutan aquadest perlahan-lahan, larutan minyak dan aquadest tersebut mengalami pemisahan dengan kadar volume aquadest adalah 30 ml.
4.         Pada sampel susu sapi segar, setelah ditambahkan 1 ml amil alkohol dan 9 ml H2SO4 85%, perubahan yang terjadi adalah keluar asap dan menghasilkan larutan yang berwarna hitam serta berminyak. Kemudian ketika ditambahkan larutan aquadest perlahan-lahan, larutan minyak dan aquadest tersebut mengalami pemisahan dengan kadar volume aquadest adalah 10 ml.

Gambar 1: Susu Sapi, Susu Bubuk, Susu Kedelai Sebelum Dituangkan Ke Dalam
Erlenmeyer
Tabel 1 hasil percobaan
Sampel
Perlakuan
Hasil Pengamatan
1. Susu bubuk
+ 1 ml amil alcohol
+ 9 ml H2SO4 85%
+ 15 ml aquadest
 Warna hitam
 Mengeluarkan bau dan berasap
 Warna hitam menghijau seperhijau lumut
2. Susu kedelai
+ 1 ml amil alcohol
+ 9 ml H2SO4 85%
+ 54 ml aquadest
 Warna hitam
 Mengeluarkan bau dan berasap
 Hitam pekat kemerahan dan  berpasir
3. Susu Sapi Segar
+ 1 ml amil alcohol
+ 9 ml H2SO4 85%
+ 54 ml aquadest
 Warna hitam
 Mengeluarkan bau dan berasap
 Hitam pekat, tidak menyatu (menggumpal)

Gambar 2: Larutan Susu Sapi, Bubuk Dan Kedelai Yang Telah Ditambahkan 1 Ml
                 Amil Alkohol Dan 9 Ml H2SO4 85% Dan Telah Diaduk.








Gambar 3: Larutan Susu Sapi Yang Telah Dipisahkan Lemaknya Dengan 10 Ml
                  Aquadest







Gambar 4: Larutan Susu Bubuk Yang Telah Dipisahkan Lemaknya Dengan 30 Ml
                  Aquadest








Gambar 5: Larutan Susu Kedelai Yang Telah Dipisahkan Lemaknya Dengan 10 ml Aquadest
Gambar 6: Larutan Susu Sapi, Bubuk, dan Kedelai yang telah dipisahkan Lemaknya dengan 10 ml, 30 ml, dan 10 ml Aquadest.


8.5.       Pembahasan
Susu merupakan bahan makanan asal hewani yang memiliki nilai gizi tinggi dan sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, S., 1983). 
Setelah kita melakukan percobaan dengan dengan memasukkan masing-masing sampel kedalam erlenmeyer sebanyak 10 ml sesuai dengan prosedur kerja di atas, lalu kita tambahkan 1 ml amil alkohol dan 9 ml H2SO4 85% serta di aduk secara perlahan-lahan, kemudian ditambahkan dengan aquadest sebanyak 10 ml pada susu sapi, 30 ml pada susu bubuk, dan 10 ml pada susu kedelai. Hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak pada susu bubuk yang paling besar karena untuk memisahkan lemak dengan air (aquadest) butuh kadar air yang banyak dibandingkan dengan susu sapi dan susu kedelai.
Sifat kimia susu sangat erat hubungannya dengan komposisi kimiawi susu. Secara umum bila komposisi kimiawi susu dalam kisaran normal, maka sifat kimiawi susu juga dinyatakan normal atau baik. Oleh sebab itu, pembahasan tentang sifat kimia susu akan lebih difokuskan pada tinjauan tentang komposisi kimia susu (Legowo, 2002).
            Berdasarkan hasil yang di dapat, dapat kita simpulkan bahwa kadar lemak dalam setiap susu itu berbeda. Kemudian kualitas setiap susu juga berbeda sesuai dengan komposisi kimiawi susu tersebut. Jika komposisinya baik atau normal maka kualitasmya akan baik pula, begitu juga sebaliknya.






KESIMPULAN

Setelah kita melakukan percobaan dengan menambahkan:
1.         1 ml amil alkohol dan 9 ml H2SO4 85% pada setiap sampel dapat di simpulkan bahwa kadar lemak pada susu bubuk lebih besar dibandingkan dengan susu sapi / kedelai dan kadar lemak pada susu sapi sama besar di dengan susu kedelai.
2.         Aquadest adalah penentu seberapa banyak kadar lemak yang terkandung dalam larutan susu.















DAFTAR PUSTAKA

Hadiwiyoto, S., 1983.Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya.http://nongkojajar.com/produk/susu-sapi.html. Liberty. Yogyakarta.
Muchtadi, Tien R., dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Alfabeta.
Ernawani, 1991. Pengaruh Tatalaksana Pemerahan Terhadap Kualitas Susu. Media Peternakan Vol 15: 38-46. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Djuarni, Nies, dkk. 1985. Tata Laksana Makanan. Makassar: Universitas Hasanuddin.












LEMBARAN PENGESAHAN



Mengetahui,                                        Lampoh Keude 1 Noember-2016
Dosen Pengasuh Biokimia                              Hormat Saya



(Sari Wardani, ST. MT)                                  (Renci Afdaris)
NIDN : 0013098404                                       NIM : 1513003






No comments:

Post a Comment